MENGENAL VERSTEK DAN VERZET
Laurences Aulina
Verstek
Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut. Apabila tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam pasal 125 HIR juga dijelaskan bahwa, “Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu akan diperiksa atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia telah dipanggil dengan patut, maka gugatan itu diterima dengan tidak hadirnya tergugat (verstek), kecuali kalau nyata kepada Pengadilan Negeri bahwa pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan”.
Sebelum diputus secara verstek tergugat dipanggil sekali lagi untuk menghadiri sidang selanjutnya, seperti yang dijelaskan juga dalam pasal 126 HIR menjelaskan bahwa, “Didalam hal yang tersebut pada pasal di atas, Pengadilan Negeri sebelum dapat menjatuhkan keputusan, memerintahkan supaya pihak yang tidak datang dipanggil yang kedua kalinya untuk datang menghadap pada hari persidangan lain, yang diberitahukan oleh Ketua di dalam persidangan kepada pihak yang datang bagi siapa pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan.”
Syarat-syarat Putusan Verstek
Berdasarkan pasal 125 ayat (1) HIR menentukan bahwa untuk mengabulkan putusan verstek diharuskan adanya syarat-syarat sebagai berikut:
- Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut
Panggilan secara resmi adalah panggilan yang dilakukan oleh Juru Sita atau Juru Sita Pengganti yang sah, disampaikan langsung kepada pribadi yang dipanggil ditempatnya. Apabila tidak dijumpai di tempat tinggalnya, maka panggilan disampaikan lewat Kepala Desa atau Lurah setempat.
Pemanggilan kepada para pihak yang berperkara didasarkan pada Pasal 390 HIR yang menyatakan bahwa, “Tiap-tiap surat Juru Sita, kecuali yang akan disebut di bawah ini harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri ditempat diamnya atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai disitu, maka kepada Kepala Desanya atau Lurah.”
Cara pemanggilan yang sah, yaitu dalam hal tempat tinggal tergugat diketahui, disampaikan kepada yang bersangkutan sendiri (in person) atau keluarganya, penyampaian dilakukan di tempat tinggal atau tempat domisili pilihan, dan disampaikan kepada kepala desa, apabila yang bersangkutan dan keluarga tidak diketemukan juru sita di tempat kediaman.
Dalam hal tempat tinggal tergugat tidak diketahui, juru sita menyampaikan panggilan kepada walikota atau bupati, dan walikota atau bupati mengumumkan atau memaklumkan surat juru sita itu dengan jalan menempelkan pada pintu umum kamar sidang PN.
Apabila ternyata surat panggilan itu tidak sampai kepada tergugat, hal ini merupakan kelalaian juru sita. Akibatnya, pemanggilan dianggap batal dan terhadap juru sita yang melakukan kelalaian atau kesalahan itu akan dikenakan hukuman sebagaimana disebut dalam Pasal 21 Rv (Reglement of de Rechtsvordering), “Jika suatu surat pemanggilan dinyatakan batal karena juru sita telah melakukan sesuatu yang menyebabkan batalnya surat panggilan itu, maka ia dapat dihukum untuk mengganti biaya pemanggilan itu dan biaya acara yang batal, demikian pula untuk mengganti segala kerugian dan bunga pihak yang dirugikan, dengan memperhatikan keadaan, semua itu tidak mengurangi apa yang ditentukan Pasal 60. - Tergugat tidak hadir dalam persidangan dan tidak mewakilkan kepada kuasanya tanpa alasan yang sah
Tergugat yang telah dipanggil dengan patut tetapi ia atau kuasanya tidak juga datang menghadap ke Pengadilan, maka perkaranya akan diputus secara verstek yaitu penggugat dianggap menang dan tergugat dianggap kalah. Dalam kasus seperti di atas dapat dijatuhkan putusan verstek atas dasar bahwa tidak hadir berarti dianggap mengakui dalil gugatan, oleh karena itu gugatan dikabulkan tanpa pemeriksaan pembuktian, kecuali apabila gugatan tidak mempunyai dasar hukum atau bertentangan dengan undang-undang, kepatutan, dan ketertiban umum. - Gugatan pengugat berdasarkan hukum dan beralasan
Pengertian gugatan yang beralasan adalah gugatan atau tuntutan yang didukung oleh dalil atau peristiwa yang benar dan tidak melawan hak orang lain. Gugatan tersebut juga harus berdasarkan hukum, baik dengan undang-undang, Peraturan Pemerintah atau ketentuan hukum lain yang dibenarkan. Apabila tidak memenuhi ketentuan ini, maka gugatan tidak dapat diterima atau ditolak. - Tergugat tidak mengajukan eksepsi atau tangkisan
Eksepsi atau tangkisan adalah bantahan dari tergugat yang diajukannya ke Pengadilan karena tergugat digugat oleh penggugat, yang tujuannya adalah supaya Pengadilan tidak menerima perkara yang diajukan oleh penggugat karena adanya alasan tertentu.
