KONSER BAND CANCEL DI TENGAH JALAN, APA KONSEKUENSI HUKUMNYA?
Tiara Angelina Wijaya
Event musik atau Festival musik sudah menjadi hal umum bagi masyarakat di seluruh dunia dimana hiburan ini menampilkan penampilan musisi lokal maupun internasional. Pasca pandemi Covid-19 banyak orang menantikan terselenggaranya event musik sebagai pelepas kejenuhan, dan kerinduan menonton artis favorit mereka tampil dipanggung secara langsung karena selama Covid-19 sebagian besar event musik harus ditunda atau dibatalkan.
Belum lama ini salah satu band asing tampil di suatu konser yang diselenggarakan di negara Malaysia, namun saat tampil band tersebut dihentikan atas dasar tindakan asusila yang dilakukan sang vokalis di tengah berjalannya konser, dimana dari tindakannya tersebut tidak sesuai dengan asas kepatutan dan norma-norma yang berlaku di negara tempat ia tampil pada saat itu. Dari tindakannya tersebut terjadi pelanggaran yang disengaja, yang mana pihak band asing sebelumnya menyetujui dalam perjanjian tertulis untuk mematuhi semua pedoman dan peraturan lokal selama penampilan mereka di Malaysia, namun tindakan yang dilakukan vokalis bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat. Hal ini memicu kerusuhan dan menimbulkan kekecewaan berbagai pihak, dan hingga pihak yang berwenang (Pemerintah) menghentikan dan melarang untuk melanjutkan acara untuk sisa hari berikutnya. Padahal penonton sudah membayar full ticket untuk beberapa hari, promotor acara (event organizer) juga terkena imbas dari batalnya konser tersebut. Adapun, sebagian penonton menuntut pengembalian dana kepada promotor acara karena batalnya event musik tersebut.
Lalu, Bagaimana jika hal tersebut terjadi di Indonesia menurut hukum positif yang berlaku?
PRESPEKTIF HUKUM PERDATA
Istilah perjanjian tidak disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) melainkan dikenal dengan istilah persetujuan dan atau kesepakatan dalam suatu perikatan. Dimana terdapat dua pihak atau lebih yang cakap secara hukum sepakat mengikatkan dirinya dalam suatu persoalan tertentu dalam perjanjian yang sah, hal tersebut diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yang berbunyi
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.”
Selanjutnya, Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur syarat-syarat dalam suatu perjanjian yang sah, yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Kesepakatan pihak untuk saling mengikatkan diri;
- Kecakapan pihak dalam membuat suatu perjanjian;
- Adanya suatu persoalan tertentu; dan
- Adanya sebab yang halal atau tidak terlarang.
Wanprestasi atau dalam bahasa Belanda wanprestatie adalah tidak dipenuhinya suatu kewajiban dalam suatu perjanjian atau kontrak. Bentuk dari wanprestasi yang dilakukan oleh pihak band adalah melaksanakan apa yang disepakati dalam perjanjian namun tidak sebagaimana yang disepakati. Dalam hal salah satu pihak melanggar isi perjanjian dengan tidak memenuhi prestasi karena lalai, maka salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi, atau penggantian biaya kepada pihak yang melanggar isi perjanjian. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata, yang berbunyi:
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”
Adapun dalam kasus ini, promotor acara dan band asing setuju melakukan kerja sama untuk tampil di event musik tersebut. Namun pihak band tersebut tidak mematuhi kesepakatan tertulis yang dibuat dalam penampilannya di atas panggung, dengan tidak mengikuti pedoman dan peraturan lokal. Tindakan asusila sendiri di Indonesia diatur dalam Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 406 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 atau dikenal dengan KUHP yang baru, dimana dalam pasal tersebut mengatur ancaman pidana bagi siapapun yang dengan sengaja melanggar kesusilaan dan dilakukannya di depan umum.
