SEKILAS TENTANG HUKUM PENGAMPUAN

 In Articles

Laurences Aulina

Pendahuluan

Tiap manusia sebagai orang dapat menurut hukum memiliki hak-hak dan kewajiban, namun tidak semuanya cakap untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbekwaamheid). Terdapat golongan orang yang tidak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sendiri. Golongan ini terdiri dari orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele).

Pengertian

Pengampuan atau dikenal juga dengan curatele adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum. Menurut Pasal 433 KUHPerdata, “Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan.”

Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa pengampuan adalah orang dewasa akan tetapi :

  1. Sakit pada ingatannya
  2. Seorang pemboros
  3. Lemah daya atau lemah jasmaninya
  4. Tidak sanggup mengurus kepentingan sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakukan buruk di luar batas atau mengganggu keamanan.

Tolak ukur kedewasaan diatur pada Pasal 330 KUHPerdata yang menyatakan bahawa dikatakan belum dewasa apabila ia belum mencapai usia 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah menikah.

Syarat-Syarat Menjadi Pengampu

Setiap keluarga sedarah berhak minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata gelap. Disebabkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat. Dalam satu dan lain hal, suami atau istri dapat minta pengampuan bagi istrinya atau suaminya. Barangsiapa, karena lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan diri sendiri dengan baik, dapat minta pengampuan bagi diri sendiri. (Pasal 434 KUHperdata). Dalam hal tidak dapat diajukan permintaan pengampuan oleh orang-orang yang disebutkan di atas maka dapat dimintakan oleh jawatan kejaksaan.

Akan tetapi, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa yang menjadi pengampu bukanlah seperti yang disebutkan. Hal ini bisa dikarenakan pertimbangan hakim apabila dianggap si pengampu tidak memenuhi syarat maka hakim dapat mengangkat orang lain.

Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri dimana orang yang dimintakan pengampuan itu berdiam (Pasal 436 KUHPerdata). Pengampuan mulai berlaku sejak putusan atau penetapan diucapkan (Pasal 466 ayat (1) KUHPerdata).

Prosedur Permohonan Pengampuan

Prosedur terhadap permintaan seseorang untuk menempatkan orang lain yang sudah dewasa, yang selalu berada dalam keadaan boros, dungu sakit ingatan (gila) atau mata gelap di bawah pengampuan seperti :

