PEMBUNUHAN KARENA PEMBELAAN DIRI

 In Articles

Laurences Aulina

Pendahuluan

Pembelaan diri adalah merupakan salah satu hak dan kewajiban yang diberikan Undang-Undang kepada setiap orang untuk memelihara keselamatan hidupnya, baik keselamatan jiwa, harta benda maupun kehormatanya. Pada dasarnya pembelaan diri merupakan hak yang menjadi naluri setiap orang untuk mempertahankan dirinya atau orang lain, harta benda dan kehormatanya dari perbuatan jahat pihak lain, yang hendak merusak atau merugikan secara melawan hukum.

Namun bagaimana jika perlawanan sebagai bentuk pembelaan diri tersebut dilakukan hingga menghilangkan nyawa orang lain? Sebagai contoh seseorang sedang dalam keadaan teraniyaya oleh orang lain dan merasa nyawanya terancam. Dengan keadaan demikian, seseorang tersebut mau tidak mau harus melakukan segala cara untuk melawan agar mampu membela diri sekaligus menyelamatkan nyawanya. Saat melawan untuk membela diri itulah seseorang tersebut secara sengaja atau tidak melakukan tindakan yang berakibat hilangnya nyawa orang yang menganiayanya. Sebenarnya apa saja batasan dalam perwujudan pembelaan diri menurut hukum?

Pembunuhan

Sesuai dengan asas legalitas, setiap perbuatan tidak dapat dipidana kecuali ada peraturan perundang-undangan yang telah mengaturnya terlebih dahulu tertuang pada Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Secara a contrario dapat diartikan bahwa setiap perbuatan yang telah ditentukan merupakan perbuatan pidana dalam peraturan perundang-undangan, dapat dipidana.

Terkait dengan tindak pidana pembunuhan, telah diatur antara lain dalam Pasal 338 KUHP, “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

Hukum pidana Indonesia menjelaskan unsur terjadinya pembunuhan yang dapat dipidana adalah karena adanya kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa). Klasifikasi tindak kejahatan berupa pembunuhan ada tiga macam:

  1. Pembunuhan sengaja, adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh.
  2. Pembunuhan tidak sengaja, adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa seseorang melakukan penebangan pohon yang kemudian pohon yang ditebang itu, tiba-tiba tumbang dan menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.
  3. Pembunuhan semi sengaja, adalah perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh: seorang guru memukulkan penggaris kepada muridnya, tiba-tiba murid yang dipukul oleh gurunya itu meninggal dunia.

Penggolongan kriteria pembunuhan di atas memberikan sedikit gambaran tentang berat-ringannya sanksi hukum yang didapat oleh pelaku pembunuhan. Namun akan berbeda halnya jika pembunuhan yang dilakukan disebabkan karena pembelaan terhadap diri sendiri.

Dalam ilmu hukum pidana dikenal alasan penghapus pidana yaitu :

  1. Alasan Pembenar berarti alasan yang menghapus sifat melawan hukum suatu tindak pidana. Jadi, dalam alasan pembenar dilihat dari sisi perbuatannya (objektif). Misalnya, tindakan pencabutan nyawa yang dilakukan eksekutor penembak mati terhadap terpidana mati
  2. Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf dilihat dari sisi orang/pelakunya (subjektif). Misalnya, lantaran pelakunya tidak waras atau gila sehingga tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
  3. Alasan Penghapus Penuntutan : inti dari persoalan ini bukan dari kedua alasan diatas, tetapi lebih kepada kemanfaatan untuk masyarakat, sebab yang menjadi pertimbangan disini adalah kepentingan umum, maka diharapkan untuk tidak diadakannya penuntutan.

Pembelaan diri dan batasannya

Pasal 49 ayat 1 berbunyi “Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”. Pasal 49 Ayat 1 ini disebut juga Noodweer, atau  disebut sebagai pembelaan diri yang biasa.

Bilamana seseorang dapat dianggap melakukan pembelaan terpaksa harus memenuhi syarat-syarat tertentu, sebagai berikut:

  1. Harus ada serangan (aanranding), tetapi tidak semua serangan dapat dilakukan pembelaan diri, melainkan hanya terhadap serangan yangmemenuhi syarat-syarat, sebagai berikut:
  2. Serangan itu harus datang mengancam dengan tiba-tiba (ogenblikkelijk ofonmid delijk dreigen);
  3. Serangan itu harus bersifat melawan hukum (wederrech- telijk aanranding).
  4. Terhadap serangan itu perlu dilakukan pembelaan diri, tetapi tidak setiap pembelaan diri dapat merupakan noodweer, melainkan pembelaan diri tersebut harus memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut:
  5. Pembelaan itu harus merupakan keharusan (de verdediginc, moet geboden zijkn);
  6. Pembelaan itu harus merupakan pembelaan terpaksa (nood zakelijk verdidiging);
  7. Pembelaan itu harus merupakan pembelaan terhadap diri sendiri atau diri orang lain, kehormatan dan benda.

