Penggunaan “dan kawan-kawan” sebagai Pengganti Penyebutan Para Pihak

 In Articles

Syafira Almutahaliya, S.H., M.H.

A. Singkatan dan Akronim

Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri dari satu huruf atau lebih. Sedangkan di samping itu juga dikenal akronim yang merupakan singkatan berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. Dari penjelasan tentang singkatan dan akronim menurut EYD tersebut dapat disimpulkan bahwa singkatan dilafalkan huruf per huruf, sedangkan akronim dilafalkan sebagai kata. Hal inilah yang membuat akronim semakin tumbuh subur dengan berbagai variasinya sehingga penggunaan akronim menarik untuk dikaji, meskipun tidak sedikit orang yang menyamakan antara singkatan dan akronim.

Salah satu istilah yang kerap disingkat ialah dan lain-lain (disingkat dll.), dan sebagainya (dsb.), atau dan kawan-kawan (dkk.). Secara umum, dll. dan dsb. dipergunakan untuk suatu benda, sedangkan dkk. dipergunakan untuk orang. Dan kawan-kawan berarti ada beberapa orang, ada kumpulan orang, atau bukan hanya satu orang. Penggunaan dkk. adalah hal yang lumrah untuk tujuan meringkas. Untuk kebutuhan penulisan literatur karya ilmiah, dkk. atau et al lazim dipergunakan apabila jumlah penulis buku yang dijadikan rujukan lebih dari tiga orang. Jadi, di dunia akademik, penulisan dkk. untuk efisiensi rujukan atau referensi dapat dibenarkan.

B. Penggunaan “dan kawan-kawan” sebagai Pengganti Penyebutan Para Pihak

Namun dalam dunia hukum, hal teknis dalam penulisan dokumen hukum harus diperhartikan terutama mengenai pihak. Kekeliruan mengenai pihak menimbulkan gugatan error in persona. Ketentuan ini tidak hanya berlaku dalam surat gugatan, tetapi juga dalam pembuatan surat kuasa. Pasal 1795 KUH Perdata menyebutkan pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau beberapa kepentingan. Pasal 123 ayat (1) HIR menyebutkan pemberi kuasa dapat diwakili oleh kuasa dengan surat kuasa khusus (bijzondere schriftelijke machtiging). Berkaitan dengan surat kuasa khusus tersebut, Yahya Harahap (2005: 18-19) menegaskan surat kuasa khusus yang tidak menyebut atau mencantumkan pihak atau subjek yang berperkara maupun objek yang diperkarakan mengakibatkan surat kuasa itu tidak sah.

Pada dasarnya sudah ditegaskan pula di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1994 jo. Putusan MA No. 3412 K/Pdt/1983, jo. Putusan No. 3410 K/Pdt/1983 jo. Putusan No. 57 K/Pdt/1984, yang menegaskan bahwa: Surat kuasa yang diberikan penggugat kepada kuasa, yang di dalamnya tidak disebut pihak atau orang yang hendak digugat, menyebabkan surat kuasa itu tidak memenuhi surat kuasa khusus yang disarankan undang-undang, oleh karena itu gugatan tidak dapat diterima. Hal ini juga dapat dipahami dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 794 K/Pdt.Sus-Parpol/2024 tanggal 25 Juli 2024 dimana dalam pertimbangannya ditegaskan bahwa surat kuasa khusus yang tidak menyebut identitas para pihak dalam hal ini para tergugat, tidak menguraikan secara ringkas dan konkret baik pokok maupun objek sengketa yang diperkarakan dan hanya menyebut jenis masalah yakni perbuatan melawan hukum, dapat mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. 

Penggantian dalam penyebutan para pihak menjadi “dan kawan-kawan” mengakibatkan surat kuasa tidak jelas dan tidak dapat diterima. Surat kuasa khusus yang disampaikan secara lisan juga berlaku untuk ketentuan ini. Dilatarbelakangi dengan ketentuan pada SEMA, maka suatu surat kuasa khusus harus jelas menunjukkan siapa penggugat dan tergugatnya, di samping itu juga jelas apa pokok sengketanya. Penggunaan frase “dan kawan-kawan”  sebagai pengganti para pihak akan berkonsekuensi hukum berupa surat kuasa yang tidak dapat diterima. Lebih lanjut, surat gugatan juga akan terpengaruh dari tidak diterimanya surat kuasa.

C. Contoh Kasus

Persoalan penggunaan “dan kawan-kawan” sebagai pengganti penyebutan Para Pihak dapat diperhatikan pada perkara yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung dengan Putusan No. 871 K/Pdt/2020 tanggal 28 April 2020. Dimana Majelis merujuk pada SEMA No. 7 Tahun 2012 terhadap surat kuasa yang cacat formal. Hal ini disebabkan karena Surat kuasa yang hanya mencantumkan satu nama, lalu ditulis “dan kawan-kawan” sebagai tergugat, sedangkan dalam gugatan ternyata ada tergugat lain dan turut tergugat. Persoalan yang sama juga dapat diperhatikan dari Putusan Pengadilan Tinggi Gorontalo yakni pada Putusan No. 17/Pdt/2020/PT.GTO, dimana Majelis mempertimbangkan surat kuasa penggugat menyebutkan nama tergugat I disusul kata dkk.; tanpa mendudukkan pihak lain yang digugat sebagai tergugat. Majelis berpendapat “harus jelas siapa saja” dkk. dalam perkara a quo. Jika tidak surat kuasa demikian menjadi tidak jelas. Oleh karena surat kuasa dari penggugat kepada kuasa hukumnya tidak jelas dan tidak dapat diterima, maka kuasa hukum tidak berhak bertindak atau mewakili pemberi kuasa di muka persidangan.

Kesimpulan

Penggunaan dkk. adalah hal yang lumrah untuk tujuan meringkas. Untuk kebutuhan penulisan literatur karya ilmiah, dkk. atau et al lazim dipergunakan apabila jumlah penulis buku yang dijadikan rujukan lebih dari tiga orang. Namun dalam dunia hukum, hal teknis dalam penulisan dokumen hukum harus diperhartikan terutama mengenai pihak. Kekeliruan mengenai pihak menimbulkan gugatan error in persona. Dilatarbelakangi dengan ketentuan pada SEMA, penyebutan para pihak menjadi “dan kawan-kawan” mengakibatkan surat kuasa tidak jelas dan tidak dapat diterima. Hal ini pun diperkuat oleh beberapa putusan yang mana Majelis mempertimbangkan “harus jelas siapa saja” dkk. dalam perkara a quo. Jika tidak surat kuasa demikian menjadi tidak jelas. Oleh karena surat kuasa dari penggugat kepada kuasa hukumnya tidak jelas dan tidak dapat diterima, maka kuasa hukum tidak berhak bertindak atau mewakili pemberi kuasa di muka persidangan.

Recent Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Send this to a friend