PESAN TEXT DAN GAMBAR SEBAGAI BUKTI PERSELINGKUHAN
Reza Putra Rahmaditya, S.H.
Pada dewasa ini, dengan perkembangan media sosial yang sangat masif menimbulkan banyaknya kesempatan seseorang yang telah menikah untuk berselingkuh, dengan adanya media sosial, seseorang dengan mudah untuk mencari “teman untuk saling mengirim pesan, sampai untuk mencari kesenangan belaka” tanpa harus bertemu langsung dan/atau bertatap muka, mereka dapat menggunakan media sosial di mana saja dan kapan saja dengan menggunakan aplikasi tersebut tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi. Jika terdapat isi pesan pada media sosial yang mengandung unsur perselingkuhan maka hal tersebut bisa dijadikan bukti autentik untuk membawa kasus ini ke Pengadilan Agama dan/atau Pengadilan Negeri.
Pengertian Selingkuh
Pada dasarnya, istilah “selingkuh” bila merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki makna, yaitu: “menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur.” Perselingkuhan tidak hanya menghancurkan keharmonisan keluarga yang telah dibina selama beberapa bulan atau tahun, meskipun mereka telah mempunyai anak dari hasil perkawinan tersebut dan telah berumur dewasa, namun tetap saja perselingkuhan tersebut dapat membuat keharmonisan rumah tangga hancur, dan berakhir di meja hijau.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Seseorang Yang Berselingkuh Dalam KUHP
Bagi pelaku yang telah melakukan perbuatan selingkuh maka mereka dapat dikenakan ancaman hukuman yakni penjara dan juga denda. Hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal 284 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebutnya KUHP) dan Pasal 411 ayat (1) dan (2) UU 1/2023 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebutnya KUHP), yang berlaku 3 (tiga) tahun kemudian sejak dibuatnya UU tersebut. Adapun bunyi dari kedua pasal tersebut sebagai berikut:
Pasal 284 ayat (1) dan (2) KUHP | Pasal 411 ayat (1) dan (2) UU 1/2023 |
Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) bulan:
1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa ada pasal 27 BW yang telah berlaku, b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa ada pasal 27 BW yang telah berlaku, 2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin; b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga. |
1. Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, diancam pidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu senilai Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
2. Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. b. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. |
Menurut pasal tersebut, seseorang bisa dikategorikan sebagai perselingkuhan jika disertai dengan tindakan perzinaan yakni pihak yang berselingkuh telah melalukan hubungan seksual antara wanita dan pria yang tidak berstatus suami istri.
Pembuktian Pidana Bagi Pelaku Perselingkuhan
Bila seseorang yang berselingkuh mengirimkan sebuah pesan ataupun obrolan mesra dan mengarah pada pertemuan mereka di sebuah hotel dan/atau rumah salah satu pihak maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan perselingkuhan dan dapat dilaporkan kepada kepolisian mengenai tindakan tersebut. Namun, jika unsur pasal perselingkuhan yakni Pasal 284 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP) serta Pasal 411 ayat (1) dan (2) UU 1/2023 yang diterapkan tidak terpenuhi, maka perbuatan perselingkuhan tersebut tidak dapat dibuktikan.
Pembuktian Dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Bagi Pelaku Perselingkuhan
Bila pelaku selingkuh dan telah terbukti berselingkuh dengan menggunakan media sosial, maka dapat dibuktikan dan dapat diakui dengan bukti-bukti sebagaimana berikut:
- Bukti pesan yang dikirimkan melalui media sosial tersebut;
- Foto dan video yang dikirimkan melalui media sosial tersebut;
- Bukti rekaman percakapan atau voice notes yang dikirimkan melalui media sosial tersebut;
Adapun pembuktian perselingkuhan tersebut terdapat dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Selanjutnya disebut dengan UU ITE), sebagaimana berikut:
“Bahwa keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai akat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.”
Pertanggungjawaban Dalam Aspek Hukum Perdata Bagi Pelaku Perselingkuhan
Dari sisi hukum perdata, perbuatan perselingkuhan sama dengan Perbuatan Melawan Hukum (Selanjutnya disebut dengan “PMH”). PMH telah dijelaskan di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya disebut dengan “KUH Perdata”) dimana menurut pasal ini, PMH diberi pengertian sebagai berikut :
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.
Menurut Rosa Agustina, dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum, bahwa dalam menentukan suatu perbuatan sehingga dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum, diperlukan 4 syarat :
- “Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
- Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
- Bertentangan dengan kesusilaan;
- Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.”
Perbuatan perselingkuhan dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum dikarenakan dapat merugikan pasangan secara materiil dan immateriil baik dari istri dan/atau suami dari pihak yang telah berselingkuh tersebut.
Contoh Putusan
Berdasarkan Putusan PN Klaten No. 15/PID.B/2013/PN.KLT, bahwa perselingkuhan dapat dimulai dengan adanya komunikasi melalui media sosial. Dalam contoh putusan ini, sebelum terdakwa dan saksi melakukan perzinaan, mereka berkomunikasi melalui telephone terlebih dahulu hingga akhirnya melakukan perzinaan.
Dengan begitu dapat disimpulkan, bahwa bukti beberapa pesan yang dikirimkan kepada wanita dan mengajak bertemu di hotel dan diskotik dan/atau club malam bisa digunakan untuk membuat laporan kepolisian sebagai awal mula bukti tindakan perselingkuhan dan perzinaan, dikarenakan komunikasi tersebut telah menjurus kepada “dugaan” adanya perbuatan perzinaan. Akan tetapi untuk membuktikan adanya perbuatan perzinaan, perlu dibutuhkan bukti lain yang sah dimata hukum untuk menyatakan pelaku telah melakukan perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan yaitu perbuatan seksual sesuai dengan Pasal yang tercantum pada Pasal 284 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (untuk selanjutnya disebut KUHP).
Kesimpulan
Maka dapat disimpulkan bahwa tindakan perselingkuhan lewat media sosial merupakan tindakan Perzinaan berdasarkan prespektif hukum Indonesia. Adapun tindakan ini telah diatur di dalam Pasal 284 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 411 ayat (1) dan (2) UU 1/2023 KUHP. Adapun pembuktian dari perselingkuhan di media sosial terdapat di dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU- ITE, dan perselingkuhan bila dihubungkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat dikategorikan dalam Pasal 1365 KUH Perdata, di mana perselingkuhan dapat merugikan pasangan yang sah secara materiil dan/atau immateriil.