HUKUM MEMBELI BARANG SITAAN BEACUKAI

 In Articles

Laurences Aulina

Penegahan Barang Impor

Penegahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk menunda pengeluaran, pemuatan, atau pengangkutan terhadap barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai dan/atau mencegah keberangkatan sarana pengangkut. Pengertian ini didasarkan pada Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.04/2009 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penghentian, Pemeriksaan, Penegahan, Penyegelan, Tindakan Berupa Tidak Melayani Pemesanan Pita Cukai atau Tanda Pita Cukai atau Tanda Pelunasan Cukai Lainnya, dan Bentuk Surat Perintah (Permen Keuangan 238/2009).

Pasal 16 ayat (1) Permen Keuangan 238/2009 menerangkan bahwa pejabat Bea dan Cukai berwenang menegah:

  1. sarana pengangkut, barang kena cukai, dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di sarana pengangkut; atau
  2. barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, atau tempat-tempat lain, berdasarkan dugaan adanya pelanggaran atau adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang cukai.

Pasal 17 ayat (1) Permen Keuangan 238/2009 menerangkan bahwa penyelesaian penegahan dilakukan dengan:

  1. menerbitkan penetapan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda apabila pelanggaran yang terjadi mengakibatkan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
  2. menyerahkan hasil pemeriksaan kepada penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai apabila pelanggaran yang terjadi diduga merupakan tindak pidana di bidang cukai; atau
  3. melepaskan dan mengembalikan sarana pengangkut, barang kena cukai, dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai kepada pemilik, apabila tidak ditemukan adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang cukai.

Tempat Penimbunan Sementara

Pasal 1 angka 2 huruf a dan b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.04/2011 tentang Penyelesaian Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang Yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara (Permen Keuangan 62/2011) menyebutkan bahwa:

Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai yang selanjutnya disebut dengan BTD adalah:

  1. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada di dalam area pelabuhan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penimbunannya;
  2. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada di luar area pelabuhan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak penimbunannya;

Tempat Penimbunan Sementara (TPS) adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. Penetapan BTD dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk dan barang tersebut dibukukan dalam Buku Catatan Pabean dan disimpan dalam Tempat Penimbunan Pabean (TPP) atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP dan dipungut sewa gudang.

BTD yang merupakan barang yang dibatasi untuk diimpor atau diekspor, diberikan kesempatan untuk diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP.

BTD yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya setelah jangka waktu 60 hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP ditetapkan untuk dilelang oleh Kepala Kantor Pabean. Ketentuan tersebut dikecualikan bagi barang-barang yang dibatasi untuk diimpor atau diekspor dan barang-barang yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Permen Keuangan 62/2011 yang menerangkan bahwa BTD yang:

  1. busuk, segera dimusnahkan;
  2. karena sifatnya:
  3. tahan lama, antara lain barang yang cepat busuk, misalnya buah segar dan sayur segar
  4. merusak, antara lain asam sulfat dan belerang;
  5. berbahaya; atau
  6. pengurusannya memerlukan biaya tinggi, segera dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya, sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor

Berdasarkan bunyi pasal-pasal diatas, barang-barang impor hasil penegahan ditempatkan di TPS, lalu jika tidak pula diselesaikan urusan kepabeanannya, maka akan ditempatkan di BTD. Jika barang-barang impor tersebut tidak kunjung diselesaikan urusan kepabeanannya, maka barang-barang dapat dilelang bergantung pada jenis barang terkait.

Pelelangan

Pelaksanaan lelang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tahun 2016 Petunjuk Pelaksanaan Lelang (Permen Keuangan 27/2016). Lelang barang yang dinyatakan tidak dikuasai atau barang yang dikuasai negara eks kepabeanan dan cukai merupakan salah satu jenis lelang eksekusi. Tempat pelaksanaan lelang berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada.

Dengan demikian, jika barang tersebut didapatkan dari hasil lelang barang penegahan, maka barang tersebut dapat diperoleh dan miliki secara sah.

Penyelundupan

Jika diperoleh barang tersebut secara tidak sah dan melawan hukum, seperti diperoleh melalui penyelundupan, maka dapat menimbulkan permasalahan hukum. Bagi setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan  akan dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp5 miliar.

Jadi, jika barang tersebut merupakan hasil penyelundupan, ia dapat dikenakan tindak pidana penyelundupan dan bahkan juga dikenakan tindak pidana penipuan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 378  KUHP yang berbunyi,

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Tindak Pidana Penadahan oleh Pembeli Barang Selundupan

Ketika ada yang membeli barang tersebut dapat dikenakan tindak pidana penadahan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP yang berbunyi,

Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah:

barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan

Lainhal jika terbukti bahwa pihak pembeli tidak mengetahui atau tidak menyangka kalau barang yang dijual merupakan hasil kejahatan. Sebaliknya, jika pembeli mengetahui atau sepatutnya menyangka bahwa barang tersebut merupakan hasil kejahatan, maka dapat dikenakan tindak pidana penadahan.

Kesimpulan

Jika barang tersebut didapatkan dari hasil lelang barang penegahan, maka barang tersebut dapat diperoleh dan miliki secara sah. Jika diperoleh barang tersebut secara tidak sah dan melawan hukum, seperti diperoleh melalui penyelundupan, maka dapat menimbulkan permasalahan hukum. Ia dapat dikenakan tindak pidana penyelundupan dan bahkan juga dikenakan tindak pidana penipuan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 378  KUHP.

Recent Posts

Send this to a friend