ANTARA PENCEMARAN NAMA BAIK, FITNAH, DAN PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN

 In Articles

Laurences Aulina

Pencemaran nama baik dan fitnah masuk dalam Bab Penghinaan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dari pasal 310-321 KUHP sedangkan perbuatan tidak menyenangkan masuk ke dalam Bab Kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diatur dalam pasal 335 KUHP. Ketiga perbuatan ini memiliki unsur-unsur yang berbeda satu sama lainnya.

Pencemaran nama baik

Pencemaran nama baik (penghinaan) diatur dan dirumuskan dalam Pasal 310 KUHP yang terdiri dari 3 (tiga) ayat.
“(1) Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”
Perbuatan yang dilarang adalah perbuatan yang dilakukan “dengan sengaja” untuk melanggar kehormatan atau menyerang kehormatan atau nama baik orang lain. Dengan demikian, unsur-unsur pencemaran nama baik atau penghinaan adalah:

  1. Dengan sengaja
    “dengan sengaja” adalah unsur kesalahan yang pertama dan unsur kesalahan kedua ada pada kata-kata “dengan maksud”. Sikap batin “sengaja” ditujukan pada perbuatan  menyerang kehormatan atau nama baik orang (perbuatan dan objek perbuatan)
  1. Menyerang kehormatan atau nama baik
    Perbuatan menyerang (aanranden), tidaklah bersifat fisik, karena terhadap apa yang diserang (objeknya) memang bukan fisik tapi perasaan mengenai kehormatan dan perasaan mengenai nama baik orang. Objek yang diserang adalah rasa/perasaan harga diri mengenai kehormatan (eer), dan rasa/perasaan harga diri mengenai nama baik (goedennaam) orang.
  1. Menuduh melakukan suatu perbuatan
    Melalui ucapan/lisan dengan menuduhkan suatu perbuatan tertentu. Yang dituduhkan si pembuat haruslah merupakan perbuatan tertentu misalnya A menuduh B melakukan perzinahan.
  1. Menyiarkan tuduhan supaya diketahui umum.
    Sikap batin maksud ditujukan pada unsur diketahui oleh umum mengenai perbuatan apa yang dituduhkan pada orang itu.

Jika kita mengacu pada unsur pasal di atas, maka pencemaran nama baik dapat ditafsirkan sebagai delik materiil. Delik materiil merupakan delik yang  dapat dipidana jika akibat yang dilarang telah muncul. Pencemaran sendiri berasal dari kata “cemar” yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai ternoda, kotor atau tercela. Pencemaran diartikan sebagai perbuatan mencemari atau mengotori. Sementara itu, kehormatan diartikan sebagai nama baik atau harga diri. Dari pemaknaan yang diberikan oleh KBBI jelas bahwa perbuatan pencemaran nama baik, berarti rangkaian perbuatan yang menimbulkan rusaknya harga diri, kotornya harga diri atau nama baik seseorang, dan perbuatan itu dilakukan dengan melawan hukum atau bertentangan dengan etika.

Oleh karena itu, delik-delik pencemaran nama baik ini tidak serta merta dapat dipidana jika akibat yang dilarang tersebut tidak dapat dibuktikan di pengadilan. Akibat yang dilarang tersebut dapat berupa kerugian materiil atau kerugiaan non-materiil, dan kedua jenis kerugian ini harus bisa dinilai atau diukur.

Di samping kerugian yang harus bisa dibuktikan sebagai akibat dari perbuatan pencemaran, aspek lain yang juga perlu dibuktikan adalah “menyerang” dan  “kehormatan”. Kedua unsur ini menjadi sulit dibuktikan karena menyerang yang dimaksudkan bukanlah menyerang dengan senjata, tetapi dengan perkataan. Perkataan ini yang digunakan pun sulit diukur, karena bisa saja perkataan tersebut merupakan kritik  atau keluhan atau sebuah ucapan yang mengandung kebenaran. Sulit membedakan antara menyerang, mengkritik dan mengeluh.