  1. Harus ada pengajuan permohonan pengampuan ke Pengadilan Negeri, sehingga Pengadilan tidak dapat meletakkan seseorang di bawah pengampuan tanpa adanya permohonan dari orang yang ingin menjadi Pengampu atau orang yang ingin di taruh di bawah pengampuan (Pasal 436 KUHPerdata). Di dalam permohonan pengampuan harus jelas menyebutkan fakta-fakta dan alatalat bukti yang menyatakan keadaan seseorang yang dimintakan pengampuannya dan disertai dengan daftar nama saksi- saksi yang diperiksa oleh hakim (Pasal 437 KUHPerdata).
  2. Setelah itu dilakukan pemeriksaan calon terampu. Pemeriksaan calon terampu ini tidak akan berlangsung sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari anggota keluarga sedarah. Pemeriksaan juga harus dilengkapi dengan surat- surat bukti lainnya seperti akta nikah (jika yang diampu telah menikah), kartu keluarga, kartu tanda penduduk, dan yang paling penting yaitu surat dari rumah sakit yang menyatakan bahwa calon terampu memang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, misalnya orang yang gila harus ada keterangan dari rumah sakit jiwa. Setelah semua berkas dilengkapi dan permohonan pengampuan tersebut telah diketahui oleh si calon terampu sendiri maka si calon terampu pun di panggil di Pengadilan untuk proses tanya jawab secara langsung.
  3. Bila pengadilan negeri berpendapat bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu pengampuan, maka perlu di dengar para keluarga sedarah atau semenda. Hal ini menjadi yang terpenting dalam pemeriksaan calon terampu agar tidak terjadinya perkara di kemudian hari (Pasal 438 KUHPerdata).
  4. Setelah mendengar atau memangil dengan sah orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, harus mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan. Pemeriksaan calon terampu ini dilakukan apabila terampu tersebut masih dapat dipanggil atau ditanyakan tentang keadaan dirinya seperti orang yang diletakan di bawah pengampuan karena keborosan tetapi bagi seorang yang diletakkan di bawah pengampuan karena keadaan gila sehingga tidak dapat ditanyakan tentang dirinya maka tidak perlu dilakukannya pemanggilan terhadap calon kurandus, cukup berdasarkan keterangan dari pihak keluarga atau semenda. Selanjutnya jika si calon terampu ini tidak dapat memindahkan dirinya, maka pemeriksaan itu harus dilangsungkan di rumahnya, oleh seorang hakim atau lebih yang diangkat untuk itu dan disertai oleh Panitera dan atas semua itu dihadiri juga oleh Jawatan Kejaksaan (Pasal 439 KUHPerdata).
  5. Setelah pengadilan telah memperoleh keterangan yang cukup, maka pengadilan dapat memberi keputusan tentang surat permintaan itu tanpa tata cara lebih lanjut, dalam hal yang sebaliknya, Pengadilan Negeri harus memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa- peristiwa yang dikemukakannya menjadi jelas (Pasal 440 KUHPerdata).
  6. Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut, bila ada alasan Pengadilan Negeri dapat mengangkat seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang dimintakan pengampuan. Jadi biasanya pengangkatan pengurus sementara ini dilakukan apabila ada harta yang harus diurus. Setelah pengadilan mempunyai keputusan dan keputusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka ditetapkanlah seorang pengampu dan tugas pengurus sementara pun berakhir. Pengurus sementara wajib menyerahkan perhitungan pertanggung jawaban atas pengurusannya kepada pengampu. (Pasal 441 KUHPerdata).
  7. Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang terbuka, setelah mendengar atau memanggil dengan sah semua pihak dan berdasarkan kesimpulan Jaksa (Pasal 442 KUHPerdata).
  8. Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam penetapan atau keputusan ini harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan pengampuan kepada pihak lawannya dan diumumkan dengan menempatkan dalam Berita Negara (Pasal 444 KUHperdata).

Akibat Hukum Pengampuan

Dengan ditetapkannya pengampuan tersebut, maka orang yang sudah dewasa diletakkan dalam keadaan dimana dia harus dibantu oleh orang lain, atau bergantung pada orang lain, dan kedudukannya di dalam banyak hal adalah sama dengan mereka yang belum cukup umur (Pasal 452 KUHPerdata).

Pada dasarnya seorang yang diletakkan di bawah pengampuan tidak mempunyai kemampuan untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan atau tindakan hukum, untuk itu mereka harus diwakili oleh pengampunya. Tindakan hukum yang dilakukan oleh orang di bawah pengampuan, tanpa dibantu oleh pengampunya adalah batal (Pasal 446 KUHPerdata).

Pada suatu penetapan pengampuan oleh Pengadilan harus dinyatakan secara jelas apa tugas dari pengampu tersebut. Seperti yang telah disebutkan bahwa tugas Pengampu adalah untuk melindungi suatu kepentingan tertentu dari terampu maka didalam penetapan harus dinyatakan secara jelas apa – apa saja yang akan dilindungi atau diwakili oleh Pengampu sendiri.

Tugas dan wewenang pengampu keluarga antara lain :

  1. Pengampu melakukan pengurusan pribadi dan harta kekayaan pihak yang diampu (Pasal 449 jo. 441 KUH Perdata).
  2. Pengampu hanya melakukan tugas pengurusan terhadap hal-hal yang terkait dengan kepentingan si terampu, misalnya dalam situasi menggantikan si terampu sebagai pemegang kekuasaan sebagai orang tua atas anak si terampu yang belum dewasa.

Oleh karena itu pengampu harus dapat bertanggung jawab atas kesalahan ataupun kelalaian dalam melakukan kewajiban pengurusan dan/atau penyelesaian urusan si terampu.

Recent Posts

Send this to a friend