PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA TERHADAP ASET KRIPTO YANG DIJADIKAN JAMINAN HUTANG
Gianvilla Erry Chandra A.D.H., S.H. M.Kn.
Secara umum transaksi di Indonesia pada dasarnya menggunakan Rupiah (Rp) aturan ini jelas tertuang di Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/pbi/2015 yang menyebutkan:
Bahwa Rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada mata uang lain yang dapat digunakan selama bertransaksi di daerah kedaulatan Indonesia, namun apakah hal ini berlaku terhadap kripto?. Kripto yang kita kenal pada dasarnya adalah mata uang yang digunakan untuk bertransaksi dibeberapa platfrom di Internet dan kripto sendiri memiliki nilai tertentu berdasarkan beberapa banyak seseorang menukarkan uangnya menjadi mata uang kripto. Berhubungan dengan uang tentunya kripto dapat dikatakan sebagai aset yang bernilai atau dapat dikatakan sebagai harta kekayaan seseorang. Maka jelas sesuatu yang bernilai akan menjadi aset tersendiri bagi orang tersebut, namun jika dikoneksikan dengan jaminan hutang piutang, apakah aset kripto dapat dijaminkan sebagai hutang piutang?
Jaminan
Jaminan pada dasarnya diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pasal 1 angka 2 yang menyebutkan jaminan atau jaminan fidusia adalah:
Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fisudusia terhadap kreditor lainnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa jenis jaminan fidusia yaitu terdiri dari benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud dan serta benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
Selain itu mengenai pengertian benda terletak di dalam pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang memberika pengertian benda yaitu barang dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Lebih lanjut diterangkan oleh Prof. M. Isnaeni mengenai pasal 499 KUHPerdata yaitu “segala sesuatu yang dapat dijadikan objek hak milik, salah satu cirinya yaitu pemegang hak milik dapat leluasa melakukan perbuatan hukum misalnya menjual, menghibahkan menyewakan dan menjamikan”.
Maka dalam hal ini apakah kripto termasuk ke dalam jenis barang/benda yang bisa dijaminkan? Lebih lanjut pembahasan dan definisi krypto.
Kriptografi (kripto)
Kemajuan teknologi yang semakin hari semakin pesat menciptakan banyak peluang bagi masyarakat untuk mencari Passive Income, salah satu dampak kemajuan teknologi ini adalah terciptanya kriptografi atau yang biasa dikenal dengan kripto. Kripto secara singkat merupakan metode komunikasi melalui suatu saluran yang dibuat dengan kode-kode tertentu bertujuan agar komunikasi tersebut aman dan terlindungi. Kripto telah dikenal semenjak zaman perang dunia ke II, yang mana dikutip dari money.kompas.com kala itu, Jerman memakai kriptografi guna mengirimkan kode-kode rahasia agar tidak mudah terbaca oleh pihak sekutu.
Berbeda hal dengan zaman jerman, kini kripto digunakan sebagai mata uang elektronik yang transaksinya dilakukan secara online, secara teknis penggunaan kripto tidak dapat dimanipulasi, yang dapat diartikan bahwa transaksi menggunakan kripto tidak dapat dipalsukan dikarenakan kode-kode yang telah dibuat secara terstruktur dan terahasia. Kripto sendiri dapat dikatakan sebagai mata uang online. Adapun kripto terpusat dalam suatu sistem yang dikenal dengan teknologi blockchain.
Salah satu mata uang kripto yang tidak asing didengar oleh masyarakat adalah “Bitcoin”, apakah Bitcoin illegal? Atau legal secara hukum Indonesia?. Bahwa dikutip dari salah satu buku yang ditulis oleh Tim National Risk Assessment (NRA) Indonesia Tindakan Pidana Pendanaan Terorisme yang berjudul “Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pendanaan Terosrisme Tahun 2015” menyebutkan Bitcoin merupakan salah satu bentuk New Payment (NPM) Berupa Virtual Currency yang masih belum mendapat pengaturan yang jelas dan tegas, dalam penggunaanya sering dikaitkan untuk transaksi hasil suatu tindak pidana.
Selain itu berdasarkan penjelasan pasal 202 Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyediaan Jasa Pembayaran menyatakan secara terang bahwa :
Bitcoin, BlackCoin, Dash, Dogecoin, Litcoin, Namecoin, Nxt, Primecoin, Ripple, dan Ven adalaha contoh dari Virtual Currency.
Apa itu virtual currency? Virtual currency berdasarkan penjelasan pasal 204 ayat (1) huruf b PBI 23/2021 menjelaskan bahwa virtual currency adalah uang digital yang diterbitkan oleh pihak selain otoritas moneter, lebih lanjut lagi dijelaskan di pasal 1 angka 4, pasal 202 dan pasal 203 PBI 23/2021 menyebutkan bahwa:
Penyedia jasa pembayaran seperti bank atau Lembaga selain bank yang menyediakan jasa untuk memfasilitasi transaksi pembayatan kepengguna jasa dilarang menerima pemrosesan dan mengaitkan Virtual Currency dengan transaksi pembayatan. PJP juga dilarang memfasilitasi perdagangan Virtual Currency sebagai komoditas kecuali yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kripto Sebagai Jaminan
Maka perlu kita lihat terlebih dahulu pengklasifikasian kripto disini apakah sebagai barang tidak berwujud atau tidak sama sekali masuk kedalam kategori sebagai barang yang dapat dijadikan jaminan fidusia?
Berdasarakan pasal 1 angka 7 Peraturan Badang Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggara Pasal Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka (Perbappebti 5/201) menjelaskan bahwa:
Aset kripto pada dasarnya ada komoditi tidak bewujud yang berbentuk digital aset menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.
Bahwa aset kripto disini termasuk sebagai komoditi yang dapat diperjualbelikan di pasar fisik aset kripto dibursa berjangka, dianggap sebagai pasar fisik yang dilaksanakan menggunakan sarana elektronik yang difasilitasi oleh bursa berjangka atau sarana elektronik yang dimiliki oleh pedagang fisik sehingga aset kripto dapat diperjualbelikan. Maka kripto disini adalah barang tidak berwujud yang jika dikoneksikan pasal 503 KUHPerdata yang menyebutkan:
Ada barang yang bertubuh, dan ada barang yang tak bertubuh.
Namun tentu dalam hal ini kreditur sebaiknya lebih berhati-hati karena risiko yang sangat tinggi pada aset kripto yaitu seperti fluktuasi harga dan risiko lainnya.
Kesimpulan
Aset kripto memang dapat dijadikan barang jaminan karena dianggap sebagai barang yang tidak berwujud, namun tentu terdapat risiko tersendiri, yang mana kripto merupakan barang yang tidak berwujud yang memungkinkan untuk mengalami fluktuasi yang tidak konsisten, serta bukti kepemilikannya berdasarkan pasal 1 angka 11 Perbappebti nomor 5 tahun 2019 hanya sekedar bukti simpan aset kripto, maka sebaiknya disarankan kepada kreditur bahwa sebaiknya jaminan berupa kripto hanya dijadikan sebagai agunan tambahan bukan sebagai agunan pokok, yang sebagaimana diterapkan juga pada jaminan berupa saham yaitu hanya sebagai agunan tambahan dikarenakan memiliki sifat yang sama dengan kripto yaitu fluktuatif.