Dasar Hukum Penerapan Status “Lockdown” di Republik Indonesia
Gianvilla Erry Chandra A.D.H., S.H.
Sebagaimana kita ketahui bahwa beberapa Negara sudah menerapkan status “Lockdown” guna mempersempit ruang untuk penyebaran virus Covid-19 atau yang kita biasa sering sebut virus Corona yang sudah resmi statusnya menjadi “pandemik” berdasarkan Pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari tanggal 11 maret 2020 yang lalu, adapun kata pandemik berasal dari bahasa yunani yaitu pandemic yang artinya semua dan δήμος demos yang artinya orang) adalah epidemic penyakit/wabah yang menyebar di wilayah yang luas bisa dikatakan berapa Negara maupun benua dan juga seluruh dunia berdasarkan keterangan WHO bahwa status pandemik ditetapkan jika sebuah penyakit baru belum ada penangkal kekebalan menyebar ke berbagai wliayah dunia tanpa di duga.
Saat ini berdasarkan catatan WHO ada lebih dari 118.00 kasus Covid-19 disedikitnya 114 negara dan menewaskan lebih dari 4000 orang. Pandemik Covid-19 ini adalah suatu hal yang sangat ditakuti oleh banyak manusia maupun negara, beberapa Negara yang sudah melakukan lockdown diantaranya Spanyol, Malaysia, Italia, Perancis, Denmark dll.
Hingga saat ini pandemik covid-19 ini telah memasuki Negara Indonesia yang saat ini berdasarkan konfrensi pers juru bicara penanganan corona Achmad Yurianto menyatakan bahwa data terbaru corona di Indonesia sudah mencapai 227 orang yang positif corona 19 orang meninggal dunia dan 11 orang telah dinyatakan sembuh total. Namun jika angka tersebut terus bertambah apakah pemerintah Indonesia akan memberlakukan status lockdown?.
Karantina/Lockdown
Istilah kata “Lockdown” sendiri dalam bahasa Indonesia adalah “karantina” yang mempunyai arti berdasarkan pada pasal 1 ayat 6 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 menyebutkan :
Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menulat sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan meskipun belum menunjukan gejala apapun atau sedang dalam berada dalam masa inkubasi dan/atau pemisahan peti kemas, alat angkut, atau Barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau barang yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang dan/atau barang disekitarnya.
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 menyebutkan :
Kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko keesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Adapun pengertian diatas yaitu dimana pemerintah pusat secara penuh bertanggung Jawab menyelenggarakan kekarantinaan kesehatan di lingkungan masyarakat.
Selain itu pasal 9 ayat 2 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 menyebutkan bahwa:
Setiap orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan
Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap Warga Negara Republik Indonesia wajib mengikuti dan berpartisipasi dalam kekarantinaan kesehatan yang diselengarakan oleh pemerintah, berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 kekarantinaan kesehatan dibagi menjadi 4 yaitu :
- Karantina rumah
Berdasarkan pasal 50 ayat 1 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 berbunyi :
Karantina Rumah dilaksanakan pada situasi ditemukannya kasus kedaruratan kesehatan masyarakat yang terjadi hanya di dalam satu rumah.
Selain itu berdasarkan pasal 52 menyebutkan bahwa keburuhan dasar bagi seluruh penghuni rumah maupun hewan ternak dalam karantina rumah menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya.
- Karantina Wilayah
Berdasarkan pasal 53 ayat 2 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 berbunyi :
Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota masyarakat di wilayah tersebut.
Dapat disimpulakan bahwa suatu wilayah yang dikarantina adalah suatu kelompok masyarakat disuatu wilayah yang berdasarkan hasil uji laboratorium telah terinfeksi oleh virus sehingga virus tersebut menyebar kekalangan-kalangan kelompok masyarakat tersebut maka wilayah tersebut dapat dikarantina oleh pemerintah, adapun wilayah yang telah dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus menerus oleh pejabat karantina dan kepolisian Negara republik Indonesia berdasarkan pasal 54 ayat 2 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018.
- Karantina Rumah Sakit
Berdasarkan pasal 56 ayat 2 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 berbunyi :
Karantina Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan kepada seluruh orang yang berkunjung, orang yang bertugas, pasien dan Barang, serta apapun di suatu rumah sakit bila dibuktikan berdasarkan hasil konfirmasi laboratorium telah terjadi penularan penyakit yang ada di ruang isolasi keluar ruang isolasi.
kesimpulannya bahwa rumah sakit juga menjadi salah satu tempat yang sangat sensitif dalam penyebaran virus maupun penyakit menular, maka dari itu pemerintah juga sangat memperhatikan dampak penularan dari dalam rumah sakit itu sendiri, dalam karantina rumah sakit jika terbukti adanya penularan penyakit/virus makanya pemerintah berhak mengkarantina rumah sakit tersebut dari pada seluruh petugas rumah sakit alat-alat kesehatan hingga pasien yang berada maupun yang berkunjung kerumah sakit.
- Pembatasan Sosial Berskala Besar
Yang baru-baru ini mengenai pernyataan/konfrensi presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar atau yang dalam bahasa asing disebut dengan “Social Distancing” adalah suatu langkah yang diambil pemerintah berdasarkan pasal 59 ayat 1 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 menyebutkan :
Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Dalam Pasal 59 ayat 3 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 juga menjabarkan beberapa cara pemerintah melakukan pembatasan sosial yaitu :
Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
- peliburan sekolah dan tempat kerja;
- pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
- pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Dapat disimpulkan bahwa suatu pembatasan sosial adalah salah satu pengkarantinaan kesehatan secara normatif atau secara sikap, dikarenakan penyebaran virus Covid -19 itu sendiri adalah virus yang dikatakan sangat gampang untuk tertular melalui kontak fisik antara satu dan yang lain.
Siapa Yang Dapat Menyatakan “Lockdown atau karantina kesehatan”
Dalam menyatakan “Lockdown” nya suatu rumah, wilayah, rumah sakit dll tentunya perlu seorang pejabat yang dapat mengeluarkan suatu penyataan untuk melaksanakan pengkarantinaan kesehatan tersebut , berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 menyebutkan bahwa :
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Arti pemerintah pusat disini terdapat pada pasal 1 ayat 33 yang menyebutkan bahwa :
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dapat disimpulkan bahwa pernyataan “lockdown” diinstruksikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia serta dibantu oleh Wakil Presiden dan juga Mentri kesehatan yang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat 35.
Kata “Pemerintah Daerah” dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 34 yang mana :
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Yang berarti bahwa kepala daerah Bupati,gubernur, walikota dll dapat menyatakan ”Lockdown” atau pengkarantinaan suatu rumah, wilayah, rumah sakit dll jika suatu hal tersebut perlu dilakukan terbatas pada kewenangan daerah otonom.
Menurut penulis bahwa suatu pandemik yang terjadi disuatu wilayah ataupun Negara dapat dicegah dengan pengkarantina kesehatan namun suatu pengkarantinaan terntunya tidak hanya menutup akses sosial dari pada warga Negara itu sendiri namun juga menutup sebagian besar export dan import dari pada Negara yang dikarantina maka dari itu suatu karantina wilayah seharusnya dipikirkan secara matang-matang oleh pemerintah dikarnakan tidak hanya pemerintah harus mempersiapkan modal besar dalam menyediakan bahan sandang dan pangan terhadap warga masyarakatnya dalam suatu daerah yang dikarantina namun suatu Negara juga akan merasakan guncangan ekonomi yang sangat signifikan sehingga sektor-sektor lain juga akan berdampak secara masif.