SANKSI HUKUM BAGI PENGGUNA SEPEDA MOTOR MENGGUNAKAN KNALPOT AFTERMARKET (RACING)
M. Rizky Tri Saputra, S.H. and Reza Putra Rahmaditya, S.H.
Pada umumnya, Kendaraan bermotor banyak dipilih oleh Masyarakat dikarenakan dapat mengakomodir dan menunjang kepentingan Masyarakat sehari-hari, adapun alasan kendaraan bermotor banyak sekali dipilih dan digunakan oleh masyarakat dikarenakan memiliki fleksibilitas yang mumpuni mengingat kondisi lalu lintas yang padat. Adapun alasan-alasan lainnya mengapa kendaran bermotor banyak diminati oleh Masyarakat adalah Harga yang relatif lebih terjangkau dan Pajak tergolong terjangkau. Adapun Pembelian Motor yang mudah dan rasa kepemilikan motor yang besar menimbulkan banyaknya masyarakat yang memodifikasi motornya untuk menambahkan daya kenyaman dan keamanan. Tetapi Masyarakat acap kali lupa dengan esensi dari memodifikasi sepeda motor itu sendiri, dari awalnya memiliki tujuan hanya untuk menambahkan daya kenyamanan dan keamanan, tetapi sekarang ajang modifikasi hanya untuk menjadi ajang “Keren-Kerenan dimata pergaulan”, salah satunya adalah Mengganti Knalpot standar menjadi Knalpot Aftermarket (“Racing”).
Adapun Pergantian Knalpot itu sendiri seringkali berlebihan dan mengganggu kenyamanan di Lingkungan Masyarakat dikarenakan knalpot racing yang dipergunakan oleh pengendara motor tersebut sangatlah bising, adapun Regulasi utama yang membahas terkait dengan hal tersebut terdapat di Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”). UU LLAJ telah mengatur terkait dengan Jenis Kendaraan Bermotor sampai dengan kebisingan knalpot yang dipergunakan oleh kendaraan. Adapun regulasi-regulasi yang mengatur terkait dengan Kebisingan Motor telah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P.56/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 Tahun 2019 Tentang Baku Mutu Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi Kategori M, Kategori N, dan Kategori L. (“Permen LHK No. 56/2019”), Adapun Artikel ini akan membahas mencakup :
- Pengertian Baku Mutu Kebisingan dan Pengertian Kendaraan Bermotor roda 2 berdasarkan dengan Permen LHK No. 56/2019;
- Sanksi memodifikasi Kendaraan Bermotor dengan menggunakan Knalpot Racing berdasarkan UU LLAJ;
- Kesimpulan.
PENGERTIAN BAKU MUTU KEBISINGAN DAN PENGERTIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA 2
Pengertian Baku Mutu Kebisingan dalam Permen LHK No. 56/2019 diatur dalam Pasal 1 ayat 1, yang berbunyi: “Baku Mutu Kebisingan adalah batas paling tinggi energi suara yang boleh dikeluarkan langsung dari kendaraan bermotor.”
Pengertian Kendaraan Bermotor Roda 2 dalam Permen LHK No. 56/2019, diatur dalam Pasal 1, Ayat (14), yang berbunyi: “Kendaraan Bermotor Sub Kategori L3 adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas silinder lebih dari 50 (lima puluh) centimeter kubik atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 (lima puluh) kilometer per jam dengan apapun jenis tenaga penggeraknya sesuai dengan SNI 09-1825-2002.”
Maka menurut hemat penulis, Berdasarkan Permen LHK No. 56/2019, menjelaskan bahwasanya tingkat kebisingan suara untuk sepeda motor yang berkubikasi kurang dari 80 CC, daya bising maksimal sebesar 77 dB, Kubikasi sebesar 80 CC sampai 175 CC, daya bising maksimal sebesar 80 dB, sedangkan untuk sepeda motor di atas 175 CC, daya bising maksimal sebesar 83 dB, Ketentuan ini juga merujuk kepada standar Global ECE (Economic Commission for Europe) dengan menggunakan metode UN-R41-04.
SANKSI MEMODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN KNALPOT RACING
Terkait dengan adanya sanksi atas pelanggaran pengguna sepeda motor yang menggunakan knalpot racing, bisa dikenakan sanksi. Sebelum kita membahas terkait dengan sanksi, maka perlu kita pahami bersama UU LLAJ telah mengatur kewajiban bagi seluruh pengguna sepeda motor untuk tunduk dan patuh terkait dengan persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana telah tertuang di dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal Pasal 48 ayat (3) UU LLAJ, berbunyi:
“Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. emisi gas buang;
b. kebisingan suara;
c. efisiensi sistem rem utama;
d. efisiensi sistem rem parkir;
e. kincup roda depan;
f. suara klakson;
g. daya pancar dan arah sinar lampu utama;
h. radius putar;
i. akurasi alat penunjuk kecepatan;
j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan
k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.
Apabila di kemudian hari, ditemukan seseorang pengguna sepeda motor menggunakan knalpot tidak sesuai dengan standar yang ada baik sudah atau belum ditegur oleh pihak yang berwenang, maka pengguna sepeda motor tersebut diwajibkan untuk segera memperbaiki dan/atau mengganti knalpot tersebut, sebagaimana telah tertuang dalam Pasal 212 UU LLAJ, berbunyi:
“Setiap pemilik dan/atau Pengemudi Kendaraan Bermotor dan Perusahaan Angkutan Umum wajib melakukan perbaikan terhadap kendaraannya jika terjadi kerusakan yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran udara dan kebisingan.”
Adapun bilamana seseorang yang mengemudikan sepeda motor tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, maka pengguna sepeda motor tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 285, ayat (1) UU LLAJ, yang berbunyi:
“Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp. 250.000.00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).”
KESIMPULAN
Maka penulis dapat menyimpulkan, bahwa penggunaan knalpot racing tidak dapat dibenarkan oleh UU LLAJ dengan alasan pencemaran udara dan kebisingan suara dan telah melewati standarisasi tingkat kebisingan sepeda motor yang telah diamanatkan dalam Permen LHK No. 56/2019, adapun bilamana pengendara sepeda motor memasang dan menggunakan knalpot racing maka berdasarkan Pasal 212 UU LLAJ maka harus segera diperbaiki dan/atau diganti kembali dengan menggunakan knalpot standar untuk menghindari kerusakan yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran udara dan kebisingan. Adapun bilamana seorang pengendara sepeda motor tersebut masih kekeh dengan tetap menggunakan knalpot racing, maka pengendara sepeda motor tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 285 ayat 1 UU LLAJ, berdasarkan pasal tersebut maka seseorang pengemudi motor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp. 250.000.00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).