MENTERI BUMN SEBAGAI MEDIATOR PENYELESAIAN SENGKETA BUMN
Kenny Wiston
Pada tanggal 3 Maret 2023 Menteri BUMN menerbitkan Permen BUMN Nomor Per-2/MBU/03/2023 Tentang Pedoman Tata Kelola Dan Kegiatan Korporasi Signifikan Badan Usaha Milik Negara yang mana telah diundangkan pada tanggal 24 maret 2023 dan termuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 262.
Yang menarik untuk dibahas dalam tulisan aquo adalah bunyi Pasal 7:
(1) Menteri BUMN selaku RUPS/pemegang saham/pemilik modal dalam rangka pembinaan BUMN dapat:
- sewaktu-waktu meminta dan menggali informasi atas kegiatan operasional; dan/atau
- bertindak sebagai mediator atas permohonan Direksi BUMN/Anak Perusahaan BUMN/Perusahaan Terafiliasi BUMN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi antar BUMN/Anak Perusahaan BUMN/Perusahaan Terafiliasi BUMN.
(2) Dalam meminta dan menggali informasi atas kegiatan operasional BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Menteri BUMN selaku RUPS/pemegang saham/pemilik modal dapat membentuk tim atau komite khusus.
(3) Penyelesaian perselisihan yang dimediasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi BUMN/Anak Perusahaan BUMN/Perusahaan Terafiliasi BUMN yang bersangkutan.
(4) Kewenangan Menteri sebagai mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilimpahkan atau dimandatkan kepada pimpinan tinggi madya yang menyelenggarakan fungsi hukum di Kementerian BUMN.
Alur Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi BUMN
Atas dasar permohonan direksi dari BUMN/Anak Perusahaan BUMN/Perusahaan Terafiliasi BUMN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi antar BUMN/Anak Perusahaan BUMN/Perusahaan Terafiliasi BUMN, maka Kementrian BUMN akan melakukan pengkajian internal oleh tim internal yang berisikan:
- Tim Wakil Menteri 1
- Tim Wakil Menteri 2
- Unsur Sesmen BUMN
- Unsur Deputi HKPUU
- Unsur Deputi KMR
- Unsur Deputi MSDM
- Tim Kawal BUMN
- Tenaga Ahli Professioanl (apabila diperlukan)
Kemudian jika diperlukan dapat meminta instansi terkait untuk memberikan rekomendasi seperti dari Kepolisian, KPK, BPKP dan Kejaksaan Agung. Selanjutnya rekomendasi tersebut dibahas bersama para pihak yang bersengketa untuk mencari solusi dan kesepakatan. Jika terjadi kesepakatan maka akan dibuatkan Berita Acara Kesepakatan dan selanjutna Tim Internal dan Asdep Teknis melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut kesepakatan para pihak. Jika tidak terjadi kesepakatan maka akan diselesaikan secara hukum baik perdata maupun pidana.
Siapakah Mediator itu?
Menurut Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 1 menyebutkan Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Lantas bagaimana dengan Mediator di luar Pengadilan? Apakah wajib bersertifikat? Sesuai dengan bunyi BAB VIII, Perdamaian Di Luar Pengadilan, Pasal 36:
(1) Para Pihak dengan atau tanpa bantuan Mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan dengan Kesepakatan Perdamaian dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Pengadilan yang berwenang untuk memperoleh Akta Perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.
(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Kesepakatan Perdamaian dan dokumen sebagai alat bukti yang menunjukkan hubungan hukum Para Pihak dengan objek sengketa.
(3) Hakim Pemeriksa Perkara di hadapan Para Pihak hanya akan menguatkan Kesepakatan Perdamaian menjadi Akta Perdamaian, jika Kesepakatan Perdamaian sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2).
(4) Akta Perdamaian atas gugatan untuk menguatkan Kesepakatan Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diucapkan oleh Hakim Pemeriksa Perkara dalam sidang yang terbuka untuk umum paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
(5) Salinan Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib disampaikan kepada Para Pihak pada hari yang sama dengan pengucapan Akta Perdamaian.
Selanjutnya Pasal 37 mengatur:
(1) Dalam hal Kesepakatan Perdamaian diajukan untuk dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Hakim Pemeriksa Perkara wajib memberikan petunjuk kepada Para Pihak tentang hal yang harus diperbaiki.
