PENYELAMATAN NARAPIDANA DI LAPAS PADA SAAT BENCANA SERTA SANTUNAN TERHADAP KORBAN

 In Articles

Laurences Aulina

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Terjadinya bencana seperti kebakaran di lapas memiliki prosedur penyelematan tersendiri demi terpeliharaya kondisi yang aman. Dalam hal, narapidana terkunci di kamar masing-masing pada saat tejadinya bencana, prosedur apa yang harus dilaksanakan? Lalu, bagaimana pemenuhan hak-hak terhadap korban oleh negara pada kasus tersebut? Mengingat bahwa narapidana dipenjara berada di rumah negara maka diperlukan tanggung jawab negara untuk memberikan keadilan kepada korban.

Prosedur Penyelamatan

Menteri berwenang menyelenggarakan Pengamanan yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Penyelenggaraan Pengamanan mencakup kegiatan:

  1. pencegahan;
  2. penindakan; dan
  3. pemulihan

Dasar hukum penyelamatan narapidana saat terjadi bencana di lapas mengacu pada Pasal 24 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 33 Tahun 2015 tentang Pengamanan pada Lembaga Permasyarakat dan Rumah Tahanan Negara (Permenkumham No. 33 Tahun 2015).

Bencana alam seperti kebakaran merupakan salah satu dari 4 kriteria keadaan tertentu yang berada di bawah tanggung jawab tim tanggap darurat yang merupakan kegiatan penindakan sesuai dengan bunyi Pasal 24,

(1) Penindakan terhadap keadaan tertentu dilakukan oleh tim tanggap darurat.

(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan jika terjadi:

  1. pemberontakan;
  2. kebakaran;
  3. bencana alam; dan/atau
  4. penyerangan dari luar.

Dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 25 bahwa Penindakan Pengamanan dalam keadaan tertentu dilakukan dengan cara:

  1. membunyikan tanda bahaya;
  2. mengamankan orang, lokasi, barang atau tempat kejadian perkara; dan/atau
  3. mengamankan pelaku yang diduga dapat menimbulkan atau melakukan ancaman Gangguan Keamanan dan Ketertiban.

Lebih rinci cara penindakan narapidana dalam keadaan tertentu seperti bencana alam dimuat pada Modul Prosedur Tetap (Protap), Teknik dan Strategi Pencegahan dan Penindakan Gangguan Keamanan Ketertiban di Lapas dan Rutan,yaitu sebagai berikut:

Komandan jaga memberikan isyarat tanda bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan kewaspadaan kepada seluruh petugas, Narapidana dan Tahanan saat bencana. Kemudian, komandan jaga memerintahkan:

  1. Petugas membuka dan mengeluarkan narapidana dan tahanan dari dalam kamar ke tempat yang lebih aman atau terbuka.
  2. Petugas mengamankan narapidana dan tahanan serta melakukan penghitungan.
  3. Petugas memberikan laporan kepada Kepala Pengamanan dan Kepala Lapas dan Rutan.
  4. Petugas memberikan himbauan agar narapidana dan tahanan untuk tetap duduk, tenang, mengikuti aturan dan tidak melakukan upaya melarikan diri.
  5. Kepala Lapas atau Rutan menetapkan keadaan darurat apabila skala bencana alam meningkat Kepala Lapas atau Rutan mengarahkan seluruh petugas untuk membantu melakukan evakuasisesuai dengan rencana evakuasi yang telah dibuat.
  6. Petugas meningkatkan kesiagaan di setiap pos penjagaan untuk mencegah terjadinya kepanikan atau gangguan keamanan lainnya dan meningkatkan pengamanan pintu utama.
  7. Petugas memindahkan narapidana dan tahanan ke dalam Lapas dan Rutan terdekat atau lokasi yang lebih tinggi dalam hal terjadi banjir, tsunami dan dampak gunung meletus.
  8. Petugas meminta bantuan dari Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
  9. Petugas mengamankan dokumen penting, buku-buku register, gardu listrik beserta jaringannya, gudang persediaan makanan, gudang barang, kendaraan, senjata dan amunisi dan aset negara lainnya.
  10. Dalam skala bencana alam merusak seluruh fasilitas pelayanan Lapas atau Rutan, Kepala Lapas atau Rutan membentuk posko darurat yang terdiri dari: dapur umum, layanan kesehatan, MCK umum, pusat komunikasi dan lain-lain, untuk kepentingan pemulihan.
  11. Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi kronologis singkat kejadian dan seketika melaporkan kepada Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas.
  12. Petugas memeriksa sarana dan prasarana Lapas dan Rutan apabila bencana telah selesai.

