Pengaturan, Implementasi, dan Tantangan Power Wheeling (Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi Listrik) di Indonesia
Kenny Wiston
PENDAHULUAN
Memorandum ini membahas aspek hukum, kelebihan dan kelemahan, kesiapan implementasi, serta tantangan kelembagaan terkait power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan transmisi listrik di Indonesia. Analisis dilakukan berdasarkan kerangka hukum nasional, khususnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2021, serta memperhatikan urgensi, hambatan, dan langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk optimalisasi power wheeling dalam mendukung efisiensi, keandalan, dan transformasi sektor ketenagalistrikan nasional.
PEMBAHASAN
- Pengaturan dan Urgensi Penetapan Power Wheeling di Indonesia
- Power wheeling di Indonesia diatur secara komprehensif melalui beberapa peraturan perundang-undangan, dengan tujuan utama meningkatkan efisiensi dan keandalan sistem ketenagalistrikan nasional.
- Pasal 46 Permen ESDM 11/2021 mengatur bahwa pemanfaatan bersama jaringan transmisi dan/atau distribusi tenaga listrik dapat dilakukan oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik, dengan syarat sesuai kapasitas jaringan dan grid code.
- Negosiasi harga sewa jaringan diatur dalam Pasal 50-52 Permen ESDM 11/2021, yang mewajibkan adanya kesepakatan harga sewa dan persetujuan dari Menteri atau gubernur sesuai kewenangan.
- Pasal 33 UU 30/2009 menegaskan bahwa harga sewa jaringan tenaga listrik harus berdasarkan prinsip usaha yang sehat dan memerlukan persetujuan pemerintah pusat/daerah, dengan memperhatikan kesepakatan antar badan usaha.
- Tata cara penetapan harga jual, sewa jaringan, dan tarif tenaga listrik diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah sebagaimana diamanatkan Pasal 36 UU 30/2009.
Urgensi penetapan power wheeling terletak pada:
- Meningkatkan efisiensi pemanfaatan infrastruktur transmisi dan distribusi.
- Mendorong integrasi energi baru dan terbarukan.
- Memberikan akses lebih luas bagi pelaku usaha untuk menyalurkan listrik ke konsumen akhir.
- Menjamin keandalan sistem tenaga listrik nasional dan menghindari duplikasi investasi.
- Menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif, serta mendukung kebijakan transisi energi nasional.
Dengan demikian, pengaturan power wheeling telah memiliki dasar hukum yang jelas dan urgensi penetapannya sangat strategis untuk mendukung efisiensi dan transformasi sektor ketenagalistrikan nasional.
- Kelebihan, Kelemahan, dan Perbandingan Internasional Power Wheeling
Kelebihan power wheeling:
- Meningkatkan efisiensi penggunaan infrastruktur jaringan yang telah ada dan mengurangi kebutuhan investasi baru (Pasal 46, Pasal 50 ayat (1) huruf b Permen ESDM 11/2021).
- Mendorong integrasi energi baru dan terbarukan ke dalam sistem kelistrikan nasional (Pasal 33 ayat (1) dan (2) UU 30/2009).
- Meningkatkan kompetisi dan transparansi di sektor ketenagalistrikan, serta memberikan pilihan lebih luas bagi konsumen dan pelaku usaha (Pasal 33 ayat (2) UU 30/2009).
Kelemahan power wheeling:
- Memerlukan pengaturan teknis dan tata kelola yang ketat terkait kapasitas jaringan, keandalan sistem, dan penetapan harga sewa jaringan (Pasal 50 ayat (2), Pasal 51 ayat (2) Permen ESDM 11/2021).
- Potensi risiko terhadap kedaulatan energi nasional jika akses jaringan tidak diatur secara proporsional.
- Diperlukan sistem pengawasan dan penegakan hukum yang kuat untuk memastikan kepatuhan terhadap grid code dan mencegah monopoli akses jaringan (Pasal 46, Pasal 54 ayat (1) Permen ESDM 11/2021).
