ATURAN HUKUM TERHADAP NOTARIS YANG TERJERAT PERKARA PIDANA

 In Articles

Gianvilla Erry Chandra A.D.H., S.H.

Notaris adalah salah satu jabatan terhormat yang memegang tanggung jawab sebagai jabatan yang bersentuhan langsung dalam hal membela kebenaran dan keadilan maka dari itu para penegak hukum harus menjalankan dengan itikad baik dan ikhlas sehingga profesi hukum akan menjadi profesi yang terhormat dan luhur (officium nobile). Banyaknya notaris membuat persaingan antar notaris semakin ketat dan terkadang membuat notaris kurang berhati-hati dalam menjalankan profesinya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, hukum berfungsi sebagai suatu pagar atau batasan bagi kalangan masyarakat guna mengatur ketertiban di masyarakat, maka eksistensi hukum sangat diperlukan guna melindungi hak dan kewajiban serta kepentingan masyarakat, diistilahkan oleh Marcus Tullius Cicero seorangahli hukum sebagai ubi societas ibi iusyang artinya bahwa tata hukum harus mengacu pada penghormatan dan perlindungan bagi keluhuran martabat manusia. Kehadiran hukum telah menjadi kebutuhan dalam menegakan keseimbangan seorang subyek hukum maka dari itu hukum haruslah pasti dan adil secara hakiki, Hal tersebut menunjukkan pada hakikatnya para penegak hukum (hakim, jaksa, Notaris, dan polisi) adalah pembela kebenaran dan keadilan seyogyanya para penegak hukum harus menjalankan dengan itikad baik dan jujur,

Oleh karena mulia dan terhormat, profesionalitas hukum sudah semestinya menjadi bagian dari kunci utama profesi ini karena profesi ini sebagai pilihan dan sekaligus panggilan hidupnya untuk melayani sesama di bidang hukum. Begitu juga dengan profesi Notaris yang memerlukan suatu tanggung jawab baik individual maupun sosial terutama ketaatan terhadap norma-norma hukum positif dan kesediaan untuk tunduk pada kode etik profesi, bahkan merupakan suatu hal yang wajib dan akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada.

Akta otentik seperti yang kita ketahui sebagai alat bukti terkuat dan kongkrit yang  mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan kongkrit memberikan sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.

Seperti yang telah dijelaskan di atas tentang Akta otentik maka jika kita ambil kesimpulan bahwa kewenangan bagi suatu jabatan yang memegang penuh terhadap hal tersebut merupakan suatu jabatan yang dapat dipercaya dalam memegang amanah terhadap kewenangan tersebut  maka dari itu jabatan Notaris adalah suatu jabatan yang sangat berpengaruh dan memiliki suatu keistimewaan  dalam memegang profesi yang mulia atau yang biasa disebut sebagai Officium Nobile.

Adapun dalam memegang kewenangan tersebut terdapat potensi – potensi kecurangan atau penyalahgunaan kewenangan oleh oknum-oknum Notaris tertentu. Potensi-potensi tersebut merupakan potensi yang dapat menjerat seorang notaris dalam lingkaran pemidanaan, apa saja potensi tersebut? Berdasarkan data yang penulis kumpulkan adalah sebagai berikut :

  1. Akta dibuat dengan tidak hadiri oleh para pihak secara berhadapan
  2. Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar atau dianggap memberikan keterangan palsu
  3. Data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya
  4. Data yang diberikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar, sehingga akta notaris yang diterbitkan dianggap akta palsu
  5. Ada dua akta yang beredar di para pihak, yang nomor dan tanggalnya sama tetapi isinya berbeda
  6. Tanda tangan salah satu pihak yang ada dalam minuta dipalsukan
  7. Penghadap menggunakan identitas orang lain