Kompensasi terhadap Korban

Apabila dalam kasus kebakaran tersebut menimbulkan korban terhadap narapidana baik luka ringan, berat serta korban jiwa tentunya diperlukan pertanggungjawaban atas hak-hak narapidana yang berada dalam pengawasan negara tersebut.

Pada aturan Permenkumham No. 33 Tahun 2015 dikenal istilah pemulihan yaitu merupakan upaya untuk mengembalikan keadaaan dan memperbaiki hubungan antara petugas pemasyarakatan, Narapidana atau Tahanan, serta masyarakat.

Pemulihan dilakukan dalam bentuk:

  1. rekonsiliasi;
  2. rehabilitasi; dan
  3. rekonstruksi

Pemulihan dilakukan oleh Kepala Lapas atau Rutan dan pelaksanaannya dapat melibatkan pihak luar terkait.

Yang dimaksud dengan rekonsiliasi dilakukan dengan cara perundingan secara damai antara petugas pemasyarakatan dengan narapidana atau tahanan. Sedangkan, rehabilitasi dilakukan dengan cara pemulihan kondisi. Pemulihan kondisi meliputi:

  1. pemulihan kesehatan petugas maupun narapidana atau tahanan;
  2. pemulihan psikologis petugas maupun narapidana atau tahanan; dan
  3. pemulihan kondisi sosial, keamanan, dan ketertiban.

Terdapat pula rekonstruksi yang dilakukan dengan cara pemulihan lingkungan fisik. Pemulihan lingkungan fisik meliputi:

  1. perbaikan dan penyediaan fasilitas pelayanan;
  2. perbaikan kerangka kerja; dan
  3. perbaikan sarana dan prasarana umum.

Maka, terhadap narapidana yang mengalami luka ringan maupun berat atas kejadian tersebut dapat dilakukan rehabilitasi dan berhak atas pemulihan kesehatan, maupun psikologisnya. Namun, bagi narapidana yang meninggal dunia terdapat kekosongan hukum dalam pemenuhan hak korban atas perhitungan ganti rugi yang dapat diberikan kepada korban. Bentuk perhitungan ganti rugi kepada korban sebaiknya dilaksanakan secara assessment.

Peneliti Institute Criminal and Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menyebutkan bahwa variabel assessment harus meliputi kondisi keluarga dan pihak yang ditinggalkan, kondisi ekonomi keluarga korban hingga besaran tanggungan korban. Selain itu, masa sisa pidana juga harus dihitung sebagai kompensasi.

Kesimpulan

Penindakan pengamanan dalam keadaan tertentu dalam hal ini yaitu kebakaran di Lapas dapat dilakukan  dengan cara membunyikan tanda bahaya, mengamankan orang, lokasi, barang atau tempat kejadian perkara, dan/atau mengamankan pelaku yang diduga dapat menimbulkan atau melakukan ancaman Gangguan Keamanan dan Ketertiban.Yang mana lebih rinci diatur Modul Prosedur Tetap (Protap), Teknik dan Strategi Pencegahan dan Penindakan Gangguan Keamanan Ketertiban di Lapas dan Rutan.

Apabila kejadian tersebut menimbulkan korban dengan luka ringan dan berat maka dapat dilakukan rehabilitasi berupa pemulihan kesehatan maupun psikologis. Namun, masih terdapat kekosongan hukum bagi korban narapidana yang meninggal dunia akibat keadaan tertentu ini, maka dari itu sebaiknya bentuk pertanggungjawaban negara atas kejadian ini dapat diperhitungkan secara assessment yang meliputi variable yaitu kondisi keluarga dan pihak yang ditinggalkan, kondisi ekonomi keluarga korban hingga besaran tanggungan korban, dan masa sisa pidana juga harus dihitung sebagai kompensasi.

Recent Posts

Send this to a friend