Negara yang telah menerapkan power wheeling antara lain Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa (Jerman, Inggris, Prancis), Australia, Jepang, dan Korea Selatan, dengan regulasi open access dan unbundling sektor ketenagalistrikan yang matang.
Indonesia dinilai belum termasuk negara yang cepat dalam implementasi power wheeling, karena pengaturan detail baru diadopsi melalui Permen ESDM 11/2021 dan masih dalam tahap penguatan di tingkat undang-undang. Namun, kerangka hukum telah tersedia dan penyesuaian regulasi terus dilakukan untuk mendukung implementasi power wheeling secara optimal.
- Langkah dan Persiapan Agar Power Wheeling Berjalan Ideal
Agar power wheeling dapat berjalan ideal, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
- Penyesuaian dan penguatan regulasi, baik dalam UU Ketenagalistrikan, UU Energi Baru dan Terbarukan, maupun peraturan pelaksanaannya, termasuk penetapan persyaratan akses jaringan, tata kelola sistem, dan mekanisme penetapan harga sewa jaringan yang transparan dan adil.
- Penguatan infrastruktur dan sistem jaringan, memastikan kapasitas transmisi memadai, sistem proteksi, dan keandalan operasional.
- Penetapan standar operasional dan tata kelola, termasuk penyusunan SOP, mekanisme penyelesaian sengketa, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan power wheeling.
- Penguatan kelembagaan dan pengawasan, dengan membentuk atau memperkuat lembaga pengawas independen untuk memastikan kepatuhan regulasi, mencegah monopoli, dan menjamin keterbukaan akses.
- Peningkatan kapasitas SDM dan adopsi teknologi terkini untuk mendukung integrasi sistem dan digitalisasi monitoring.
- Sosialisasi dan kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan pemahaman dan dukungan bersama.
Langkah-langkah tersebut akan memastikan implementasi power wheeling berjalan efisien, berkelanjutan, dan mendukung pencapaian target bauran energi nasional.
- Kekhawatiran dan Penolakan PLN terhadap Power Wheeling
Penolakan dan kekhawatiran PT PLN (Persero) terhadap power wheeling didasari oleh beberapa faktor strategis:
- Power wheeling mewajibkan PLN sebagai pemilik jaringan untuk menyediakan akses kepada pemegang izin usaha lain, yang berpotensi mengurangi dominasi PLN dalam pengelolaan dan penjualan tenaga listrik.
- Potensi berkurangnya pendapatan PLN dari penjualan listrik, karena produsen listrik swasta dapat langsung menyalurkan listrik ke konsumen akhir melalui jaringan PLN dengan membayar sewa jaringan.
- Risiko teknis dan keandalan sistem, karena power wheeling menuntut pengelolaan kapasitas jaringan dan grid code yang sangat ketat.
- Kekhawatiran terhadap kedaulatan energi nasional, karena akses jaringan dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha swasta untuk kepentingan komersial.
- Potensi beban tambahan bagi PLN dalam investasi dan pemeliharaan jaringan, sementara pendapatan dari sewa jaringan belum tentu menutupi potensi kehilangan pendapatan dari penjualan listrik langsung.
Kekhawatiran ini sangat besar karena menyangkut aspek ekonomi, keandalan sistem, kedaulatan energi, dan keberlanjutan bisnis PLN sebagai BUMN strategis di sektor ketenagalistrikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis di atas, power wheeling di Indonesia telah memiliki dasar hukum yang jelas dan urgensi strategis untuk mendukung efisiensi dan transformasi sektor ketenagalistrikan. Namun, implementasi ideal memerlukan penguatan regulasi, infrastruktur, tata kelola, dan pengawasan, serta penanganan kekhawatiran PLN secara proporsional. Direkomendasikan agar pemerintah mempercepat harmonisasi regulasi, memperkuat pengawasan, dan mendorong kolaborasi seluruh pemangku kepentingan guna memastikan power wheeling berjalan efektif, adil, dan berkelanjutan.
LAMPIRAN DASAR HUKUM