PERPANJANGAN PKPU DI MASA PANDEMI
Laurences Aulina
Pada tanggal 23 Maret 2020 dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya yang merupakan acuan bagaimana sidang dilaksanakan. Dalam konteks ini, SEMA menyebutkan bahwa terhadap perkara-perkara yang dibatasi jangka waktu pemeriksaannya, hakim dapat menunda pemeriksaan walaupun melampui tenggat waktu yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Sidang kepailatan adalah perkara yang prosesnya dibatasi jangka waktu tertentu.
PKPU Sementara dan PKPU Tetap
Berdasarkan Pasal 222 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dinyatakan bahwa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diajukan oleh debitur yang mempunyai lebih dari satu kreditur atau oleh kreditur.
Lebih lanjut dijelaskan pada ayat (2) bahwa debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon PKPU, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur.
Kemudian pada ayat (3), kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitur diberi PKPU, untuk memungkinkannya mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur.
Dikenal adanya PKPU sementara dan PKPU Tetap. PKPU sementara dapat ditemukan pada ketentuan Pasal 255 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dinyatakan bahwa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), “Segera setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil Debitur dan Kreditur yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama pada hari ke-45 (empat puluh lima) terhitung sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan.” Secara ringkas, PKPU sementara berlangsung selama 45 hari dengan ketentuan lebih lanjut apabila debitur tidak kunjung hadir atau PKPU tetap tidak dapat ditetapkan, maka pengadilan wajib menyatakan debitur pailit sesuai yang tertera pada ayat (5).
Sedangkan PKPU tetap, jika kreditur belum dapat memberikan suara mereka mengenai rencana perdamaian, atas permintaan debitur, kreditur harus menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap dengan maksud memungkinkan debitur, pengurus, dan kreditur untuk mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada rapat atau sidang yang diadakan selanjutnya. Yang lebih lanjut pada Pasal 228 ayat (6) disebutkan bahwa apabila PKPU tetap disetujui, penundaan tersebut berikut perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan.
Rencana Perdamaian dalam PKPU
Rencana perdamaian sesuai pada Pasal 265, debitur berhak pada waktu mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atau setelah itu menawarkan suatu perdamaian kepada Kreditur. Suatu rencana perdamaian setidak-tidaknya dapat memasukan hal-hal di bawah ini:
- Keadaan usaha debitur saat ini;
- Prospek kelangsungan usaha debitur;
- Posisi neraca keuangan terbaru;
- Aset disclosure; dan
- Komitmen investor (jika ada).
Hal-hal di atas bukan merupakan suatu keharusan dalam penyususan suatu rencana perdamaian. Namun perlu diingat, menyampaikan rencana perdamaian yang terperinci dan terbuka akan membawa keyakinan tersendiri bagi kreditur. Debitur dapat dianggap sunguh-sungguh menyelesaikan utang-utang yang dimilikinya. Dalam rencana perdamaian dapat disampaikan beberapa usulan dari debitur, antara lain:
- Memperpanjang waktu jatuh tempo;
- Menghapus penalti;
- Pengurangan tingkat bunga;
- Pemotongan pokok;
- Konversi utang-utang menjadi saham;
- Penerbitan instrumen utang yang dapat dikonversi (baik berupa opsi maupun wajib);
- Hak membeli (call option) atas utang; dan/atau
- Penggabungan yang di atas.
Persetujuan terhadap rencana perdamaian harus dicapai paling lambat pada hari ke-270, sedangkan pengesahan perdamaian dapat diberikan sesudahnya. Namun, bila belum tercapai persetujuan sesuai ketentuan pada Pasal 230 ayat (1), “Apabila jangka waktu penundaan kewajiban pembayaran utang sementara berakhir, karena Kreditur tidak menyetujui pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap atau perpanjangannya sudah diberikan, tetapi sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 ayat (6) belum tercapai persetujuan terhadap rencana perdamaian, pengurus pada hari berakhirnya waktu tersebut wajib memberitahukan hal itu melalui Hakim Pengawas kepada Pengadilan yang harus menyatakan Debitur Pailit paling lambat pada hari berikutnya.”
Perpanjangan PKPU Karena Covid-19
Penurunan usaha akibat covid-19 bersifat sementara sehingga dapat dilakukan restrukturisasi utang. Restrukturisasi di antaranya dilaksanakan secara langsung antara pelaku usaha dengan pelaku usaha (business to business) atau restrukturisasi melalui PKPU.
Rapat-rapat PKPU sudah ada yang dilangsungkan secara virtual, namun sebagian juga masih dilaksanakan di pengadilan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Bahkan di wilayah hukum Pengadilan Niaga pada PN Surabaya, hakim pengawas ada yang mengambil inisiatif untuk menunda segala bentuk rapat-rapat kreditur tanpa terikat jangka waktu proses PKPU. Padahal UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah menetapkan jangka wangku PKPU Sementara tidak lebih dari 45 hari dan untuk PKPU tetap tak lebih dari 270 hari.
Dalam angka 2 huruf c Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Di Lingkungan Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya yang telah diubah beberapa kali, disebutkan, “Terhadap perkara-perkara yang dibatasi jangka waktu pemeriksaannya oleh ketentuan perundang-undangan, Hakim dapat menunda pemeriksaannya walaupun melampaui tenggang waktu pemeriksaan yang dibatasi oleh ketentuan perundang-undangan dengan perintah kepada Panitera Pengganti agar mencatat dalam Berita Acara Sidang adanya keadaan luar biasa berdasarkan surat edaran ini.”
Kesimpulan
Perpanjangan PKPU sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dinyatakan bahwa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dapat dilakukan baik secara PKPU sementara yang berlangsung selama 45 hari dan PKPU tetap tidak boleh melebihi 270 hari. Menyesuaikan dengan kondisi pandemi yang melanda sekarang, rapat PKPU dapat dilaksanakan secara virtual serta dapat pula menunda rapat tanpa terikat jangka waktu proses PKPU bergantung pada kebijakan dari hakim pengawas.