BPK Bongkar Dugaan Korupsi di PT Saka Energi, Negara Terancam Rugi Triliunan
Boy Rodriguez
BPK Bongkar Dugaan Korupsi di PT Saka Energi, Negara Terancam Rugi Triliunan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan serius terkait praktik akuisisi yang dilakukan PT Saka Energi Indonesia, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Laporan audit itu Temuan BPK atas Dugaan Korupsi di PT Saka Energi Indonesia
Latar Belakang
PT Saka Energi Indonesia terlibat dalam serangkaian akuisisi wilayah kerja migas pada periode 2012–2015. BPK menemukan adanya indikasi kerugian negara akibat praktik akuisisi tersebut.
Temuan Hukum
1. Harga Akuisisi Tidak Wajar
BPK menilai pembelian saham sejumlah blok migas dilakukan di atas nilai keekonomian. Hal ini berpotensi menimbulkan overpricing dan membuka dugaan adanya persekongkolan atau praktik mark-up.
Kondisi ini memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Tidak Dilakukannya Kajian Due Diligence
Proses akuisisi dilakukan tanpa kajian komprehensif (due diligence) baik dari aspek hukum, keuangan, maupun teknis.
Praktik ini bertentangan dengan prinsip kehati-hatian (prudential principle) dalam hukum korporasi, serta dapat dikategorikan sebagai kelalaian yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
3. Pelanggaran Prinsip Tata Kelola Perusahaan (GCG)
Ketidakpatuhan terhadap standar tata kelola perusahaan yang baik menimbulkan pertanggungjawaban pidana korporasi.
Berdasarkan Perma No. 13 Tahun 2016, korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana apabila tindak pidana dilakukan untuk kepentingan korporasi dan atas instruksi pengurus.
Konsekuensi Hukum
Pidana Individu: Direksi, komisaris, atau pihak terkait yang terbukti menyalahgunakan kewenangan dapat dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.
Pidana Korporasi: PT Saka Energi Indonesia sebagai badan hukum dapat dikenakan denda serta perampasan aset berdasarkan doktrin corporate criminal liability.
Tanggung Jawab Perdata: Negara dapat menempuh jalur perdata untuk melakukan asset recovery melalui gugatan ganti rugi.
Analisis
Kasus Saka Energi mencerminkan lemahnya kontrol dalam pengelolaan investasi BUMN strategis di sektor migas. Selain potensi kerugian triliunan rupiah, praktik tersebut melanggar prinsip kehati-hatian yang wajib dijunjung dalam transaksi korporasi. Secara hukum, jika terbukti adanya kesengajaan atau kelalaian berat (gross negligence), maka penegakan hukum harus dilakukan baik terhadap individu pengurus maupun badan usaha sebagai korporasi.
Kesimpulan
Temuan BPK atas PT Saka Energi Indonesia bukan sekadar persoalan administratif, melainkan dugaan tindak pidana korupsi dengan implikasi serius terhadap keuangan negara. Oleh karena itu, penyidikan Kejaksaan Agung perlu diarahkan untuk memastikan pertanggungjawaban pidana individu maupun korporasi, serta pemulihan aset negara yang berpotensi hilang.