ASPEK HUKUM NOMINEE AGREEMENTS DAN PENGANGKATAN DIREKSI NOMINEE
Kenny Wiston
Nominee Agreement atau Perjanjian Nominee, adalah kesepakatan di mana seseorang atau perusahaan setuju untuk memegang hak kepemilikan, seperti saham atau aset, atas nama orang lain. Biasanya, perjanjian ini digunakan untuk mengatasi batasan hukum yang menghalangi seseorang atau entitas tertentu dari memiliki hak tersebut secara langsung. Lebih jelasnya Perjanjian Nominee pada hakikatnya melahirkan dua konstruksi dalam kepemilikan saham atau aset: 1. Pemilik saham atau aset yang namanya telah tercatat dan diakui secara hukum (Nominee) dan 2. Pemilik yang sebenarnya (beneficiary). Hubungan antara nominee dan beneficiary harus didasarkan pada kepercayaan yang kuat dan kesepahaman yang jelas tentang peran dan tanggung jawab masing-masing.
Risiko dan Aspek tertentu dari Nominee Agreement
Perjanjian nominee memiliki beberapa risiko yang perlu diperhatikan, terutama di Indonesia. Berikut adalah beberapa risiko utama:
- Keabsahan Perjanjian: Jika terjadi sengketa atau dispute, syarat keabsahan perjanjian dapat dipermasalahkan atas dasar melanggar syarat sebab yang halal..
- Penipuan: Perjanjian nominee dapat digugat oleh pihak ketiga atas dasar penipuan.
- Batal Demi Hukum: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perjanjian nominee dilarang dan batal demi hukum.
- Potensi Risiko Hukum Lainnya: Penggunaan nominee agreement dapat dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum, termasuk dalam konteks pencucian uang dan pendanaan terorisme.
- Kontrak dan Ketentuan: Kontrak nominee biasanya mencakup ketentuan mengenai kepatuhan hukum, durasi perjanjian, dan kondisi di mana perjanjian dapat dihentikan atau dibatalkan.
- Pajak dan Kepatuhan Hukum: Kepemilikan nominee dapat memiliki implikasi perpajakan yang rumit dan kompleks.
- Pengelolaan Aset dan Kontrol: Walaupun nominee memiliki hak legal atas saham dan aset, namun kontrol dan pengelolaan sebenarnya tetap berada di tangan beneficiary.
Batasan dan Pelarangan Perjanjian Nominee di Indonesia:
Adapun pelarangan dari tindakan Perjanjian Nominee atau Nominee Agreement telah tertuang di dalam Pasal 48 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Perusahaan Terbatas Jo Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Penanaman Modal yang telah dijelaskan pada tabel di bawah ini:
UNDANG UNDANG PERUSAHAAN TERBATAS |
Pasal 48 Ayat (1) : Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.”
|
Pasal 48 ayat (2): Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Penjelasan Pasal 48 ayat (2): Yang dimaksud dengan “instansi yang berwenang” adalah instansi yang berdasarkan undang-undang berwenang mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang tertentu, misalnya Bank Indonesia berwenang mengawasi Perseroan di bidang perbankan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berwenang mengawasi Perseroan di bidang energi dan pertambangan. |
Pasal 48 ayat (3): Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar
Penjelasan Pasal 48 ayat (3): Yang dimaksud dengan “tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham”, misalnya hak untuk dicatat dalam daftar pemegang saham, hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan |
UU PENANAMAN MODAL |
Pasal 33 Ayat (1) : “Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.”
Penjelasan Pasal 33 Ayat (1) : “Tujuan pengaturan ayat ini adalah menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain.” |
Pasal 33 Ayat (2) : “Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.”
Penjelasan Pasal 33 Ayat (2): Cukup Jelas |
Perjanjian Nominee, Benarkah Serta Merta Batal Demi Hukum?
Ada lima dasar hukum perikatan yang telah diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pembatalan Perjanjian Nominee dibagi menjadi dua, yaitu Pembatalan Mutlak dan Pembatalan Relatif. Pembatalan Mutlak adalah suatu perjanjian dianggap batal walaupun Para Pihak tidak memintanya dalam hal ini pembatalan secara mutlak dapat dikatakan sebagai batal demi hukum. Sedangkan Pembatalan secara Relatif adalah suatu Perjanjian diminta oleh salah satu pihak dan hanya berlaku terhadap pihak tertentu saja.
Walaupun dapat dikatakan Perjanjian Nominee atau Nominee Agreement sebagai tindakan Perbuatan Melawan Hukum dan batal demi hukum, praktiknya tetap salah satu pihak harus mengajukan gugatan Pembatalan Perjanjian Nominee tersebut ke Pengadilan untuk mendapatkan Putusan.
Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang Perusahaan Terbatas secara tegas menyatakan bahwa nominee agreement dan nominee arrangement (Perjanjian yang mengatur pengalihan kepemilikan saham atas nama pihak lain) adalah batal demi hukum. Ketentuan ini telah diatur secara eksplisit dalam UU Penanaman Modal dan UU Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang bertujuan untuk memindahkan atau memiliki saham dalam suatu perseroan terbatas atas nama orang lain akan dianggap tidak sah dan batal demi hukum.
Batalnya suatu Perjanjian bila merujuk ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk sebuah Perjanjian dapat dinyatakan sah secara hukum haruslah memenuhi Pasal 1320 KUHperdata. Kriteria tersebut adalah: “1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. Suatu pokok persoalan tertentu, 4. Suatu sebab yang tidak terlarang.” Selain Pasal 1320 KUHperdata, Pasal 1337 KUHperdata menentukan terkait “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”
Oleh karena itu, Perjanjian Nominee dapat dikatakan sebagai batal demi hukum jika setidaknya isi dari perjanjian tersebut terdapat klausula palsu yang telah disebut dalam Pasal 1355 KUHPerdata. Dalam hal kepemilikan saham telah dinyatakan dilarang oleh UU Penanaman Modal, maka dari itu Perjanjian Nominee atas kepemilikan saham berdasarkan Pasal 1377 KUHPerdata dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum dan perlu digugat ke Pengadilan untuk dinyatakan Batal Demi Hukum.
Namun perlu digaris bawahi dan dipahami hanya Perjanjian Nominee saja yang dapat dinyatakan Batal Demi Hukum berikut atas kepemilikan saham aquo. Terkait dengan pendirian sebuah Perusahaan Terbatas tetap dinyatakan sah dimata hukum sebagaimana telah disahkan dengan Akta Pendirian Perusahaan yang telah dilegitimasi oleh Kemenkumham RI.
Bagaimana Halnya dengan Nominee Direktur:
Nominee direktur, atau “direksi nominee”, adalah seorang direktur yang secara formal menjabat dalam perusahaan, tetapi sebenarnya bertindak atas nama dan atas instruksi dari pemilik atau pihak lain yang sebenarnya. Berikut adalah beberapa aspek penting tentang direksi nominee:
- Peran dan Fungsi: Direksi nominee bertindak sebagai representasi formal dari perusahaan di mata hukum dan pihak ketiga. Mereka mewakili kepentingan pemilik atau pihak yang sebenarnya dalam pengambilan keputusan dan operasi perusahaan2.
- Alasan Penggunaan: Direksi nominee sering digunakan untuk menyembunyikan identitas pemilik asli, memenuhi persyaratan hukum yang mengharuskan adanya direktur warga negara Indonesia, atau untuk menyederhanakan struktur perusahaan.
- Risiko dan Tantangan: Seperti perjanjian nominee lainnya, direksi nominee juga berisiko tidak diakui oleh pengadilan dalam sengketa hukum, dan nominee dapat dianggap bertanggung jawab secara hukum atas tindakan yang diambil atas nama pemilik asli.
- Kepatuhan Hukum: Penggunaan direksi nominee harus mematuhi peraturan hukum yang berlaku, termasuk ketentuan terkait pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Faktor dan Aspek Yang Harus Diperhatikan Terkait dengan Direksi Nominee:
- Pengaruh Hukum dan Kebijakan Perusahaan:
Direksi nominee harus memastikan bahwa semua tindakan dan keputusan yang mereka ambil sesuai dengan hukum yang berlaku dan kebijakan internal perusahaan. Ini termasuk memenuhi kewajiban laporan, menghadiri rapat direksi, dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan strategis.
- Pengaruh Terhadap Hubungan Bisnis:
Kehadiran direksi nominee dapat mempengaruhi persepsi mitra bisnis, investor, dan stakeholder lainnya. Mereka harus menjaga transparansi dan integritas dalam semua interaksi bisnis untuk mempertahankan kepercayaan.
- Peran Dalam Rapat Direksi:
Direksi nominee harus berpartisipasi aktif dalam rapat direksi dan menyuarakan kepentingan beneficiary. Mereka harus siap memberikan laporan dan masukan berdasarkan arahan dari beneficiary.
- Keamanan Informasi:
Direksi nominee memiliki akses ke informasi sensitif perusahaan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa mereka menjaga kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut.
- Penyelesaian Sengketa:
Dalam kasus sengketa antara nominee dan beneficiary, penting untuk memiliki mekanisme penyelesaian yang jelas. Ini bisa termasuk arbitrase atau mediasi untuk menyelesaikan perselisihan tanpa perlu ke pengadilan.
