MASALAH LELANG EKSEKUSI TANAH TANPA SERTIFIKAT ASLI
Revy Kresindo
KASUS POSISI :
- Sebidang tanah seluas 2.575 M2 terletak di JI. Gatot Subroto, Nganjuk, miliknya Soenarjo terbukti dengan Sertifikat Hak Milik No. 816/Kel. Kaum, Nganjuk.
- Soenarjo mempunyai utang kepada Negara yang kemudian utang tersebut dibayar oleh Pemda TK II KAB. Nganjuk sedangkan tanah tersebut oleh Soenarjo dijual kepada Pemda TK II Kab. Nganjuk, yang Transaksinya dilakukan di hadapan Camat dan Kepala Desa setempat. Selanjutnya sertifikat tanah Hak Milik No. 816/Kel. Kauman tersebut oleh Soenarjo sebagai pemiliknya diserahkan kepada Pemda TK. II Kab. Nganjuk.
- Disamping itu, Sunarjo, mempunyai kreditur lainnya, yang utangnya juga belum dibayar. Terjadilah gugatan perdata di Pengadilan Negeri Nganjuk yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
- Atas permohonan pihak yang menang perkara, maka pengadilan Negeri Nganjuk melakukan eksekusi putusannya yang sudah berkekuatan hukum yang tetap tersebut, dengan memerintahkan “Lelang Eksekusi” terhadap tanah miliknya Soenarjo tersebut diatas.
- Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Nganjuk yang memerintahkan kepada kantor Lelang Negara untuk melakukan penjualan Umum (Ielang) atas tanah tersebut, ternyata tidak disertai sertifikat Asli tanah No. 816 yang merupakan syarat untuk dapat dilaksanakannya suatu penjualan Ielang oleh Kantor Lelang Negara. Diketahui bahwa Sertifikat Asli tanah No. 816 tersebut di pegang oleh Pemda TK. II Nganjuk.
- Meskipun tidak ada sertifikat Asli tanah No. 816, pihak Pengadilan Negeri dan Kantor Lelang Kediri tetap melaksanakan Ielang tersebut.
- Tanah yang dijual Ielang oleh Kantor Lelang Negara atas perintah Pengadilan Negeri Nganjuk tersebut, tanpa sertifikat asli, berhasil dibeli oleh pembeli Ielang : Oei Ng. Tiong Kheng.
- Pembeli Ielang, dengan menggunakan “Resalah Lelang” sebagai pemilik baru atas tanah tersebut mengajukan permohonan “Sertifikat baru” atas nama pembeli Ielang kepada Kantor Pertanahan Kab. Nganjuk.
- Permohonan “Sertifikat baru” Tersebut oleh Kantor Pertanahan Kab. Nganjuk, tidak segera diproses dan cenderung untuk ditolak dengan alasan : Sertifikat baru dapat dimohon bila sertifikat asli tanah telah hilang. Pada hal dalam kasus ini sertifikat tanah No. 816 dipegang dan dikuasai oleh Pemda TK. II Kab. Nganjuk.
- Merasa dipersulit maka pembeli Ielang atas tanah tersebut, Oei Ng. Tiong Kheng, melalui kuasanya mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara di Surabaya terhadap tergugat : Kepala Kantor Pertanahan Kab. Nganjuk dengan tuntutan (Petitum) sbb :
- Mengatakan Sertifikat Hak milik tanah No. 816/Kel. Kauman (a/n Soenarjo) adalah batal, karena tidak tidak diketemukan.
- Menghukum Tergugat (Kantor Pertanahan Kab. Nganjuk) untuk menerbitkan “Sertifikat baru” atas nama Oei Ng. Tiong Kheng seluas 2.575 M2 di Jin. Gatot Subroto Nganjuk.
- Menghukum Tergugat membayar ongkos perkara.
PENGADILAN T.U.N
- Atas gugatan pembeli Ielang tersebut, pihak Tergugat menyangkal gugatan penggugat dengan memberikan jawaban yang pokoknya bahwa penerbitan “Sertifikat Baru” adalah untuk mengganti Sertifkat yang hilang atau rusak. Penggugat, sebagai pembeli Ielang, seharusnya mengajukan permohonan balik nama, dan bukan mohon sertifikat baru; untuk balik nama karena beli dari Ielang harus ada :
- Berita Acara Ielang
- Sertifikat Tanah
- Sesuai pasal 24 PP No. 10/Th 1961)
- Penggugat dalam permohonan tidak melampirkan sertifikat asli tanah No. 816, karena diketahui sertifikat tersebut berada ditangan Pemda TK. II Kab. Nganjuk karena jual-beli.
- Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum yang pokoknya sbb:
- Penggugat tidak melampirkan Sertifkat asli tanah Hak milik No. 816 sewaktu mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat Baru atau pembalikan nama sertifikat menjadi atas nama penggugat setelah beli dari Ielang. Sertifikat asli ternyata ditangan Pemda Kab. Nganjuk.
- Karena syarat untuk balik nama sertifikat tanah tidak dipenuhi, maka tindakan tergugat yang tidak melakukan pembalikan nama sertifikat Hak milik tanah No. 816 dari atas nama Soenarjo menjadi atas nama Penggugat, adalah beralasan dan sesuai dengan pasal 24 jo. 28 PP No. 10/1961.
- Disamping itu, Penggugat dalam surat permohonannya mohon sertifikat baru atas tanah yang diIelangnya dari Ielang tersebut.
- Sertifikat Hak milik tanah yang baru atas tanah yang sebelumnya telah dibukukan dan atau bersertifikat dapat dimohonkan Kembali bila Sertifikat yang sebelumnya telah hilang atau rusak.
- Dalam perkara ini, Sertifikat Asli tanah Hak milik No. 816. Ternyata tidak hilang atau rusak, melainkan berada ditangan Pemerintah Daerah Kab. TK. II Nganjuk. Dengan demikian, permohonan Tergugat untuk tidak menerbitkan Sertifikat Hak Milik yang baru, adalah beralasan (Vide pasal 33 ayat (1) P.P. No. 10 Tahun 1961).
- Dalam perkara ini, tanah tersebut, disatu sisi diakui milik Pemda TK. II Kab. Nganjuk karena jual-beli dihadapan camat, sedangkan disisi lain, Penggugat mengakui sebagai pemiliknya karena ia beli dari Ielang berdasar risalah Ielang.
- Karena ada dua pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah tersebut, disini terjadi sengketa kepemilikan, yang penyelesaiannya tidak termasuk wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara.
- Berdasar atas pertimbangan diatas, Majelis berpendirian bahwa tindakan tergugat yang tidak menerbitkan Sertifikat baru sebagai pengganti Sertifikat Hak Milik No. 816 menjadi atas nama Penggugat, adalah beralasan serta tidak bertentangan dengan PP No. 10 Tahun 1960.
- Akhirnya Majelis Hakim Pengadilan TUN memberi putusan:
Mengadili :
Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.
PENGADILAN TINGGI TUN :
- Pihak Penggugat, Oei Ng. Tiong Kheng menolak putusan P. TUN tersebut diatas dan mohon banding.
- Majelis Hakim PT. TUN, dalam putusannya berpendirian bahwa pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pertama dinilai sudah benar dan tepat, sehingga diambil alih sebagai pertimbangan sendiri dalam memutus perkara ini.
- Akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi TUN. Memberi putusan :
Mengadili :
Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya No. 08/G.TUN/1996/P.TUN Sby.
MAHKAMAH AGUNG RI :
- Penggugat, Oei Ng. Tiong Kheng menolak putusan Pengadilan Tinggi T.U.N tersebut diatas dan mohon pemeriksaan kasasi dengan mengemukakan beberapa keberatan yang diuraikan dalam Memori Kasasi.
- Majelis Mahkamah Agung mengadili perkara ini dalam tingkat kasasi dalam putusannya berpendirian bahwa putusan judex facti, dinilai salah menerapkan hukum, sehingga putusan judex facti harus dibatalkan dan selanjutnya Majelis Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini.
- Pendirian majelis Mahkamah Agung tersebut didasari oleh pertimbangan hukum yang intinya sbb :
- Menurut Surat Menteri Negara Agama/Kepala Badan Pertanahan Nasional U.b, Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah tanggal 18 Februari 1994 No. S 329/PN.1994, No. 4b dinyatakan bahwa bilamana asli dari sertifikat tanah tidak dapat disampaikan oleh Kantor LeIang Negara, maka pendaftaran perolehan hak ditempuh melalui prosedur pembatalan sertifikat terlebih dulu atau konvensi melalui pengakuan hak. Selanjutnya pada No. 7 surat tersebut di jelaskan bahwa “Risalah Lelang” berfungsi sebagai “Surat Roya” sehingga tidak diperlukan Iagi” Surat Roya tersendiri dari Kreditur dalam pendaftaran peralihan hak tanah berdasarkan “Lelang Eksekusi”.
