“TINDAK PIDANA KORUPSI” KASUS MANTAN MENSESNEG Putusan M.A. Disertai Dissenting Opinion

 In Cases Summary

Muhammad Rizky

ABSTRAK HUKUM:

  • Dari Putusan Majelis Mahkamah Agung dalam perkara pidana kasasi Tindak Pidana Korupsi dengan terdakwa I. Ir. Akbar Tanjung – II. H. Dadang Sukandar dan III. Winfried Simatupang, dapat diangkat “Abstrak Hukum” sebagai berikut :
  • Para terdakwa, dalam Dakwaan Primair, telah didakwa melakukan Tindak Pidana Korupsi, ex pasal 1 ayat (1) sub “b” UU No. 3/tahun 1971. Dan dalam Dakwaan Subsidair, para Terdakwa tersebut didakwa pasal 1 ayat sub “a” UU No. 3/tahun 1971, jo pasal 43 UU No. 20/2001.
  • Unsur/elemen yang paling utama dalam Dakwaan tersebut adalah : “perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya”.
  • Suatu Dakwaan Tindak Pidana yang dikaitkan dengan unsur/elemen “Kewenangan atau jabatan dan kedudukan”, seperti yang didakwakan terhadap diri Terdakwa I ini, maka dalam mempertimbangkannya tidak dapat dilepaskan dari aspek “Hukum Administrasi Negara”, dimana berlaku prinsip “pertanggungan jawab jabatan” (Liability jabatan) yang harus dipisahkan dari prinsip “pertanggungan jawab pribadi” (Liability pribadi) dalam Hukum Pidana.
  • Terdakwa I, saat perbuatan yang didakwakan kepadanya, ia dalam kedudukan dan menjabat sebagai “ Menteri Sekretaris Negara” (MENSESNEG) yang diangkat dengan S.K. Presiden RI No. 122/M tahun 1998.
  • Dalam pertemuan antara Presiden RI, BJ. Habibie dengan Terdakwa I, IR. Akbar Tanjung selaku Mensesneg dan Pjs. Kabulog dan Memperindag serta Menko Taskin, disetujui Presiden menyalurkan Sembako Masyarakat miskin dengan Anggaran “Dana Non Budgeter Bulog” Rp. 40 Milyar.
  • Presiden RI, telah menggunakan kewenangannya yang bersifat “deskrisioner” untuk melaksanakan suatu beleid dalam mengatasi penyaluran “Sembako Masyarakat miskin” dalam keadaan darurat.
  • Dalam pelaksanaannya, ternyata Mensesneg, IR. Akbar Tanjung, membuat Surat Permohonan Pembenaran atas Penggunaan Dana Non Budgeter tersebut kepada Menteri yang terkait : Menkowasbang/PAN dan Menko Ekuin serta Menteri Keuangan.
  • Ditinjau dari segi : “Hukum Administrasi Negara”, orang/Pejabat yang bertanggung jawab atas keluarnya uang dana non budgeter Bulog Rp. 40 Milyar tersebut, bukan IR. Akbar Tanjung selaku Mensesneg, yang hanya sekedar menerima dan melaksanakan “peintah jabatan” dari Presiden RI. Seorang Menteri adalah Pembantu Presiden, bukan “decision maker”.
  • Dengan acuan ini, maka Responsibility masalah tersebut, ada pada Presiden Ri, dan Mensesneg, IR. Akbar Tanjung, kecuali bila ternyata ada penyelewengan dalam pelaksanaannya oleh Mensesneg, yang hal ini harus dibuktikan secara pidana, dan menjadi tanggung jawab pribadi (personal liability).
  • Dengan demikian maka dalam perkara ini, pertanggungan jawab yang berlaku adalah “tanggung jawab jabatan” dimana diterapkan “Azas vicarious liability”.
  • Yang menjadi permasalahan pokok dalam perkara ini adalah : Terdakwa I melaksanakan Instruksi Presiden RI (BJ. Habibie) dalam keadaan darurat untuk menyalurkan sembako Masyarakat miskin dengan menggunakan dana Non budgeter Bulog yang pelaksanaannya oleh Terdakwa I kepada Terdakwa II dan kemudian oleh Terdakwa II menunjuk Terdakwa Terdakwa III yang ternyata pengadaan dan penyalurannya Sembako Masyarakat miskin tersebut, tidak dilaksanakan dengan sempurna.
  • Oleh karena pengelolaan dan penggunaan Dana Non Budgeter Bulog, tidak diatur dalam Keppres No. 16 tahun 1999 dan Keppres No. 18/tahun 2000, maka pengelolaan, penggunaannya tidak harus mengacu pada kedua KEPPRES tersebut diatas, melainkan cukup pada “Konvensi” yang sudah berlaku, sehingga pasal 21 s/d pasal 30 Keppres No. 16/tahun 1999 tentang pengadaan barang & jasa adalah bersifat fakultatif, sehingga Keppres tersebut dapat dikesampingkan bila dana tersebut adalah “Dana Non Budgeter”.
  • Dalam keadaan darurat, “Instruksi Presiden” dapat menyimpang dari ketentuan yang dibuatnya sendiri. Menurut Pasal 12 UU Dasar 1945, Presiden dapat mengambil tindakan apapun sebagai “kebijaksanaan Presiden tersebut.
  • Dalam perkara ini, ternyata Terdakwa I, selaku Mensesneg dalam melaksanakan “Instruksi Presiden” telah mengambil kebijaksanaan dalam rangka kewenangan diskresioner yang secara yuridis dapat dipertanggung jawabkan.
  • Dalam melaksanakan “kebijaksanaan” nya tersebut, Terdakwa I IR. Akbar Tanjung, telah menunjuk langsung terdakwa II sebagai pelaksanaan pengadaan dan penyaluran Sembako miskin, maka perbuatan terdakwa I ini telah memenuhi unsur “rechmatig” dan “legalitas”, karena :
  • Terdakwa I melaksanakan “Instruksi Presiden” dalam keadaan darurat untuk penyaluran Sembako Masyarakat miskin.
  • Tidak aturan hukum yang tegas yang menentukan penggunaan “Dana Non Budgeter” untuk mengadakan barang dan jasa, apakah harus dilakukan berdasar KEPPRES No. 16/tahun 1999 atau Keppres No. 18/tahun 2000.
  • Dalam melaksanakan “Kewenangan Diskresioner”. Ternyata Terdakwa I telah mengambil kebijaksanaan bahwa sebelum dilaksanakan penunjukkan Terdakwa II, sudah dilakukan pemaparan tentang pengalaman-pengalaman dan kemampuan dari Terdakwa III mitra Terdakwa II. Demikian pula Terdakwa telah menunjuk IR. Machdar dari Kantor Sekneg untuk memonitor pelaksanaan penyaluran Sembako miskin tersebut.
  • Dari alasan yuridis diatas, maka perbuatan Terdakwa I, IR. Akbar Tanjung yang telah menunjuk Terdakwa II untuk melaksanakan pengadaan dan penyaluran sembako Masyarakat miskin dengan menyerahkan/menggunakan “Dana Non Budgeter Bulog”, tersebut adalah bukan merupakan bentuk “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya”, Terdakwa I, IR. Akbar Tanjung, baik selaku MENSESNEG maupun selaku Koordinator yang menangani program pengadaan dan penyaluran sembako Masyarakat miskin. Perbuatan terdakwa I adalah merupakan suatu tindakan yang harus dilakukan oleh seorang “Menteri Sekretaris Negara” (MENSESNEG) dalam keadaan darurat sesuai dengan “Kewenangan diskresioner” yang ada padanya untuk melaksanakan perintah Presiden sebagai Atasannya.