Apabila unsur-unsur penghinaan atau pencemaran nama baik ini hanya diucapkan (menista dengan lisan), maka perbuatan itu tergolong dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Namun, apabila unsur-unsur tersebut dilakukan dengan surat atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan (menista dengan surat), maka pelaku dapat dijerat atau terkena sanksi hukum Pasal 310 ayat (2) KUHP.
“Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena pencemaran  tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”

Kemudian, pada ayat (3) disebutkan bahwa,
Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan terang dilakukan demi keuntungan umum atau karena terpaksa untuk bela diri.

Sesuai pada penjelasan pasal di atas, hal-hal yang menjadikan seseorang tidak dapat dihukum dengan pasal pencemaran nama baik atau penghinaan adalah

  1. Penyampaian informasi itu ditujukan untuk kepentingan umum.
  2. Untuk membela diri.
  3. Untuk mengungkapkan kebenaran.

Dengan demikian, orang yang menyampaikan informasi, secara lisan ataupun tertulis diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa tujuannya itu benar. Kalau tidak bisa membuktikan kebenarannya, itu namanya penistaan atau fitnah. Penistaan yang dimaksud berbeda dengan pasal penistaan atau penodaan agama yang diatur dalam pasal 156 (a) yang masuk dalam Bab Kejahatan terhadap Ketertiban Umum.

Pencemaran nama baik (menista) sebenarnya merupakan bagian dari bentuk penghinaan yang diatur dalam Bab XVI KUHP. Pengertian “penghinaan” dapat ditelusuri dari kata “menghina” yang berarti “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Korban penghinaan tersebut biasanya merasa malu, sedangkan kehormatan di sini hanya menyangkut nama baik.

Fitnah (Pasal 311 ayat (1) KUHP)

Pada pasal 310 ayat (3) sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat pengecualian dan pelaku tersebut diberi kesempatan untuk membela dirinya bahwa tujuannya benar. Apabila soal pembelaan itu tidak dapat dianggap oleh hakim, sedangkan dalam pemeriksaan itu ternyata, bahwa apa yang dituduhkan oleh terdakwa itu tidak benar, maka terdakwa tidak disalahkan menista lagi, akan tetapi dikenakan Pasal 311 KUHP (memfitnah).

Jadi, yang dimaksud dengan memfitnah dalam pasal ini adalah kejahatan menista atau menista dengan tulisan dalam hal ketika ia diizinkan untuk membuktikan bahwa tuduhannya itu untuk membela kepentingan umum atau membela diri, ia tidak dapat membuktikannya dan tuduhannya itu tidak benar.

Pasal 311 ayat (1) KUHP berbunyi,
“Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

Jika kita bandingkan antara kejahatan memfitnah (laster) dan kejahatan menista (smaad) atau penghinaan/pencemaran nama baik, maka perbedaan itu terletak dari ancaman hukumannya. Namun demikian, pada intinya, kejahatan memfitnah ini juga merupakan kejahatan Pencemaran Nama Baik. Tetapi, keduanya memiliki unsur yang berbeda. Unsur-unsur memfitnah, yaitu:

  1. Seseorang melakukan kejahatan menista (smaad) atau menista dengan tulisan.
  2. Apabila orang yang melakukan kejahatan itu “diberikan kesempatan untuk membuktikan kebenaran dari tuduhannya itu”, dan
  3. Bila setelah diberikan kesempatan tersebut, ia tidak dapat membuktikan kebenarannya daripada tuduhannya itu, dan
  4. Melakukan tuduhan itu dengan sengaja walaupun diketahuinya tidak benar.

Penghinaan Ringan

Pasal 315 KUHP berbunyi,
“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat mencemar atau mencemar dengan surat yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau dengan surat, baik di muka orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, karena bersalah melakukan penghinaan ringan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau dengan sebanyakbanyaknya empat ribu lima ratus rupiah.”