Kode Etik Notaris

kode etik profesi termasuk kode etik notaris merupakan rumusan etika atau moral anggota yang mengemban profesi itu dan menjadi tolok ukur dari perbuatan anggota sehingga dapat mencegah anggota untuk bertindak yang tidak etis. Kode etik notaris mempunyai peran/fungsi yang sangat penting bagi notaris yaitu sebagai dasar, tolok ukur, acuan dan pedoman/patokan dalam setiap bertindak, bersikap dan bertingkah laku dalam tugas jabatannya notaris. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam kode etik notaris yang berisi kewajiban dan larangan bagi jabatan notaris yang mengandung nilai etika atau moral sangat penting dan berpengaruh bagi kelangsungan jabatan dan kinerja notaris, untuk itu para notaris wajib bertanggung jawab atas keberadaan kode etik notaris yaitu dengan cara selalu mentaati dan menerapkan kode etiknya dalam artian menjalankan kewajiban-kewajibannya dan menghindari larangan-larangannya dalam tugas jabatan notaris. Dalam kode etik notaris telah diatur mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap notaris yang menjalankan jabatannya, larangan, pengecualian dan sanksi-sanksi seperti teguran, peringatan, sampai dengan pemecatan atau pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan yang terangkum dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang No 30 Tahun 2004. Maka dari itu dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris, karena tanpa itu harkat dan martabat profesionalisme akan hilang sama sekali.

Berfokus kepada judul artikel hukum ini, Undang-Undang Jabatan Notaris hanya mengatur terkait teguran-teguran maupun pemberhentian Jabatan Notaris namun tidak mengatur secara sanksi pidana, Sanksi Pidana terhadap Notaris tunduk terhadap ketentuan pidana umum, yaitu KUHP. Selain itu Notaris yang melakukan pelanggaran dapat dijatuhi sanksi berupa sanksi perdata atau ganti rugi. Namun dalam praktek, Notaris dalam melakukan suatu pelanggaran UUJN, sebenarnya dapat dijatuhi sanksi administrasi atau perdata atau kode etik jabatan Notaris, tapi kemudian ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris. Aspek-aspek tersebut merupakan batasan-batasan yang jika dapat dibuktikan dapat dijadikan dasar untuk dijatuhkan sanksi administratif dan sanksi perdata terhadap Notaris. Namun ternyata disisi yang lain batasan-batasan seperti itu dijadikan dasar untuk memidanakan Notaris dengan dasar Notaris telah membuat surat palsu atau memalsukanakta (Pasal 263, 264 dan 266 KUHP) dengan kualifikasi sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris.

Sanksi perdata terhadap Notaris yang melanggar pasal-pasal tentang kewajiban dan larangan dalam UUJN yaitu: Pasal 16 ayat (1) huruf m, Pasal 41 dengan menunjuk kepada Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51. Sanksi perdata sebagaimana dijelaskan pasal-pasal diatas adalah berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga yang merupakan akibat yang akan diterima Notaris dari gugatan para penghadap apabila akta bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan yang mengakibatkan para penghadap dirugikan.

Notaris dalam melakukan suatu pelanggaran yang sebenarnya dijatuhi sanksi administrasi atau perdata atau kode etik jabatan Notaris, dapat kemudian ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris. Pengkualifikasian tersebut berkaitan dengan aspek-aspek seperti yang telah dijelaskan sebelumnyabatasan-batasan tersebut dijadikan dasar untuk memidanakan Notaris dengan dasar Notaris telah membuat surat palsu atau memalsukan akta (Pasal 263, 264 dan 266 KUHP) dengan kualifikasi sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris. Aspek lainnya yang perlu untuk dijadikan batasan dalam hal pelanggaran oleh Notaris harus diukur berdasarkan UUJN artinya apakah perbuatan yang dilakukan oleh Notaris melanggar pasal-pasal tertentu dalam UUJN, karena ada kemungkinan menurut UUJN bahwa akta yang bersangkutan telah sesuai dengan UUJN, tetapi menurut pihak penyidik perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana. Dengan demikian sebelum melakukan penyidikan lebih lanjut, lebih baik mencari dan meminta pendapat dari pada orang-orang yang menguasai hal tersebut yaitu dari Organisasi Jabatan Notaris atau pakar lainnya.

Unsur – Unsur Pidana Oleh Notaris

Jika kita lihat berdasarkan poin-poin terkait potensi penjeratan pidana pada bab pendahuluandi atas maka poin-poin tersebut mempunyai unsur masing-masing dalam hal penjeratan pidana terhadap Notaris, namun jika kita ambil salah satu contoh garis besar dimana seorang notaris yang melakukan pemalsuan akta (Pasal 263, 264 dan 266 KUHP) secara disengaja, maka adapun unsur-unsur pidana terhadap pemalsuan akta tersebut harus terpenuhi, (dikutip dari buku “Kejahatan Mengenai Pemalsuan” oleh Drs. Adami Chazawi, S.H., hal 98, (107-109):

  • Unsur-unsur  objektif:
  1. Perbuatan:      
  2. membuat palsu;
  3. memalsu;
  • Objek nya surat yang:
  1. Dapat menimbulkan suatu hak;
  2. Menimbulkan suatu perikatan;
  3. Menimbulkan suatu pembebasan utang;
  4. Diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal;
  5. Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tersebut.
  • Unsur subjektif: dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, Dan memiliki unsur pemberat yaitu berupa akta otentik.