Apabila batalnya suatu acara musik karena kelalaian salah satu band yang sedang perform dan band tersebut tidak menunjukan itikad baik untuk bertanggung jawab dalam mengganti kerugian yang disebabkan, maka pihak promotor acara dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang dialami. Dampak dari insiden tersebut menyebabkan kerugian materil dan immaterial bagi promotor acara, dalam kerugian materil pendapatan dari penjualan tiket, sponsor, dan pemasukan lainnya mengalami kerugian besar. Sedangkan dalam kerugian immaterial adalah rusaknya image dari acara musik tersebut, serta rusaknya citra dan reputasi dari promotor acara sebagai penyelenggara acara.
Akibat dari wanprestasi tersebut, pihak band terindikasi dituntut untuk:
- Membayar ganti-kerugian yang diderita oleh pihak promotor acara (sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata);
- Pembatalan kontrak disertai dengan pembayaran ganti-kerugian kepada pihak promotor (sesuai dengan Pasal 1267 KUHPerdata); dan
- Pembayaran biaya perkara apabila perkara ini dibawa sampai di Pengadilan (sesuai dengan Pasal 181 ayat (1) Herziene Inlandsch Reglement).
UPAYA HUKUM
Promotor acara dapat melakukan penyelesaian perkara melalui 2 (dua) jalur, yang pertama melalui jalur non-litigasi dengan melayangkan somasi kepada band asing tersebut sesuai dengan Pasal 1238 KUHPerdata. Selain itu dapat pula dilakukan penyelesaian melalui negosiasi, arbitrase, konsiliasi, atau mediasi antar-kedua belah pihak dengan dibantu oleh mediator.
Yang kedua, dengan upaya hukum melalui jalur peradilan, dengan membawa perkara ini ke meja hijau apabila dalam somasi yang diajukan pihak band masih enggan memberikan jawaban ataupun itikad baik untuk bertanggung jawab segera, maka pihak promotor dapat mengajukan tuntutan ganti rugi atas kerugian finansial yang ditimbulkan oleh tindakan band asing tersebut dalam gugatan wanprestasi Pasal 1243 KUHPerdata.
Pengadilan memiliki 2 (dua) kewenangan dalam mengadili suatu perkara, yaitu:
1. Kewenangan relatif
Sesuai dengan ketentuan Pasal 84 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara yang berada di wilayah hukumnya.
2. Kewenangan absolut
Kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu jenis perkara tertentu yang tidak dapat diadili oleh pengadilan lain. Untuk contoh kasusnya adalah kasus perceraian.
Adapun perkara band asing tersebut terjadi di Indonesia, Pengadilan yang berkewenangan memeriksa dan mengadili perkara tergantung pada tempat wilayah hukum konser tersebut dilaksanakan. Misalnya perkara band asing tersebut terjadi di wilayah Jakarta Pusat, maka yang berwenang memeriksa dan mengadili adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sedangkan dalam kewenangan absolut, Pengadilan yang memiliki kewenangan memeriksa dan mengadili tergantung dari jenis perkara band asing tersebut. Dalam hal tindakan asusila dari yang dilakukan vokalis band asing tersebut masuk ke ranah pidana, maka akan diperiksa dan diadili dengan ketentuan hukum acara pidana, dan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan tindakan pidana yang dilakukannya
Di Indonesia hukum perjanjian diatur dalam KUHPerdata. Jika suatu kontrak tersebut dibuat dan dilaksanakan di Indonesia, maka band asing tersebut dapat dituntut secara hukum perdata dengan tuntutan untuk mengganti kerugian atas kelalaian yang dilakukan dalam kontrak yang telah disepakati, dan kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan.
Kesimpulan
Akibat dari pelanggaran kontrak yang disengaja karena tindakan yang dilakukan oleh vokalis dari salah satu band asing menyebabkan mereka harus mengganti segala kerugian yang disebabkan, sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata. Pentingnya untuk memiliki kontrak yang jelas, tegas, komprehensif, serta sanksi-sanksi yang dapat diterapkan bila terjadi pelanggaran kontrak. Selain itu, pihak band asing perlu mematuhi betul aturan dan hukum yang berlaku di negara tempat mereka perform. Tindakan salah satu band asing tersebut harus diselesaikan sesuai dengan aturan dan hukum negara dimana event musik diadakan.