SIKAP PENGADILAN DAN MAHKAMAH AGUNG ATAS GUGATAN PELANGGARAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)

 In Articles

Reza Putra Rahmaditya, S.H.
Faiz Emery Muhammad, S.H.

Dalam keadaan tertentu, MoU dapat diklasifikasikan sebagai tahap awal atas perancangan sebuah perjanjian. Oleh karena itu dalam kesepakatan MoU tersebut dianggap sebagai sebuah penyelesaian tahap pra-perjanjian atas hasil negoisasi dan kesepakatan dan ditandatangi oleh para pihak.

Dalam sebuah perjanjian dan/atau kontrak, perjanjian dapat dikategorikan sebagai syarat sahnya suatu perjanjian menurut hukum, apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya disebut dengan “KUH Perdata”), antara lain:

  1. “Para Pihak telah sepakat mengikatkan dirinya
  2. Cakap dalam membuat perjanjian
  3. Suatu pokok persoalan tertentu
  4. Suatu sebab yang tidak dilarang”

Secara normatif, MoU yang dilanggar dapat menjadi dasar untuk diajukan gugatan jika pelanggaran tersebut menyebabkan kerugian. Dasar hukum MoU dapat ditemukan pada Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi:

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Merupakan dasar dari produk hukum dari terbentuknya MoU.

CIRI-CIRI MOU

Pada intinya di dalam dunia praktik dunia korporasi, MoU sangatlah berbeda sekali dengan Perjanjian, walaupun MoU acap kali sering kita samakan dengan Perjanjian, nyatanya jika kita berbicara dalam dunia praktiktisi, MoU hanya berisikan pada pokok-pokok dari kesepakatan dan/atau kesepahaman Para Pihak dalam menentukan apa yang menjadi kesepakatan antara Hak dan Kewajiban Para Pihak, adapun isi dari MoU tersebut hanya meliputi 6 pokok saja yang perlu ditulis di dalam MoU tersebut, yakni antara lain:

  1. Judul, mencerminkan apa yang ada dalam MoU;
  2. Pembukaan, penjelasan mengenai waktu dibuatnya dan waktu penandatanganan MoU;
  3. Komparasi Para Pihak, berisi nama-nama dan/atau identitas para pihak dan keterangan mengenai kedudukan para pihak dalam MoU;
  4. Premis/Recital, berisi kondisi, peran, dan kemampuan Para Pihak, niat dalam bisnis dasar dari Para Pihak, penawaran, dan penerimaan.
  5. Isi, Isi dari MoU meliputi:
  6. Unsur Esensialia: hal-hal yang perlu ada di dalam MoU;
  7. Unsur Aksidentalia: Ketentuan yang secara tegas telah disepakati oleh Para Pihak.
  8. Penutup, berisi kesadaran dan pemahaman para pihak untuk melaksanakan MoU yang telah disepakati, tempelkan Materai dan Tanda Tangan supaya MoU tersebut dapat menjadi alat bukti di pengadilan.

Pada umumnya, tujuan dibuatnya sebuah MoU adalah sebagai langkah awal kesepakatan atas kesepahaman Bersama. Kemudian MoU akan ditindak lanjuti dengan prestasi, hak dan kewajiab para pihak secara rinci dalam bentuk perjanjian.

Secara hukum bilamana para pihak telah membuat MoU yang telah memenuhi unsur-unsur dari syarat sahnya sebuah perjanjian sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata maka MoU tersebut merupakan perikatan yang memiliki kedudukan hukum yang bersifat final dan mengikat para pihak dan wajib ditaati serta dilaksanakan oleh para pihak.

Dalam studi kasus kali ini, kami akan membahas terkait dengan Putusan Pengadilan dan Mahkamah Agung yang mana telah memainkan peran dan/atau posisi yang sangat penting dan krusial dalam menentukan tonggak keadilan dalam memberikan sebuah putusan maupun mengadili gugatan dan/atau permohonan secara adil-adilnya, yakni memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Berikut ini adalah sebuah pemantik mengenai bagaimana Putusan Pengadilan dan MA dalam menangani kasus-kasus Gugatan PMH atas Pelanggaran MoU.

 MOU DAPAT DIGUGAT

 Jika MoU tidak  dilaksanakan sebagaimana mestinya maka dapat  digugat. Mudahnya, bila suatu pihak tidak dapat melaksanakan kewajiban atau lalai dalam melaksanakan kewajiban yang seharusnya pihak tersebut lakukan yang telah tercantum dalam MoU yang telah disepakati oleh para pihak, maka pihak lainnya yang merasa telah dirugikan atas material maupun immaterial dapat membawa persoalan tersebut ke Pengadilan a quo dan pihak berwenang dapat memberikan sebuat perintah untuk dapat melaksanakan substansi yang telah tertuang di dalam MoU secara konsisten dan benar.