Jika ada eksepsi walaupun tergugat tidak hadir, maka gugatan tidak bisa diputus secara verstek. Pengadilan harus memutus eksepsi terlebih dahulu (diterima atau ditolak) sebelum mengadili materi pokok perkara.
Verzet
Secara umum istilah verzet diartikan perlawanan. Perlawanan merupakan upaya hukum terhadap putusan. Verzet tergolong upaya hukum biasa yang sifatnya menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Selain verzet yang termasuk upaya hukum biasa adalah banding dan kasasi.
Lebih khusus lagi, istilah verzet dalam Hukum Acara Perdata merupakan suatu upaya hukum terhadap putusan verstek (putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya Tergugat). Untuk menjatuhkan putusan verstek, Hakim harus memperhatikan ketentuan pasal 125 HIR terlebih dahulu.
Dalam perkara verzet, pihak tergugat atau termohon yang mengajukan verzet (perlawanan) disebut pelawan yaitu tergugat semula/termohon semula, sedangkan pihak penggugat atau pemohon disebut terlawan yaitu penggugat semula/pemohon semula.
Surat pemberitahuan putusan verstek harus menggambarkan keadaan yang benar-benar terjadi dan menyebutkan dengan siapa Juru Sita bertemu dan apa yang dikatakan oleh yang bersangkutan, dengan maksud agar putusan tersebut benar-benar diketahui oleh pihak yang kalah dan apabila ia menghendakinya dapat mengajukan perlawanan terhadapat putusan verstek itu dalam tenggang waktu dan menurut cara yang sudah ditentukan dalam pasal 129 HIR.
Apabila tergugat mengajukan verzet (perlawanan), maka pemeriksaan akan dilanjutkan dengan memanggil kembali para pihak ke persidangan.
Tuntutan verzet dibuat seperti gugatan biasa yaitu tertulis dan ditanda tangani oleh tergugat sendiri atau kuasanya apabila ia telah menunjuk kuasa khusus atau telah ditanda tangani oleh Hakim bagi yang tidak dapat membaca dan menulis. Tuntutan verzet ini berkedudukan sebagai jawaban atas gugatan penggugat. Dengan demikian, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan tetap mengacu pada gugatan semula penggugat.
Dasar Hukum
Menurut Pasal 129 HIR ayat (1) ditentukan bahwa, “Tergugat yang dihukum sedang ia tidak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu dapat mengajukan perlawanan atas keputusan itu.” Pada pasal 129 HIR ayat (2) juga ditentukan bahwa, “Jika putusan itu diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu dapat diterima dalam tempo empat belas (14) hari sesudah pemberitahuan itu. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu dapat diterima sampai hari kedelapan sesudah peringatan yang tersebut pada pasal 196 atau dalam hal tidak menghadap sesudah dipanggil dengan patut sampai hari kedelapan sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua yang tersebut pada pasal 197.
Syarat-Syarat Mengajukan Upaya Hukum Verzet
Dalam putusan verstek yang dilakukan oleh Majelis Hakim, putusan seperti ini boleh bagi para pihak yang merasa dirugikan berhak mengajukan verzet (perlawanan). Tenggang waktu untuk mengajukan verzet (perlawanan) yaitu sebagai berikut:
- Jika putusan itu diberitahukan langsung kepada yang dikalahkan itu sendiri (tergugat), maka perlawanan itu dapat diterima dalam tempo empat belas (14) hari sesudah pemberitahuan itu.
- Jika pemberitahuan itu tidak langsung diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri (tergugat), maka perlawanan itu dapat diterima sampai hari kedelapan atau sampai hari kedelapan sesudah eksekusi dilaksanakan.
- Jika lewat masa tenggang seperti ketentuan di atas, maka secara langsung putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Jika setelah dijatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya, maka perlawanan selanjutnya yang diajukan oleh tergugat tidak dapat diterima.
Tenggang waktu mengajukan verzet (perlawanan) merupakan syarat formil yang bersifat imperative. Apabila tenggang waktu yang ditentukan undang-undang dilampaui, maka perlawanan menjadi cacat formil sehingga permintaan yang diajukan tidak dapat diterima.
Perlawanan merupakan salah satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula. Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru akan tetapi tiada lain merupakan bantahan yang ditujukan pada ketidakbenaran dalil gugatan dengan alasan putusan verstek yan g dijatuhkan itu keliru dan tidak benar. Sehubungan dengan itu Putusan Mahkamah Agung No. 307 K/Sip/1975 memperingatkan, bahwa putusan verzet terhadap putusan verstek tidak boleh diperiksa dan diputus sebagai perkara baru. Apabila diajukan verzet terhadap putusan verstek dengan sendirinya putusan itu menurut hokum, yaitu:
- Putusan verstek menjadi mentah kembali.
- Eksistensinya dianggap tidak pernah ada (never existed).
- Jika terhadapnya diajukan perlawanan, maka putusan verstek tidak dieksekusi meskipun putusan itu mencantumkan amar yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar by voorraad).