ATURAN RANGKAP JABATAN TNI/POLRI

 In Articles

Laurences Aulina

Pendahuluan

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mencatat sepanjang 2020 Kementerian BUMN setidaknya mengangkat 2 prajurit TNI dan 3 perwira POLRI aktif menjadi Komisaris Utama (komut) dan komisaris di masing-masing BUMN.

Pengangkatan perwira TNI-POLRI tersebut dalam jajaran BUMN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.

Larangan Rangkap Jabatan Bagi TNI/POLRI  

Pada Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, “Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.” Dari bunyi pasal tersebut, jelas bahwa prajurit yang masih aktif tidak diperbolehkan untuk menduduki jabatan sipil.

Kemudian, larangan bagi POLRI diatur pada pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI yang berbunyi, “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.” serupa dengan TNI, anggota POLRI diperbolehkan menduduki jabatan di luar kepolisian apabila ia telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Mengenai yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian, “Yang dimaksud dengan “jabatan di luar kepolisian” adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.”

Perlu diketahui pula, anggota TNI/POLRI tersebut tidak pernah diberhentikan dengan hormat, tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Aturan ini sesuai pada Pasal 23 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Hal serupa tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang merupakan turunan dari Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 23 (1) huruf d,

“Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. tidak berkedudukan sebagai calon PNS, PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;”

Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Kemudian, Pegawai Aparatur Sipil Negara adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dari pengertian tersebut, jelas bahwa pegawai ASN merupakan pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah.

Selain itu pula, anggota TNI yang masih aktif pun dilarang untuk melakukan kegiatan bisnis tertuang pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, “Prajurit dilarang terlibat dalam:

  1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
  2. kegiatan politik praktis;
  3. kegiatan bisnis; dan
  4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.”

Dengan adanya larangan ini, selama masih aktif anggota TNI dilarang untuk menjadi pengusaha.

Sedangkan aturan bagi anggota POLRI yang masih aktif, diatur pada Pasal 5 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur beberapa larangan bagi anggota Kepolisian RI dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, yaitu:

  1. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya.

Jadi, penekanan larangan tersebut lebih kepada pencegahan kemungkinan terjadinya KKN antara perusahaan yang di dalamnya terdapat anggota POLRI dengan instansi kepolisian. Jika ditelaah dari bunyi pasal tersebut, tidak ada larangan bagi anggota POLRI yang masih aktif, baik untuk menjadi pemegang saham dalam perusahaan swasta nasional ataupun menjadi komisaris atau direksi perusahaan lain yang tidak berhubungan dengan POLRI.

Pengecualian

Meskipun terdapat larangan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya, terdapat beberapa pengecualian bagi jabatan-jabatan sipil tertentu untuk dapat diduduki oleh prajurit aktif dalam rangka tugas perbantuan TNI kepada pemerintahan sipil dalam kerangka Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Pengecualian ini tertuang pada Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang menyatakan, “Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.”

Pengangkatan sejumlah prajurit dan perwira aktif TNI/POLRI tidak sesuai dengan peran dan fungsi TNI dan POLRI sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 5 Undang-Undang TNI, menyatakan, “TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara”. Sedangkan Pasal 2 UU Polri menyatakan, “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”.

Kesimpulan
Prajurit TNI yang masih aktif dilarang untuk menduduki jabatan sipil serta POLRI yang masih aktif dilarang untuk menduduki jabatan di luar kepolisian. Terdapat jenis jabatan-jabatan tertentu yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan untuk diduduki oleh TNI sebagaimana tertuang pada ketentuan pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Selain itu, perlu diketahui bahwa anggota TNI yang masih aktif dilarang untuk melakukan kegiatan bisnis (menjadi pengusaha) sedangkan bagi anggota POLRI yang masih aktif tetap dilarang karena tidak berhubungan dengan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Bagi anggota TNI/POLRI yang masih aktif dan menduduki jabatan lain yang di luar kekuasaannya dikhawatirkan berpotensi akan mengulangi pelaksanaan dwi fungsi yang justru membuat TNI/POLRI terlalu sibuk dengan jabatan sipil ataupun pengusaha daripada bidang utamanya secara profesional.

Recent Posts

Send this to a friend