UNSUR SENGAJA DAN TIDAK SENGAJA DALAM HUKUM PIDANA

 In Articles

Laurences Aulina
Kenny Wiston

Kesalahan

Dolus (sengaja) dan culpa (lalai) dalam hukum pidana masuk dalam pembahasan mengenai asas kesalahan (culpabilitas) sebagai salah satu asas fundamental dalam hukum pidana yang pada prinsipnya menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dipidana tanpa adanya kesalahan dalam dirinya. Asas ini dikenal juga dengan asas “tiada pidana tanpa kesalahan”, geen straaf zonder schuld, nulla poena sine culpa, actus non facit reum, nisi mens sit rea.

Dalam hukum pidana, kesalahan adalah dasar pencelaan terhadap sikap batin seseorang. Seseorang dikatakan memiliki kesalahan apabila sikap batinnya dapat dicela atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya (sikap batin yang jahat/tercela). Kesalahan sebagai salah satu syarat pemidanaan merupakan kesalahan dalam pengertian yuridis, bukan kesalahan dalam pengertian moral atau sosial.  Sudarto mengatakan bahwa kesalahan (dalam arti yang seluas-luasnya) terdiri atas beberapa unsur, yaitu:

  1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, artinya keadaan jiwa si pembuat harus normal;
  2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa);
  3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.

Seseorang dapat dipidana bukan hanya karena perbuatannya bersifat melawan hukum, tetapi juga karena terdapat unsur kesalahan dalam diri yang bersangkutan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dolus dan culpa merupakan bentuk kesalahan dan menunjukkan hubungan batin antara pelaku dan perbuatan.

Kesengajaan (dolus)

Kesengajaan yaitu menghendaki dan menginsyafi terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya. Dalam pengertian ini disebutkan bahwa kesengajaan diartikan sebagai menghendaki dan menginsyafi, artinya seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya. Dapat dikatakan bahwa kesengajaan berarti kehendak (keinginan) untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu. Dengan kata lain bahwa kesengajaan ditujukan terhadap suatu tindakan. Ada 3 (tiga) bentuk kesengajaan, yaitu:

  1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk)
    Kesengajaan sebagai maksud yaitu menghendaki untuk mewujudkan suatu perbuatan, menghendaki untuk tidak berbuat/melalaikan suatu kewajiban hukum, dan juga menghendaki timbulnya akibat dari perbuatan itu.
  1. Kesengajaan sebagai kepastian (opzet als zekerheldsbewustzijn)
    Kesengajaan sebagai kepastian yaitu kesengajaan yang berupa kesadaran seseorang terhadap suatu akibat yang menurut akal manusia pada umumnya pasti terjadi dikarenakan dilakukannya suatu perbuatan tertentu dan terjadinya akibat tersebut tidak dapat dihindarkan. Akibat yang timbul merupakan akibat lain dari tindakan yang dilakukannya bukan merupakan akibat yang dikehendaki. Dalam hal ini perbuatan menghasilkan 2 (dua) akibat, yaitu :
  • Akibat pertama sebagai akibat yang dikehendaki pelaku; dan
  • Akibat kedua sebagai akibat yang tidak dikehendaki pelaku tetapi harus terjadi agar akibat pertama (akibat yang dikehendaki) benar-benar terjadi.
  1. Kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis)
    Kesengajaan sebagai kemungkinan yaitu suatu kesadaran untuk melakukan perbuatan yang telah diketahuinya bahwa akibat lain yang mungkin akan timbul dari perbuatan itu yang tidak ia inginkan dari perbuatannya, namun si pembuat tidak membatalkan niat untuk melakukannya. Dengan kata lain, pelaku pernah berpikir tentang kemungkinan terjadinya akibat yang dilarang undang-undang, namun ia mengabaikannya dan kemungkinan itu ternyata benar-benar terjadi.

Selain bentuk-bentuk kesengajaan yang telah disebutkan diatas. Adapula beberapa jenis kesengajaan jika dilihat dari sifatnya, yaitu:

  1. Dolus Malus
    Dolus Malus adalah dalam hal seseorang melakukan suatu tindak pidana tidak saja ia hanya menghendaki tindakannya itu, tetapi juga menginsyafi bahwa tindakannya itu dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan pidana. Hal tersebut berarti aparat penegak hukum diwajibkan untuk membuktikan bahwa pelaku betul-betul menginsyafi bahwa tindakannya itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.
  1. Kesengajaan yang tidak mempunyai sifat tertentu (kleurloos begrip)
    Kesengajaan yang tidak mempunyai maksud adalah dalam hal seseorang melakukan suatu tindak pidana tertentu, cukuplah jika hanya menghendaki tindakannya itu. Dengan kata lain berarti ada hubungan yang erat antara kejiwaannya dengan tindakannya.

Jenis kesengajaan yang pertama sudah tidak dianut atau digunakan lagi oleh hukum pidana Indonesia. Sedangkan jenis kesengajaan yang kedualah yang dianut oleh hukum pidana Indonesia.

Lalai (Culpa)

Culpa (lalai/alpa) diartikan sebagai situasi dimana seseorang seharusnya melakukan tindakan penghati-hatian namun tidak melakukannya (tidak adanya kehati-hatian) atau seharusnya melakukan penduga-dugaan namun tidak melakukannya  (kurangnya perhatian terhadap akibat yang dapat timbul). Kelalaian/kealpaan ini kemudian dibagi menjadi kelalaian/kealpaan yang disadari (bewuste schuld) dan kelalaian/kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld).

Dalam kelalaian/kealpaan yang disadari (bewuste schuld), pelaku dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat atas perbuatannya. Namun ia percaya dan berharap akibatnya tidak akan terjadi dan melakukan upaya pencegahan agar akibat yang tidak dikehendaki itu tidak terjadi. Sementara itu, dalam kelalaian/kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld), pelaku tidak dapat membayangkan/memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat atas perbuatannya padahal seharusnya ia dapat menduganya.

Delik kealpaan (culpose delict) dirumuskan dengan menggunakan kata-kata “karena kealpaannya”. Dalam hukum pidana, kealpaan/kelalaian yang dapat dipidana hanyalah (culpa lata), yaitu culpa dengan kadar/derajat kekurang hati-hatian dan kekurang penduga-dugaan seseorang yang sangat besar (sangat lalai/alpa). Sementara kealpaan/kelalaian yang kadar/derajatkurang hati-hatian dan kurang penduga-dugaannya kecil (culpa levis) tidak dapat dipidana.

Batasan antara kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis) dan kealpaan yang disadari (bewuste schuld)

Secara teoritis, sengaja sebagai sadar kemungkinan/sengaja sebagai sadar bersyarat (dolus eventualis/voorwadelijk opzet/opzet bij mogelijkheids bewustzijn) adalah situasi dimana pelaku pada akhirnya dianggap menyetujui akibat yang mungkin terjadi. Sementara dalam kealpaan/kelalaian yang disadari (bewuste schuld), pelaku tidak menyetujui akibat yang mungkin terjadi namun yang bersangkutan tetap melakukan perbuatan yang mungkin menimbulkan akibat tersebut karena merasa yakin akibat tidak akan terjadi karena telah dilakukannya upaya pencegahan.

Kesimpulan

Sengaja dan lalai merupakan bagian dari asas kesalahan dalam hukum pidana yang menunjukkan hubungan batin antara niat dan perbuatan pelaku. Karena unsur kesalahan baik sengaja maupun tidak disengaja (lalai) seseorang dapat dipidana bukan hanya karena perbuatannya bersifat melawan hukum.

Recent Posts

Send this to a friend