Prosedur Pemanggilan Notaris Oleh Penyidik

Jika unsur-unsur terhadap suatu perbuatan pidana terpenuhi oleh seorang Notaris maka harus ada pihak yang merasa dirugikan terhadap perbuatan tersebut, pihak yang merasa dirugikan tersebut maka akan melaporkan secara prosedural kekepolisian dan kemudian akan adanya penyidikan terhadap Notaris dalam hal mencari bukti-bukti berdasarkan bukti materil maupun bukti formil. Apakah selaku penyidik disini dapat memanggil Notaris secara langsung atau secara memaksa? Atau adakah prosedural yang harus penyidik lalui dalam hal memanggil Notaris guna untuk kepentingan penyidikan?

Berdasarkan Ketentuan Pasal 66 ayat 1 UU Nomor 2 tahun 2014 yang menyebutkan

(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:

  1. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
  2. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

Adapun Undang-Undang ini diperkuat dengan adanya keputusan oleh Makamah Konstitusi (MK) Nomor 22/PUU-XVII/2019. Hasil putusan ini dikeluarkan oleh MK atas Judical Review yang diajukan oleh Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) terhadap Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Pasal 66 Ayat 1 tentang pemanggilan terhadap Notaris yang meminta MK bahwa Frasa “dengan persetujuan Mejelis Kehormatan Notaris” dalam pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Namun Menurut MK bahwa “adanya persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) tidak bertujuan untuk mempersulit proses penyidikan atau keperluan pemeriksaan terhadap Notaris karena hal tersebut telah diantisipas dengan adanya ketentuan pasal 66 ayat (3)” yang menyatakan bahwa “paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung surat permintaan persetujuan diajukan maka Majelis Kehormatan Notaris wajib memberikan jawaban terhadap surat tersebut”, lanjut pada ayat 4 (empat) menyatakan dalam hal jika Majelis Kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban maka Majelis Kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan. Dapat disimpulkan Bahwa MKN sama sekali tidak menghalangi kewenangan Penyidikan.

Saran

Berikut hal – hal yang harus diperhatikan Notaris dalam membuat Akta, yaitu :

  1. Berpegang pada prinsip kehati-hatian seorang notaris, Dalam pembuatan produk notaris agar benar-benar mempedomani prosedur yang ditentukan, jika perlu membuat Panduan khusus sebagai pedoman staf.
  2. Notaris meneliti secara saksama data, dokumen/surat yang digunakan sebagai persyaratan atau data penerbitan produk notaris. Walaupun bukan tugas Notaris memastikan keaslian dokumen, tapi setidaknya harus diperhatikan bila ada sesuatu yang janggal.
  3. Notaris perlu memastikan para pihak harus hadir berhadapan, dan sebelum akta ditandatangani notaris membacakan isinya kepada para pihak disertai penjelasan.
  4. Dilakukan pendokumentasian seperti mengambil foto dan pengambilan sampel sidik jari, untuk memperkuat apabila ada komplain di kemudian hari.
  5. Tertib dalam pengelolaan dokumen. Jangan sampai produk notaris yang belum jadi tetapi sudah di register dan ditandatangani, bahkan sudah beredar kepada para pihak.
  6. Prinsip mengenal klien (Know Your Customer),

Kesimpulan

Notaris yang merupakan salah satu profesi terhormat dan luhur (officium nobile), dalam perjalanannya dipagari oleh Kode Etik yang berisi kewajiban & larangan yang memuat dasar, tolok ukur, acuan dan pedoman/patokan dalam setiap bertindak, bersikap dan bertingkah laku dalam tugas jabatannya sebagai notaris. Namun sebagai manusia, Notaris juga tidak luput dari kealpaan dan kesalahan bahkan melakukan suatu pelanggaran yang dapat dijatuhi sanksi administrasi atau perdata, bahkan pidana. Sejak tahun 2016, telah dibentuk Majelis Kehormatan Notaris yang berkaitan penegakan hukum, tapi bukan untuk melindungi, hanya memberikan perlindungan martabat bagi notaris yang terjerat masalah hukum.

Recent Posts

Send this to a friend