CONTOH KASUS GUGATAN MOU

Kasus gugatan atas pelanggaran MoU tergambarkan dalam Putusan MA Nomor 1788 K/Pdt/2014 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 126/Pdt/2013/PT.Dps. sebagai berikut:

 

Pertimbangan Putusan MA Nomor. 1788 K/Pdt/2014:

      “Bahwa telah benar terlepas dari jadwalnya, MoU dalam perkara a quo telah mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak dan sesuai ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, maka Para Pihak wajib melaksanakan isi kesepahaman dengan itidak baik…,”.

 

Pertimbangan Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 126/PDT/2013/PT.Dps:

     “ Menurut pendapat Majelis Hakim tingkat banding MoU Nomor 88/SP/IX/2008 tanggal 19 September 2008 telah dibuat atas kesepakatan bersama antara Pembanding semula Tergugat dengan Terbanding semula Penggugat, yang mana isi kesepakatan tersebut telah memuat hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, dan telah ditandatangani bersama tanpa adanya paksaan, kekhilafan maupun penipuan, sehingga sudah memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian MoU tersebut adalah suatu perjanjian, yang mana sesuai dengan asas pacta sunt servanda yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, maka MoU tersebut berlaku dan mengikat dan harus ditaati serta dilaksanakan oleh kedua belah pihak yang membuatnya yaitu Pembanding semula Tergugat serta Terbanding semula Penggugat”

Mengenai ketentuan dari pasal 1338 KUH Perdata dan Putusan MA nomor 791 K/SIP/1972 yang dijadikan sebagai yurisprudensi, maka Pasal 1338 KUH Perdata masih dianggap sebagai ketentuan mutlak terhadap perjanjian. Diputusnya MoU dengan iktikad tidak baik jelas merugikan pihak lainnya. Kerugian menyebabkan harta yang dimiliki oleh salah satu pihak berkurang dikarenakan itikad yang tidak baik tersebut. Kerugian merupakan hasil  pelanggaran norma yang bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum ataupun wanprestasi.

 WANPRESTASI ATAU PMH?

Gugatan atas tidak terpenuhinya MoU mau dibawa ke mana? Gugatan Wanprestasi kah atau PMH kah? Untuk mengajukan gugatan wanprestasi harus jelas prestasi apa yang tidak terpenuhi serta hak dan kewajiban apa yang dilanggar sehingga mengakibatkan kerugian baik materil maupun imateril. Jika tidak jelas maka gugatan wanprestasi atas pelanggaran MoU merupakan langkah hukum keliru karena berpotensi ditolak. Pada umum nya MoU hanya mencakup hal umum seperti pertukaran informasi dan data, joint study dan diskusi lanjutan guna merumuskan perjanjian final nantinya. Walaupun telah terpenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPer dan merupakan pacta sunt servanda Pasal 1338 KUHPer  gugatan wanprestasi tersebut akan berpotensi ditolak karena kerugian nyata, hak dan kewajiban serta prestasi dalam MoU tersebut tidak rinci dan jelas.

Jika dipandang dari Perspektif Hukum Positif Indonesia, Gugatan PMH dapat diajukan sebagaimana telah diamanatkan dalam dalam Pasal 1365 KUHPer sebagaimana berbunyi:

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Pasal 1365 KUH Perdata tidak membedakan kesalahan dalam jenis kesengajaan (opzetdolus) dan kesalahan dalam jenis tidak hati-hati (culpa), dengan demikian Hakim harus bisa menilai dan memperhatikan berat ringannya kesalahan yang dilakukan seseorang dalam kaitannya dengan PMH ini, sehingga bisa memutuskan untuk ganti kerugian yang adil-seadilnya. Jika ingin mengajukan Gugatan PMH, alangkah baiknya mengumpulkan bukti yang mengandung unsur-unsur perbuatan tersebut. Bukti bisa diterima oleh hakim jika telah terpenuhinya beberapa unsur yaitu: Unsur Kesengajaan, Unsur Kelalaian, Unsur Kesalahan, Unsur Tidak Ada Alasan Pemaaf/Alasan Pembenar/Membela Diri, dan unsur itikad tidak baik.

KESIMPULAN

Putusan pengadilan dan MA atas Gugatan PMH terhadap pelanggaran MoU menunjukkan pentingnya proses hukum yang menyeluruh dan adil. PN, PT, dan MA masing-masing memiliki peran penting dalam memberikan kepastian hukum  dan memastikan  ada keadilan dalam penyelesaian sengketa. Putusan tersebut memberikan panduan penting bagi pihak-pihak yang terlibat dalam MoU untuk mematuhi kesepakatan mereka atau menghadapi konsekuensi hukum. Asas itikad baik, unsur kelalaian dan kesalahan  dan tidak adanya alasan pembenar menjadi acuan dalam Gugatan PMH dimaksud.

Recent Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Send this to a friend