- Asuransi dan Perlindungan:
Beberapa perusahaan mungkin menyediakan asuransi atau perlindungan hukum untuk direksi nominee sebagai bagian dari perlindungan terhadap risiko hukum yang mungkin timbul selama masa jabatan mereka.
Beberapa Contoh Kasus Direksi Nominee
Berikut adalah contoh kasus yang terjadi di Indonesia terkait dengan direksi nominee:
Kasus PT SRD: Dalam kasus ini, Y W tercatat sebagai Direktur Utama PT SRD berdasarkan dokumen testimoninya yang disampaikan di hadapan Komisi III DPR RI. Kasus ini melibatkan praktik nominee dalam struktur kepengurusan PT SRD, di mana nama YW digunakan sebagai nominee untuk mewakili kepentingan pihak lain1.
Kasus PT X dengan WNA dan WNI: WNA membeli saham PT X dengan meminjam nama WNI berdasarkan perjanjian nominee sejumlah 30% dari modal disetor. Setahun kemudian, WNI mengajukan penjualan saham tanpa sepengetahuan WNA, namun ditolak oleh direksi PT X2. Direksi melaporkan hal ini kepada WNA, yang kemudian meminta pengalihan saham ke atas nama WNA. Namun, WNI menolak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang diadakan oleh direksi2.
Kasus-kasus seperti ini menunjukkan bagaimana penggunaan direksi nominee dapat menimbulkan konflik dan tantangan hukum, terutama jika tidak ada kesepahaman yang jelas antara nominee dan beneficiary. Berikut adalah hal-hal yang perlu dipertimbangkan terkait direksi nominee:
1. Legalitas dan Kepatuhan Internasional:
Dalam konteks perusahaan multinasional, penting untuk memastikan bahwa penggunaan direksi nominee juga sesuai dengan regulasi di negara-negara lain di mana perusahaan tersebut beroperasi. Ini termasuk hukum anti-pencucian uang, aturan tentang beneficial ownership, dan kebijakan anti-korupsi.
2. Perjanjian Kerahasiaan:
Sering kali, direksi nominee dan beneficiary akan menandatangani perjanjian kerahasiaan untuk melindungi informasi sensitif. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan informasi yang dapat merugikan perusahaan atau beneficiary.
3. Aspek Manajemen Risiko:
Penggunaan direksi nominee harus dikelola dengan baik untuk meminimalkan risiko hukum dan reputasi. Perusahaan mungkin perlu menyusun kebijakan internal dan pelatihan untuk memastikan bahwa semua pihak memahami peran dan tanggung jawab mereka.
4. Asuransi Direksi dan Pejabat (D&O Insurance):
Asuransi ini dapat memberikan perlindungan finansial terhadap klaim yang mungkin diajukan terhadap direksi nominee karena tindakan atau keputusan yang mereka ambil dalam kapasitas resmi mereka. Ini memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi direksi nominee.
5. Kepatuhan terhadap Kebijakan Perusahaan:
Direksi nominee harus mematuhi semua kebijakan dan prosedur internal perusahaan, termasuk kebijakan etika, tata kelola perusahaan, dan kebijakan keselamatan kerja.
6. Hubungan dengan Otoritas Pajak:
Direksi nominee harus memastikan bahwa perusahaan mematuhi semua kewajiban pajak yang berlaku dan bahwa laporan pajak disusun dan dilaporkan dengan benar. Pelanggaran pajak bisa menimbulkan konsekuensi serius baik bagi perusahaan maupun individu yang terlibat.
Apakah Pengankatan Direksi Nominee Sah?
Tentu sah! Pengangkatan direksi nominee dapat dan berpotensi menjadi masalah yang rumit dalam konteks hukum di Indonesia. Secara umum, direksi nominee bukanlah ilegal secara eksplisit, tetapi penerapannya bisa bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum korporasi dan peraturan yang mengatur kepemilikan dan manajemen perusahaan.
Sah secara Formal: Jika proses pengangkatan direksi nominee dilakukan sesuai dengan prosedur formal perusahaan, seperti melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan pencatatan yang benar di Kementerian Hukum dan HAM, maka secara legal formal sah.
Risiko Legalitas: Namun, jika direksi nominee digunakan untuk menyembunyikan identitas pemilik sebenarnya atau melanggar ketentuan tentang kepemilikan asing atau pengelolaan perusahaan, hal ini dapat dianggap tidak sah dan melanggar hukum.
Keabsahan Praktis: Dalam praktiknya, jika terjadi perselisihan atau sengketa hukum, pengadilan mungkin tidak mengakui perjanjian nominee dan dapat memutuskan bahwa kepemilikan atau pengangkatan tersebut tidak sah.
Penggunaan direksi nominee harus sangat hati-hati dan memastikan kepatuhan terhadap semua regulasi yang berlaku untuk menghindari risiko hukum.