Dari ketentuan Pasal 315 KUHP ini, maka unsur-unsur penghinaan ringan ini adalah

  1. Setiap penghinaan yang dilakukan dengan sengaja;
  2. Penghinaan itu tidak boleh bersifat menista atau menista dengan surat (smaad atau smaadschrift);
  3. Dilihat dari cara perbuatan itu dilakukan, yaitu dengan syarat salah satu atau semua jenis perbuatan ini dilakukan:
  4. di tempat umum dengan lisan atau dengan tulisan;
  5. di depan atau di hadapan orang yang dihina dengan lisan atau dengan perbuatan-perbuatan;
  6. secara tertulis yang dikirimkan atau yang disampaikan kepada yang terhina.

Perbedaan antara Pasal 310 dan 315 adalah pada pasal 310 penghinaan (pencemaran nama baik) yang dituduhkan itu dalam hal melakukan perbuatan tertentu. Sedangkan, yang dimaksud Pasal 315 adalah A memaki-maki secara langsung kepada B (atau berkirim surat langsung kepada B) dengan perkataan maupun disertai dengan perbuatan-perbuatan yang tidak pantas. Hinaan yang dikemukakan secara lisan atau tertulis itu harus dilakukan di tempat umum, dan yang dihina itu tidak perlu berada di tempat itu. Namun, apabila penghinaan itu tidak dilakukan di tempat umum, maka agar dapat dituntut dengan pasal ini perlu memenuhi unsur, yaitu :

  1. Dengan lisan atau perbuatan, berarti orang yang dihina harus berada di hadapannya (melihat dan mendengar sendiri);
  2. Dengan surat atau tulisan, berarti surat itu harus dialamatkan (dikirimkan) kepada yang dihina.

Pengaduan Palsu atau Pengaduan Fitnah (Pasal 317 KUHP)

Pasal 317 KUHP berbunyi,
“(1) Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atau surat pemberitahuan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri, sehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang, dipidana karena bersalah memfitnah dengan pengaduan dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun.”

Uraian pasal tersebut, yakni:

  1. Dengan sengaja;
  2. Memasukkan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri;
  3. Menyuruh menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri sehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang.

Perbuatan fitnah (Pasal 318 KUHP)

Pada Pasal 318 KUHP, yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana, misalnya: dengan diam-diam menaruhkan sesuatu barang asal dari kejahatan di dalam rumah orang lain, dengan maksud agar orang itu dituduh melakukan kejahatan.

Perbuatan Tidak Menyenangkan (Pasal 355 KUHP)

Pasal 335 KUHP mengatur tentang perbuatan memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan ancaman kekerasan atau kekerasan berbunyi,
“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.”

Frasa “perbuatan tidak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP telah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013. MK menyatakan bahwa frasa, “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sehingga, Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP selengkapnya berbunyi,
“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”

Unsur dari pasal ini, yaitu :

  1. Bahwa ada orang yang dengan melawan hak dipaksa untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu;
  2. Paksaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan, ataupun ancaman kekerasan, ancaman perbuatan lain, baik terhadap orang itu, maupun terhadap orang lain.

Cara memaksa, pada dasarnya ada dua macam, yaitu :

  1. Dengan kekerasan atau tindakan nyata lainnya atau perlakuan yang tidak menyenangkan.
  2. Dengan ancaman kekerasan (verbal) atau suatu tindakan nyata lainnya, atau perlakuan yang tidak menyenangkan.

Kesimpulan

Unsur pembeda yang paling signifikan antara pencemaran nama baik, fitnah dan perbuatan tidak menyenangkan, yaitu:

  1. Pencemaran nama baik, tindak pidana yang dilakukannya adalah tuduhan melakukan suatu perbuatan tertentu yang menyerang kehormatan orang tersebut agar diketahui umum.
  2. Fitnah merupakan seseorang yang menista sedangkan diketahuinya hal itu tidak benar.
  3. Perbuatan tidak menyenangkan adalah memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu dengan disertai ancaman baik verbal maupun fisik.

 

Recent Posts

Send this to a friend