PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM
Gianvilla Erry Chandra A.D.H., S.H.
Hakim atau yang biasa yang disebut dalam bahasa belanda sebagai Rechter adalah seorang yang menjabat sebagai pemipin sidang, kata Hakim sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu حكم (hakima) yang jika diartian sebagai Aturan, Peraturan, Kekuasaan atau pemerintah. Dalam melanjalankan fungsi dan tugasnyapun sendiri hakim adalah seseorang yang sangat diagungkan di dalam suatu persidangan makanya sering kita dengan bahwa hakim sering disebut sebagai Hakim Agung, fungsi dari haki sendiri sangat penting karna sebagai seorang hakim wajib untuk memutus suatu peristiwa konkret (Das Sein) yang terjadi dikalangan masyarakat selain itu hakim sendiri adalah suatu jabatan yang selalu dihadapkan dengan peristiwa-peristiwa konkret, konflik atau kasus yang yang mana wajib untuk diselesaikan ataupun dipecahkannya dalam permasalahan/konflik yang hakim hadapi banyak dari kasus tersebut tentunya tidak ataupun belum diatur secara hukum tertulis karna berdasarkan hemat penulis bahwa hukum sendiri adalah bersifat “Statis” atau hukum tidak akan pernah lengkap atau tidak dapat mengikuti perkembangan jaman, maka dari itu tugas hakimpun telah diatur di dalam Undang-Undang Kehakiman yang mana mewajibkan hakim untuk memutus dan mengisi kekosongan hukum yang terjadi, bagaimana konstruksi hukum penemuan hakim tersebut? Apa dasar-dasar hukum positif yang membuat hakim dapat memutus terhadap hukum yang belum ditemukan atau belum lengkap?
Dasar Hukum Positif Penemuan Hukum Oleh Hakim
Penemuan Hukum pada dasarnya disimpulakan sebagai suatu proses pembentukan hukum yang sangat melekat pada hakim maupun instansi-instansi berwenang dalam melakukaknya, dikarnakan suatu jabatan hakim adalah suatu jabatan yang sangat signifikan dalam menghadapi suatu peristiwa yang terjadi dalam kehiduan bermasyarakat, suatu putusan hakim adalah menjadi suatu penentu bagi para pihak berpekara dipengadilan, apakah salah satu pihak dianggap benar atau salah, hakim sendiri sering diistilahkan sebagai wakil Tuhan dikalangan masyarakat karna banyak masyarakat menggangap bahwa suatu hukuman atau kebaikan hanya berasal dari tuhan maka hakim sendiri melakukan salah satu kewajiban yang sama namun yang membedakan hanya hakim sebagai manusia yang diberi kewenangan oleh Negara dan Undang-Undang.
Secara teoritis sistem “Penemuan Hukum atau dalam bahasa belanda Rechtvinding adalah suatu sistem yang telah lama dikenal namun beberapa ahli mengartikan secara mendasar terhadap istilah penemuan hukum yaitu Paul Scholten adalah seorang ahli hukum belanda yang memberikan pemahaman penemuan hukum sebagai “toepassing van regels op feiten en de regels geeft alleen de wet” atau yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia yaitu “Penerapan peraturan terhadap fakta-fakta dan peraturan-peraturan tersebut terhadap fakta-fakta dan peraturan-peraturan tersebut hanyalah yang diberikan oleh undang-undang” kadang-kadang dan bahkan sering terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan, baik dengan jalan intrepertasi maupun dengan jalan analogi ataupun Rechtsverfining. Selain itu Utrecht mengatakan bahwa bilamana Undang-Undang tidak menyebut suatu Perkara, maka hakim harus bertinda inisiatif sendiri untuk menyelesaikan perkara tersebut. Dapat disimpulkan bahwa suatu sistem penemuan hukum adalah suatu sistem yang telah lama di terapkan oleh sistem hukum didunia namun menurut hemat penulis suatu hukum penemuan hukum secara sistematis lah yang masih terbilang baru, namun penemuan hukum sudah lama terjadi maupun pada saat suatu kolonisasi yang pada zaman dulu terkumpul menjad satu kelompokpun sudah melakukan penemuan hukum ataupun hukum/peraturan bagi kelompok antara mereka saja. Jika secara sistematis dikaitkan dengan penemuan hukum yang diterapkan sekarang sangatlah berbeda jauh dengan penemuan hukum yang dilakukan pada zaman dahulu.
