PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PIHAK EKSPEDISI TERHADAP PAKET YANG HILANG
Gavriel Gulo
Melakukan pengiriman barang dari suatu tempat ke tempat yang lain adalah hal yang lumrah dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, dalam hal mengirim surat, dokumen, pakaian, makanan dan lain sebagainya. Pengiriman barang tersebut tentunya membutuhkan Pihak Ekspedisi (Perusahaan Angkutan Umum) yang akan mengantarkan paket/barang-barang tersebut dari Pihak Pengirim kepada Pihak Penerima yang bertindak atas Pihak Konsumen. Namun, dalam kasus-kasus tertentu didapati bahwa paket yang dikirimkan hilang dan tentunya paket yang dikirimkan tersebut tidak sampai kepada Pihak Penerima.
Lalu, bagaimana pertanggungjawaban hukum Pihak Ekspedisi selaku Perusahaan Angkutan Umum yang seharusnya mengantarkan paket ke alamat tujuan tersebut?
Harus diketahui dahulu bahwa Pihak Ekspedisi bertindak sebagai Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana didefinisikan di dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ),
“Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.”
Dalam hal ini konsumen tentu memiliki hak untuk menerima paket yang dikirimkan melalui Pihak Ekspedisi. Dalam konteks perlindungan konsumen berdasarkan pasal 4 ayat (8) Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), konsumen memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Bahwa terkait kelalaian Pihak Ekspedisi tersebut maka berdasarkan Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dijelaskan bahwa,
“Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.”
Pihak Ekspedisi tentu memiliki tanggung jawab untuk segala paket yang hilang tersebut serta memberikan ganti rugi atas kelalaian mereka. Adapun kewajiban untuk memberikan ganti kerugian akibat pengiriman yang hilang terdapat di dalam Pasal 188 UU LLAJ yang berbunyi,
“Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan.”
Selain itu apabila hilangnya paket disebabkan karena adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan pekerja nya, maka berlaku Pasal 191 UU LLAJ yang berbunyi,
“Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan orang yang dipekerjakannya dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan”
Di dalam praktiknya, ganti kerugian yang diajukan oleh konsumen tersebut seringkali terjadi ketidakadilan dan ketidakpastian. Terdapat kasus-kasus yang memperlihatkan tindakan Pihak Ekspedisi yang sangat lama dalam memproses aduan dari konsumen terkait pengiriman barang mereka. Selain itu, terdapat kasus Pihak Ekspedisi mengganti kerugian konsumen namun tidak sesuai dengan jumlah kerugian yang diderita konsumen tersebut.
Selain itu, terdapat praktik dimana Pihak Ekspedisi memiliki klausula baku yang merugikan konsumen dalam hal konsumen meminta ganti rugi atas hilangnya barang yang mereka kirimkan. Sebagai contoh, perusahaan Ekspedisi JNE Express memiliki Syarat dan Ketentuan Pengiriman yang mengatur mengenai ganti rugi.
(diakses pada tanggal 29 Juni 2022 di website JNE.co.id)
Di dalam poin 9.3 Syarat dan Ketentuan Pengiriman JNE Express diatur bahwa
“Jaminan pemberian ganti rugi atas kerusakan, kehilangan atau kesalahan dalam pengiriman Kiriman yang terbukti sebagai akibat kelalaian dan kesalahan JNE, paling tinggi 10 (sepuluh) kali Tarif Pengiriman untuk pengiriman domestik atau paling tinggi 100 USD untuk pengiriman Internasional kecuali Kiriman yang diasuransikan.”
Tentunya hal ini dapat merugikan konsumen, dikarenakan biaya ganti rugi tersebut hanya sebesar paling tinggi 10 (sepuluh) kali Tarif Pengiriman untuk pengiriman domestik atau paling tinggi 100 USD untuk pengiriman Internasional kecuali Kiriman yang diasuransikan.
Hal ini tentunya merupakan hal atau ketentuan yang dilarang berdasarkan Pasal 18 huruf a UU Perlindungan Konsumen, bahwa pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian yang menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
Adapun apabila harga barang diatas 10 (sepuluh) kali biaya kirim disarankan untuk menggunakan asuransi berdasarkan poin 8.1 Syarat dan Ketentuan Pengiriman JNE Express. Dimana diketahui untuk biaya asuransi tersebut dibayarkan premi nya oleh pihak konsumen. Hal ini tentu merupakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha dalam hal mengganti kerugian konsumen dengan cara tersebut. Padahal pelaku usaha berkewajiban untuk memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat pemanfaatan jasa pengiriman yang digunakan konsumen berdasarkan pasal 7 huruf f UU Perlindungan Konsumen.
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan pengaturan terkait Klausula Baku yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen juga dapat dijerat dengan Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Selanjutnya, adapun proses penyelesaian sengketa terkait kasus pengiriman paket yang hilang oleh pihak ekspedisi ini dapat menempuh jalur litigasi maupun non litigasi.
- Non Litigasi
– Para pihak dapat melakukan kesepakatan secara damai terhadap kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak konsumen.
– Konsumen dapat mengajukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau badan peradilan lain terhadap pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen berdasarkan 23 UU Perlindungan Konsumen.
- Litigasi
– Sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan, Pihak Konsumen sebagai Pihak Penggugat dapat mengajukan somasi (teguran hukum) kepada Pihak Ekspedisi selaku Pihak Tergugat. Aturan mengenai somasi telah diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang berbunyi,
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Adapun somasi tersebut diperuntukkan agar Pihak Ekspedisi tetap diberikan kesempatan untuk memberikan solusi maupun memberi ganti rugi.
– Namun apabila somasi tersebut tetap diindahkan, Konsumen dapat mengajukan gugatan melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum berdasarkan Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen.
Kesimpulan
Pihak Ekspedisi selaku Perusahaan Angkutan Umum wajib bertanggungjawab atas paket yang hilang akibat dari kelalaian mereka. Terkait hilangnya paket tersebut konsumen dapat mengajukan ganti rugi kepada Pihak Ekspedisi. Di dalam praktik tuntutan ganti kerugian konsumen tersebut dapat mengalami kendala akibat ketidakpastian oleh Pihak Ekspedisi, Tidak diganti secara keseluruhan kerugiannya, hingga adanya pencantuman klausula baku yang merugikan konsumen. Apabila terdapat pencantuman klausula baku yang merugikan konsumen dalam hal pengalihan tanggung jawab pelaku usaha dapat diancam dengan sanksi pidana penjara dan/atau denda yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen. Adapun pilihan proses penyelesaian sengketa dalam hal paket yang hilang tersebut dapat ditempuh konsumen melalui jalur litigasi maupun di non litigasi.