KONSEKUENSI HUKUM MENGAJAK STAYCATION SEBAGAI SYARAT PERPANJANGAN KONTRAK KERJA

 In Articles

Nadhira Fahrin, S.H.

Istilah “Staycation” dewasa ini menjadi istilah yang populer di berbagai kalangan, yang mana merupakan gabungan istilah bahasa Inggris, yakni “stay” dan “vacation”, yang apabila diartikan memiliki arti yakni “Libur Tinggal”. Seseorang yang melakukan staycation biasanya akan menghabiskan waktu liburan di suatu tempat, seperti hotel atau villa, bersama keluarga, kerabat, ataupun orang terdekat. Namun, tidak sedikit orang yang mengkonotasikan staycation sebagai aktivitas yang negatif, hal ini dikarenakan dalam praktiknya, kegiatan staycation dilakukan oleh orang-orang yang ingin berbuat zina, dengan kedok liburan bersama.

Melihat maraknya fenomena ini, beberapa waktu lalu diduga telah terjadi kasus di sebuah perusahaan di daerah Cikarang, dimana staycation menjadi syarat bagi karyawan untuk dapat memperpanjang kontrak kerja di perusahaan tersebut. Hal ini mengundang amarah dan protes bagi karyawan, karena tidak sesuai dengan aturan perusahaan dan Undang-Undang yang berlaku. Kejadian ini menjadi perhatian tersendiri, karena menuai kontra dan diduga mengarah pada tindakan pelecehan seksual.

Aturan Perpanjangan Kontrak Kerja Berdasarkan Hukum Ketenagakerjaan

Ketentuan perjanjian perpanjangan kontrak yang dibuat oleh Pengusaha bagi Pekerja/Buruh pada dasarnya harus memuat hal-hal yang berkaitan dengan Perusahaan, Pengusaha dan Pekerja/Buruh, yang mana diatur dalam Pasal 1 angka (9) Peraturan Pemerintan Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”), yang berbunyi:

Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.”

Bagi Pekerja Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”), ketentuan terkait durasi kontrak kerja diatur di dalam Pasal 8 ayat (1) PP 35/2021, yang berbunyi:

PKWT berdasarkan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat dibuat untuk paling lama 5 (lima) tahun”.

Dalam hal ini, kontrak tersebut dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan yang dibuat antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh dalam jangka waktu maksimal 5 (lima) tahun, sebagaimana diatur di dalam Pasal 8 ayat (2) PP 35/2021, yang berbunyi:

Dalam hal jangka waktu PKWT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan berakhir dan pekerjaan yang dilaksanakan belum selesai maka dapat dilakukan perpanjangan PKWT dengan jangka waktu sesuai kesepakatan antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh, dengan ketentuan jangka waktu keseluruhan PKWT beserta perpanjangannya tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Ketentuan terkait perpanjangan kontrak kerja telah diatur dan dibatasi untuk melindungi hak-hak para pekerja dengan status PKWT berdasarkan pengaturan dalam PP 35/2021. Oleh karena itu, ketentuan yang dibuat oleh Pengusaha tidak boleh dipergunakan secara semena-mena dan tidak sesuai dengan hukum ketenagakerjaan di Indonesia.

Ancaman Pidana

Tindakan mengajak staycation untuk karyawati guna memperpanjang kontrak merupakan tindakan “Penyalahgunaan Wewenang. Tindakan ini pada dasarnya dapat diancam pidana, sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 6 huruf (c) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”), yang berbunyi:

“Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Dalam kasus dugaan ajakan staycation sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja, jelas bahwa terdapat akibat hukum bagi Pengusaha yang menyalahgunakan wewenangnya. Tindakan mengajak staycation sebagai syarat untuk perpanjang kontrak kerja yang dilakukan oleh Pengusaha tersebut dapat diduga merupakan tindakan tipu muslihat dan dapat diduga merupakan perbuatan cabul. Hal ini sebagaimana termaktub di dalam Pasal 6 huruf (c) UU TPKS tersebut.

Penyalahgunaan wewenang oleh Pengusaha yang menjurus pada kekerasan seksual merupakan tindakan yang bertentangan dengan etika dan norma yang berlaku di masyarakat, serta bertentangan pula dengan aturan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan. Ancaman sanksi yang terdapat di dalam UU TPKS juga bersifat adaptif, dimana juga berlaku bagi tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kerja.

Kesimpulan

Tindakan Pengusaha yang mengajak staycation sebagai syarat untuk memperpanjang kontrak kerja merupakan tindakan memanfaatkan kewenangan secara semena-mena dan tindakan tersebut dapat diindikasi sebagai tindakan pelecehan seksual. Hal ini dapat diancam melalui Pasal 6 huruf (c) UU TPKS, dimana dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Recent Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Send this to a friend