(2) Dengan tetap memperhatikan tenggang waktu penyelesaian pengajuan Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4), Para Pihak wajib segera memperbaiki dan menyampaikan kembali Kesepakatan Perdamaian yang telah diperbaiki kepada Hakim Pemeriksa Perkara.
Mari kita lihat pentingnya Pasal 27 dimaksud yang berbunyi:
(1) Jika Mediasi berhasil mencapai kesepakatan, Para Pihak dengan bantuan Mediator wajib merumuskan esepakatan secara tertulis dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator.
(2) Dalam membantu merumuskan Kesepakatan Perdamaian, Mediator wajib memastikan Kesepakatan Perdamaian tidak memuat ketentuan yang:
- bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;
- merugikan pihak ketiga; atau
- tidak dapat dilaksanakan.
(3) Dalam proses Mediasi yang diwakili oleh kuasa hukum, penandatanganan Kesepakatan Perdamaian hanya dapat dilakukan apabila terdapat pernyataan Para Pihak secara
tertulis yang memuat persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
(4) Para Pihak melalui Mediator dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Hakim Pemeriksa Perkara agar dikuatkan dalam Akta Perdamaian.
(5) Jika Para Pihak tidak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dikuatkan dalam Akta Perdamaian, Kesepakatan Perdamaian wajib memuat pencabutan gugatan.
(6) Mediator wajib melaporkan secara tertulis keberhasilan Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan melampirkan Kesepakatan Perdamaian.
Apakah Kementrian BUMN Wajib Memiliki Sertifikat Mediator?
Jika dilihat dari definisi Pasal 1 Perma di atas dapat disimpulkan bahwa Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral. Yang menarik untuk ditelaah adalah Permen BUMN Nomor Per-2/MBU/03/2023 Tentang Pedoman Tata Kelola Dan Kegiatan Korporasi Signifikan Badan Usaha Milik Negara tidak memberikan definisi apa itu mediasi dan atau mediator. Sangat cerdas dan hati hati bukan? Dalam konteks hukum Kementrian BUMN bukanlah Mediator sebagaimana dimaksud dalam Perma No.1 Tahun 2016, namun dalam membantu penyelesaian masalah sengketa BUMN, Kementrian BUMN dapat saja bertindak seolah selaku Mediator lebih tepatnya sebagai penengah dan fasilitator saja. Namun Mediasi di Kementrian BUMN yang nota bene bukan diawaki oleh Mediator bersertifikat bukanlah sejatinya telah melakukan proses Mediasi secara hukum di luar Pengadilan. Namun tindakan mediasi Kementrian BUMN tersebut tetaplah valid sebagai penengah dan fasilitator.
Akta Perdamaian/ Akta Dading
Para Pihak dengan atau tanpa bantuan Mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan dengan Kesepakatan Perdamaian dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Pengadilan yang berwenang untuk memperoleh Akta Perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.
Artinya, apabila kedua pihak yang bersengketa berdamai kemudian meminta kepada Pengadilan agar kesepakatan perdamaian itu dikuatkan dengan putusan pengadilan, maka bentuk persetujuan perdamaian ini disebut akta perdamaian. Dasar hukum dari akta perdamaian ini adalah Pasal 130 Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) yang menjelaskan putusan perdamaian sebagai berikut:
Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka.
Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akte) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa. Keputusan yang sedemikian tidak diizinkan dibanding. Dengan kata lain akta perdamaian mempunyai kekuatan sama dengan keputusan pengadilan, dipersamakan dengan putusan akhir dan memiliki kekuatan eksekutorial
Kesimpulan
Jika Berita Acara Kesepakatan Perdamaian yang berhasil diraih dalam penyelesaian sengketa BUMN di Kementrian BUMN ingin memiliki kekuatan sama dengan Putusan Pengadilan dan memiliki Kekuatan Eksekutorial, maka harus dimintakan Akta Dading ke Pengadilan setempat dan memenuhi ketentuan Pasal 27 Perma 1 Tahun 2016. Jika tidak, maka Berita Acara Kesepakatan tersebut hanyalah setara dengan kesepakatan biasa walaupun dalam Permen BUMN tersebut dinyatakan bersifat final dan mengikat. Secara hukum kualitasnya belum sama dengan Putusan Pengadilan dan belum memiliki Kekuatan Eksekutorial.