Jika kita lihat penerapan penemuan hukum pada zaman sekarang terutama di Negara Republik Indonesia bahwa hakim diIndonesia sendiri juga wajib dalam menemukan hukum terutama dalam mengisi kekosongan hukum ataupun melengkapi hukum yang belum sempurna adapun dasar hukum positif yang mewajibkan Hakim untuk menemukan hukum yaitu ada pada Pasal 10 Ayat 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang mana menyebutkan :
Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Yang mana dasar ini ada adalah suatu dasar yang sangat dapat mewajibkan seorang hakim untuk melakukan penemuan hukum karna pada dasarnya jika disimpukan pada pasal diatas adalah dimana suatu pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa mengadili dan memutus suatu perkara yang mana salah satunya jika perkara tersebutpun belum mempunyai hukumnya.
Selain itu juga terdapat di dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman yang mana menyebutkan bahwa :
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Jika disimpukan bahwa seorang hakim wajib dalam menjalankan tugasnya untuk mencari mengali serta mengikuti peristiwa konkret yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat dan salah satunya peristiwa yang belum pernah hakim itu sendiri hadapi ataupun peristiwa yang tidak ada dasar hukumnya, jadi pada dasarnya hakim akan selalu menghadapi hal-hal tersebut maka dari itu pasal-pasal yang mengatur kekuasaan kehakiman di atas bersifat Fleksible atau dapat mengikuti perkembangan zaman.
Mengapa Hukum Tidak Pernah Sempurna Dan Harus Selalu Ditemukan?
Pada dasarnya masyarakat dengan segala kebutuhan maupun kepentingannya selalu mengalami perubahan dan juga perkembangan, yang mana jika diartikan ataupun dikaitkan dengan Hukum yang berlaku maka hukum yang berlaku tidak akan pernah bisa mendahului apa yang akan terjadi karena pada dasarnya hukum bersifat Statis, Kaku dan Lamban selalu ketertinggalan dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat maka dari itu hukum tidak akan pernah bersifat sempurna dan wajib untuknya untuk selalu ditemukan terobosan baru dalam hukum oleh para pemangku-pemangku hukum yang selalu meghadapi peristiwa-peristiwa/konflik yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat.
Apakah Penemuan Hukum Oleh Hakim Menjadi Hukum Positif?
Ketika hakim dalam memutus perkaranya melakukan penemuan hukum atas peristiwa tersebut pada dasarnya tidak dapat berlaku sebagai hukum positif ataupun hukum yang berlaku secara utuh maupun berlaku secara nasional adapun ketentuan ini terdapat pada pasal 21 AB Peraturan Umum Mengenai Perundang-Undangan Untuk Indonesia atau Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie yang mana peraturan tersebut menyebutkan :
Hakim tidak diperkenankan, berdasarkan verordening umum, disposisi atau reglemen, memutus perkara yang tergantung pada putusannya.
Yang dapat diartikan bahwa hakim tidak dapat memberi keputusan yang akan berlaku sebagai peraturan umum maupun putusan itu memiliki unsur penemuan hukum.
Selain itu juga terdapat pada pasal 1917 (2) KUHPerdata yang menentukan “bahwa kekuasaan keputusan hakim hanya berlaku tentang hal-hal yang diputuskan dalam keputusan tersebut.
Kekuatan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan.
Jika disimpulkan bahwa kekuasaan keputusan hakim hanya berlakuk tentang hal-hal atau peristiwa yang dia putuskan dalam keputusannya tersebut jadi dalam kata lain bahwa tidaklah seorang hakim dapat membentuk suatu undang-undang baru secara bulat dan utuh namun kesimpulannya bahwa putusan hakim yang mengandung sumber penemuan hukum dapat menjadi sumber hukum bagi undang-undang yang berlaku karna undang-undang sendiri tidak bersifat sempurna jadi butuhnya banyak sumber yang akan menjadi suatu hukum yang berlaku dan menjadi patut untuk diterapkan pada masyarakat.