- Berpegang pada syarat Deputi Menteri Negara Agraria/Kepala B.P.N. tersebut diatas, maka Penggugat sebagai pembeli Ielang atas tanah sengketa yang diadakan oleh Pengadilan Negeri Nganjuk melalui Kantor Lelang Negara Kediri harus mendapat perlindungan hukum, meskipun pada saat pelelangan dan balik nama kepembeli Ielang, sertifikat asli tanah yang bersangkutan, tidak disertakan karena dalam kasus ini sertifikat tanah No. 816 a’quo ada ditangan Pemerintah Daerah TK. II Nganjuk.
- Bilamana Pemerintah Daerah TK. II Kabupaten Nganjuk merasa berhak atas tanah ini, seharusnya mengajukan verzet terhadap pelaksanaan Ielang Eksekusi atas perintah Pengadilan Negeri tersebut, bukan hanya mengajukan surat keberatan dari Sekretaris Pemda. Hal ini dapat dimengerti, karena jual-beli yang dimiliki oleh Pemda tersebut berupa surat bawah tangan yang tidak memenuhi pasal 19 P.P. No. 10/tahun 1961.
- Berdasar atas alasan yuridis tersebut diatas, maka Majelis Mahkamah Agung memberi putusan :
Mengadili :
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Bo. 29/B/TUN/1996/PT.TUN Sby dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya No. 08/PUT.Tun/1996/P.TUN Sby.
Mengadili Sendiri
- Mengabulkan gugatan Penggugat
- Mengatakan Sertifikat Hak Milik No. 816/Kel. Kauman, Nganjuk-tidak mempunyai kekuatan hukum.
- Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan sertifkat baru atas nama Oei Ng. Tiong Kheng, seluas 2.570 M2. Di Jin. Gatot Subroto Nganjuk.
CATATAN :
- Dari putusan Majelis Mahkamah Agung tersebut diatas dapat diangkat “Abstrak Hukum” sbb :
- Lelang eksekusi atas sebidang tanah dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara berdasar Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Menurut Peraturan Lelang, harus disertai syarat penyerahan sertifikat asli tanah yang akan dijual Ielang eksekusi tersebut. Bilamana sertifikat asli tanah tersebut, karena sesuatu hal tidak dapat diserahkan Kepada Kantor Lelang Negara pada pelaksanaan penjual Ielang, maka penjualan lelang tanpa ada sertifikat asli tersebut, tetap sah dan pembeli lelang akan dilindungi oleh hukum. Selanjutnya, balik nama atas tanah tersebut dari pemilik lama kepada pemilik baru (pembeli lelang) dapat ditempuh melalui prosedur, sebagaimana isi surat dari Deputy Menteri Negara Agraria/B.P.N No. S. 329/PN/1994 tanggal 18 Februari 1994) yaitu ; Pembatalan sertifikat tanah yang terdahulu dan dengan “Risalah Lelang” sebagai “Surat Roya” dapat dilaksanakan pendaftaran peralihan hak tanah bedasar lelang eksekusi, kepada pembeli Sertifikat asli tanah yang dikuasai oleh pihak pemerintah Daerah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum.
- Demikian catatan dari kasus ini.
(Ali Boediarto)
- Pengadilan Tata Usaha Negara di Surabaya
No. 08/PUT.TUN/1996/P.TUN Sby, tanggal 3 April 1996
- Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya
No. 29/B/TUN/1996/PT. TUN Sby, tanggal 19 Juli 1996
- Mahkamah Agung RI.
No. 314 K/TUN/1996, tanggal 29 Juli 1998
Majelis terdiri dari : H. GERMAN HOEDIARTO, SH Ketua muda Mahkamah Agung sebagai Ketua Sidang, didampingi anggota Hakim Agung : Ny. Hj. EMIN AMINAH ACHADIAT, SH dan H. TOTON SUPRAPTO, SH serta Panitera muda ZAINAL AGUS, SH.
Recent Posts