  • Disamping alasan tersebut, menurut pasal 51 ayat (1) KUHPidana, Terdakwa I, juga tidak dapat dipidana karena ia, Terdakwa I, selaku MENSESNEG hanya melaksanakan suatu “perintah Jabatan” atau “ambetelijk bevel” yang diberikan oleh atasannya Presiden RI (BJ. Habibie) dalam hubungan kerja yang bersifat (publiek Rechtelijk). Dalam kasus ini berlaku “prinsip tanggung jawab jabatan” dengan asas “Vicarious liability”.
  • Berdasar atas pertimbangan diatas ini,unsur “menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya” ex pasal 1 ayat (1) sub “b” UU No. 3/tahun 1971, adalah tidak dipenuhi dalam perbuatan Terdakwa I, Akbar Tanjung, sesuai dengan aturan Hukum Pidana maka Terdakwa I tersebut harus dinyatakan tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi dalam Dakwaan Primair, sehingga Terdakwa I harus dibebaskan dari Dakwaan Primair.
  • Dalam “Dakwaan Subsidair” Terdakwa didakwa melakukan Tindak Pidana Korupsi ex pasal 1 ayat (1) sub “a” UU No. 3/tahun 1971.
  • Unsur/elemen pokok dari pasal ini adalah “melawan hukum”.
  • Dalam “Penjelasan UU No. 3/tahun 1971” yang dimaksud “Dengan secara melawan hukum” mencakup perbuatan melawan hukum dalam dalam arti “formil” maupun dalam arti “materiil”.
  • Oleh karena “Perbuatan” Menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, adalah merupakan salah satu bentuk/wujud dari “perbuatan melawan hukum”, baik formil maupun materiil, maka menurut Majelis Mahkamah Agung dengan tidak terbuktinya unsur “Menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada padanya…..dst”, hal ini mengundang arti yuridis bahwa unsur “Melawan Hukum” dalam Dakwaan Subsidair ex pasal 1 ayat (1) sub “a” UU No. 3/tahun 1971 adalah juga tidak dipenuhi dalam perbuatan Terdakwa I, IR. Akbar Tanjung.
  • Karena “Unsur Melawan Hukum” ini tidak terbukti dipenuhi oleh perbuatan Terdakwa I, maka sesuai dengan Hukum Pidana Terdakwa I, maka sesuai Hukum Pidana Terdakwa I harus dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana dalam “Dakwaan Subsidair”, sehingga harus dibebaskan dari dakwaan tersebut.
  • Terdakwa II dan Terdakwa III dalam “Dakwaan Primair” adalah merupakan “Kawan pelaku” dari Terdakwa I. Dengan dinyatakannya Terdakwa I tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana dalam Dakwaan Primair, maka secara yuridis, Terdakwa II dan III harus pula dinyatakan tidak terbukti bersalah dalam Dakwaan Primair dan harus dibebaskan dari Dakwaan Primair.
  • Mengenai “Dakwaan Subsidair”, terbukti uang Rp. 40 miliar yang ada dalam penguasaan Terdakwa II dan III yang diterimanya dari Terdakwa I, yang diamanahkan untuk pengadaan dan penyaluran sembako Masyarakat miskin, tidak digunakan seluruhnya dan uang tersebut berada ditangan Terdakwa II dan III + 2 tahun dan dikembalikan ke penyidik setelah dilakukan penyidikan oleh jaksa.
  • Dalam “Dakwaan Subsidair” ini, unsur delik “melawan hukum” dan unsur “melakukan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Badan” telah dipenuhi oleh perbuatan Terdakwa II dan Terdakwa III, maka “eo ipso”, secara langsung/tidak merugikan uang Negara………..dst…………dst.
  • Terbukti pula adanya kerja sama antara Terdakwa II dan III, sehingga terpenuhi pasal 55 KUHPidana.
  • Berdasar alasan Yuridis diatas, maka Terdakwa II dan Terdakwa III terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana dalam “Dakwaan Subsidair”, yaitu : Terdakwa II H. Dadang Sukandar dan Terdakwa III Winfried Simatupang  Melaukkan melakukan “Tindak pidana Korupsi Yang Dilakukan Seacara Bersama-sama” dan harus dijatuhi pidana.
  • Disamping putusan kasasi perkara pidana Mahkamah Agung diatas, telah disertakan dan dilampirkan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan tersebut sebuah “Dissenting Opinion” dari seorang Hakim Agung yang menjadi salah seorang Anggota Majelis Mahkamah Agung yang mengadili perkara kasasi tersebut.
  • Dalam “Dissenting Opinion” tersebut diuraikan pertimbangan hukum yang inti sarinya bahwa Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dan pertimbangan hukumnya sudah tepat dan benar. Terdakwa I telah melakukan perbuatan yang memenuhi kualifikasi sifat melawan hukum materiil menurut kepatutan, perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tercela atau perbuatan yang menusuk perasaan hati Masyarakat banyak. Perbuatan mana dapat diperinci sebagai berikut : ………..dst………..dst……….dst………..
  • Akhirnya dari “Dissenting Opinion” tersebut ditutup dengan mengusulkan kepada Majelis Hakim Agung untuk menolak kasasi Terdakwa I – Terdakwa II dan Terdakwa III.
  • Dengan mengacu pada dasar hukum berupa : “kewenangan diskresioner” dalam Hukum Administrasi Negara, serta berlakunya “ambelijk bevel – perintah jabatan” dalam pasal 51 KUHPidana, maka Majelis Mahkamah Agung berpendirian Terdakwa I selaku MENSESNEG tidak terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan “Tindak Pidana Korupsi” dalam Dakwaan Primair ex pasal 1 (1) sub “b” maupun Dakwaan Subsidair ex pasal 1 (1) sub “a” dari UU No. 3/tahun 1971, sehingga Terdakwa I harus dibebaskan dari Dakwaan tersebut. Karena itu, Putusan Yudex Facti, baik putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun Putusan Pengadilan Tinggi yang menyatakan Terdakwa I bersalah dalam Dakwaan Primair kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
  • Demikian catatan dari putusan ini.

