Masukan RUU BUMN: Minimalisir Kriminalisasi Pengurus
Kenny Wiston
PENDAHULUAN
RUU BUMN sedang digodok. Perlu masukan agar pengurus BUMN dapat bekerja dengan tenang dan profesional tanpa dihantui rasa takut dan kriminalisasi atas kerugian BUMN. Harus ada penjabaran mana yang dapat dikategorikan sebagai kerugian negara atau BUMN, dan apa keterkaitan unsur pihak yang diuntungkan dalam hukum administrasi dan tindak pidana korupsi. Selain itu, tulisan ini memberikan kiat-kiat praktis untuk menghindari kriminalisasi terhadap pengurus BUMN apabila terjadi kerugian BUMN. Seluruh analisis didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi yang berlaku di Indonesia.
PEMBAHASAN
- Kualifikasi Kerugian BUMN sebagai Kerugian Negara
- Kerugian BUMN yang dapat dikategorikan sebagai kerugian negara diatur dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang BPK dan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
- Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, BUMN adalah badan usaha yang modalnya dimiliki negara, baik seluruh maupun sebagian besar.
- Modal BUMN dapat berasal dari APBN maupun non-APBN, dan kekayaan BUMN yang berasal dari APBN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.
- Kerugian negara menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang BPK adalah kekurangan uang, surat berharga, dan/atau barang milik negara yang nyata dan pasti jumlahnya akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai.
- Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Perbendaharaan Negara memperluas cakupan penyelesaian kerugian negara pada pengelola BUMN yang sahamnya dimiliki negara minimal 51%, kecuali diatur lain.
- Terdapat perbedaan pendapat dalam praktik dan doktrin hukum mengenai apakah setiap kerugian BUMN otomatis merupakan kerugian negara. Sebagian pendapat menegaskan kekayaan BUMN, khususnya Persero, adalah kekayaan terpisah dari negara, sehingga kerugian BUMN tidak selalu dapat dikategorikan sebagai kerugian negara, kecuali jika secara nyata dan pasti mengurangi kekayaan negara yang dipisahkan.
- Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 62/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa pemisahan kekayaan negara dalam BUMN tidak berarti kekayaan BUMN terlepas dari kekayaan negara, sehingga dalam konteks tertentu kerugian BUMN tetap dapat dianggap sebagai kerugian negara.
- Penetapan kerugian negara dalam kasus BUMN hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan perhitungan BPK sesuai Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang BPK.
Dengan demikian, kerugian BUMN yang dapat dikategorikan sebagai kerugian negara adalah kerugian yang secara nyata dan pasti mengurangi kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN, khususnya apabila terjadi akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai, dan terbukti melalui pemeriksaan oleh BPK.
- Unsur Pihak yang Diuntungkan dalam Hukum Administrasi dan Kaitannya dengan UU Tipikor
- Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), unsur “menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi” merupakan elemen penting dalam pembuktian tindak pidana korupsi.
- Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana.
- Pasal 3 UU Tipikor menegaskan bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga dipidana.
- Dalam hukum administrasi, unsur adanya pihak yang diuntungkan sering kali menjadi syarat untuk membedakan antara pelanggaran administratif dan tindak pidana korupsi.
- Dalam UU Tipikor, unsur “menguntungkan” tidak terbatas pada keuntungan materiil, melainkan juga dapat berupa keuntungan non-materiil yang diperoleh secara melawan hukum.
- Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, sebagaimana dipertegas oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006, menyatakan bahwa perbuatan melawan hukum mencakup baik perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (formil) maupun yang bertentangan dengan rasa keadilan atau norma sosial (materiil).
- Dengan demikian, jika suatu pelanggaran administratif juga memenuhi unsur memperkaya atau menguntungkan diri sendiri/orang lain/korporasi secara melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara, maka perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi menurut Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
Jadi, dalam UU Tipikor, keberadaan pihak yang diuntungkan merupakan unsur esensial, dan jika unsur ini terpenuhi bersama dengan unsur melawan hukum dan kerugian negara, maka pelanggaran administratif dapat bertransformasi menjadi tindak pidana korupsi.
3. Masukan dan Penjabaran dalam RUU BUMN untuk Perlindungan Pengurus BUMN
- Penegasan prinsip business judgment rule perlu diakomodasi secara eksplisit dalam Undang-Undang BUMN, sebagaimana diatur dalam Pasal 9F ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025, yang menyatakan bahwa anggota Direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian, tidak ada benturan kepentingan, serta telah mengambil tindakan pencegahan.