Bilamana seseorang yang melakukan tindak pidana tidak dapat dijatuhi pidana, menurut Pasal 51 KUHP harus memenuhi persyaratan, sebagai berikut:

  1. Orang yang melakukan perbuatan itu atas perintah jabatan;
  2. Perintah jabatan itu harus diberikan oleh penguasa yang berwenang.

Perbuatan yang dimaksud dalam pasal 49 ayat (1) KUHP di atas, harus berupa pembelaan. Artinya lebih dahulu harus ada hal-hal memaksa terdakwa melakukan perbuatannya. Hal-hal itu dalam pasal tadi dirumuskan sebagai adanya serangan atau ancaman serangan.

Tentang saat dimulainya serangan dalam pasal tadi ditentukan harus “seketika itu”, yaitu antara saat melihatnya ada serangan dan saat mengadakan pembelaan harus tidak ada jarak waktu yang lama, begitu orang mengerti adanya serangan, begitu dia mengadakan pembelaan. Jadi di sini, saat di mana orang sudah boleh mengadakan pembelaan bukannya kalau sudah dimulai dengan adanya serangan, tapi baru ada ancaman akan adanya serangan saja, sudah boleh.

Jika demikian, maka dalam kata “terpaksa melakukan pembelaan” ada termaktub 3 pengertian yaitu:

  1. Harus ada serangan atau ancaman serangan.
  2. Harus ada jalan lain untuk menghalaukan serangan atau ancaman serangan pada saat itu dan
  3. Perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan ancaman serangan.

Noodweer exces atau pembelaan diri yang melampaui batas juga merupakan alasan terhadap seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana tidak dapat dijatuhi pidana, sebagaimana diatur di dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP, yang berbunyi, “Pembelaan terpaksa yang melampaui batas,yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.” Bilamana perbuatan seseorang yang memenuhi semua unsur tindak pidana, tetapi ia tidak dapat dijatuhi karena noodweer exces sebagaimana dirumuskan di dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP harus memenuhi tiga syarat, sebagai berikut:

  1. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas;
  2. Pembelaan itu yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat;
  3. Pembelaan itu karena terdapat serangan atau ancaman serangan.

Terdapat 3 asas yang berlaku dalam pembelaan terpaksa, yaitu :

  1. Asas Subsidiaritas, maksud daripada asas ini adalah jika ada hal yang dapat dilakukan selain melawan hukum, maka hal itu harus dilakukan terlebih dahulu. Disini, melakukan suatu tindakan membela diri adalah sebagai langkah yang terakhir untuk dilakukan.
  2. Asas Proporsionalitas, asas ini mengandung makna bahwa tindakan yang dilakukan tidak boleh berlebihan, maksudnya adanya keseimbangan antara maksud yang ingin disampaikan dengan tindakan yang dilakukan
  3. Asas culpa in causa, maksudnya adalah seseorang harus tetap mempertanggung jawabkan perbuatanya, karena apa yang dilakukannya hasil daripada perbuatannya sendiri. Maka tidak dapat termasuk kedalam pembelaan terpaksa.

Kesimpulan

Pembelaan diri dapat dilakukan dan sah menurut hukum sesuai pasal 49 ayat (1) KUHP selagi memenuhi ketentuan:

  1. Harus ada serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum;
  2. Harus ada jalan lain untuk menghalaukan serangan atau ancaman serangan pada saat itu dan;
  3. Perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan ancaman serangan.

Apabila dalam hal terjadi pembelaan diri yang melampaui batas, harus dapat dibuktikan bahwa pembelaan yang dilakukan dalam kondisi keguncangan jiwa yang hebat. Dalam hukum pidana yang dicari yaitu kebenaran materil. Kebenaran materil adalah kebenaran yang sesungguhnya, hakim lah nanti yang memeriksa apakah seseorang itu dapat dikenai pidana dan mengeluarkan putusan pengadilan jika perbuatan itu terbukti melanggar hukum.

Recent Posts

Send this to a friend