 

Ali boediarto

  • Pengadilan Negeri Jakarta Pusat :

No. 449/PID.B/2002/PN.Jkt.Pst, tanggal 4 September 2002.

Majelis Hakim : Amiruddin Zakaria, SH (Ketua) dengan Anggota : Andi

Samsan Nganro, SH – I Ketut Gede – Herry Swantoro, SH – Pramodana, SH.

  • Pengadilan Tinggi DKI Jakarta :

No. 171/PID/2002/PT.DKI, tanggal 17 Januari 2003.

Majelis Hakim : M. Ridwan Nasution, SH (Ketua) – Anggota : H. Hasan Basri Pase, SH – Ny. Hj. Nurhayati, SH – Marjatmo, SH dan I. Gede Ketut Sukarata, SH.

  • Mahkamah Agung RI :

No. 572.K/PID/2003, tanggal 12 Februari 2004.

Majelis terdiri dari : Prof. DR. Paulus E. Lotulung, SH Ketua Muda selaku

Ketua Majelis didampingi para Hakim Agung sebagai Anggota : H. Parman Soeparman, SH. MH – Abdul Rachman Saleh, SH.MH – Arbijoto, SH.MH – Prof. DR. Muchsin, SH serta Slamet Suparjoto, SH.MH. sebagai Panitera Pengganti.

Recent Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Send this to a friend