- Pembatasan kualifikasi kerugian BUMN sebagai kerugian negara harus dijabarkan dan ditegaskan, sebagaimana dalam Pasal 4B Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025, bahwa keuntungan atau kerugian BUMN merupakan keuntungan atau kerugian BUMN, bukan negara.
- Standar pembuktian unsur melawan hukum dan keuntungan pribadi harus diatur rinci, sehingga sanksi pidana korupsi hanya dapat dikenakan apabila terbukti adanya perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, serta menimbulkan kerugian negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
- Perlindungan hukum bagi pengurus yang beritikad baik perlu ditegaskan dalam Undang-Undang BUMN, sebagaimana diatur dalam Pasal 9F ayat (1) dan (2).
- Penetapan kerugian negara dalam kasus BUMN hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan perhitungan BPK, sesuai Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang BPK.
- Penguatan etika dan tata kelola melalui kepatuhan pada Pasal 41 dan Pasal 42 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-2/MBU/03/2023.
- Penegasan Status Kekayaan BUMN, dalam RUU bahwa modal negara yang dipisahkan pada BUMN bukan lagi bagian dari APBN, tetapi menjadi kekayaan BUMN yang tunduk pada prinsip hukum perseroan terbatas. Konsekuensinya, kerugian dalam kegiatan usaha BUMN adalah business loss, bukan otomatis kerugian negara.
- Definisi Kerugian Negara vs Kerugian Perusahaan, RUU harus mendefinisikan secara tegas kerugian negara: penyalahgunaan keuangan negara sebelum dipisahkan atau penyetoran laba/dividen yang tidak sesuai aturan. Kerugian BUMN: risiko bisnis akibat dinamika pasar, salah strategi, atau fluktuasi harga yang masih dalam koridor keputusan bisnis wajar.
- Perlu pemisahan normatif: kerugian BUMN ≠ kerugian negara, kecuali ada bukti fraud, korupsi, atau benturan kepentingan.
Dengan penjabaran di atas, RUU BUMN dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan yang memadai bagi pengurus BUMN, sehingga mereka dapat bekerja secara profesional tanpa rasa takut yang berlebihan terhadap risiko kriminalisasi atas kerugian bisnis yang wajar.
- Kiat Menghindari Kriminalisasi terhadap Pengurus BUMN atas Kerugian BUMN
- Melaksanakan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian sesuai Pasal 9F ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025.
- Menghindari benturan kepentingan dan keuntungan pribadi, sebagaimana diatur dalam Pasal 9E dan Pasal 9F ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025.
- Mengambil tindakan pencegahan atas potensi kerugian sesuai Pasal 9F ayat (1) huruf d.
- Mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar BUMN sebagaimana diatur dalam Pasal 9D Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025.
- Mendokumentasikan setiap keputusan dan proses bisnis secara transparan dan akuntabel untuk membuktikan kepatuhan terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
- Mematuhi pedoman etika dan kebijakan anti korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 42 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-2/MBU/03/2023.
- Memastikan kerugian BUMN tidak otomatis dianggap kerugian negara, sesuai Pasal 4B Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025.
Dengan menerapkan kiat-kiat di atas, pengurus BUMN dapat meminimalisir risiko kriminalisasi atas kerugian BUMN selama tindakan yang diambil telah sesuai dengan prinsip kehati-hatian, itikad baik, dan tidak melanggar hukum.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa RUU BUMN perlu menegaskan kerugian BUMN hanya dapat dikategorikan sebagai kerugian negara apabila secara nyata dan pasti mengurangi kekayaan negara yang dipisahkan dan terjadi akibat perbuatan melawan hukum. Pengurus BUMN harus dilindungi melalui penerapan prinsip business judgment rule, pembatasan kualifikasi kerugian, serta perlindungan hukum bagi tindakan yang dilakukan dengan itikad baik. Rekomendasi normatif termasuk meliputi penegasan status kekayaan, rincian definisi kerugian dan pembatasan normatif mana yang merupakan kerugian BUMN dan atau Negara.
LAMPIRAN DASAR HUKUM
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
- Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-2/MBU/03/2023 Tahun 2023 tentang Pedoman Tata Kelola dan Kode Etik BUMN
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
- Klinik Hukumonline: Apakah Setiap Kerugian BUMN Dianggap Korupsi?
- Klinik Hukumonline: Rugi/Kerugian Negara