TINDAK PIDANA KORUPSI, KASUS PENAHANAN GINANJAR KARTASASMITA

 In Cases Summary

Muhammad Rizky Tri Saputra

KASUS POSISI :

  • Marsekal Madya, Prof. DR. Ir. Ginanjar Kartasasmita adalah prajurit TNI AU yang menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi mulai Maret 1988 sampai dengan Maret 1993 pada masa Era Pemerintah Presiden Soeharto.
  • Yang bersangkutan memasuki masa purna bhakti ( pensiun ) sebagai prajurit TNI pada bulan Mei 1996 berdasar Keppres RI No. 62/ABRI/1995 jo SK Kepala Staf TNI AU No. Skep/140-TXF/II/1996 tanggal 6 Februai 1996.
  • Pada awal 2001 yang bersangkutan oleh Kejaksaan Agung RI ditetapkan menjadi tersangka bersama-sama dengan Pejabat Sipil lainnya karena pada masa tahun 1992-1993 disangka telah melakukan “Tindak Pidana Korupsi” dalam kasus pembuatan “Technical Contract” antara Pertamina dengan PT. Ustrindo Petrogas, yang pada waktu itu, Ginanjar Kartasasmita masih prajurit aktif TNI AU, yang menjabat sebagai Menteri Pertambangan & Energi.
  • Jaksa Agung dengan suratnya tanggal 30 Maret 2001 No. R.136/A/F.21/03/2001, telah meminta kepada Panglima TNI untuk menerbitkan Surat Perintah Penahanan atas diri Marsekal Madya (purn) Ginanjar Kartasasmita, karena ada sangkaan melakukan  Tindak Pidana Korupsi bersama-sama dengan Pejabat Sipil.
  • Tanpa ada perintah penahanan dari Panglima TNI, maka Jaksa Agung RI pada tanggal 18 April 2001 telah memerintahkan penahanan atas  diri tersangka Marsekal Madya (purn) Ginanjar  Kartasasmita dengan Surat Perintah no. 052/F/F.JP/04/2001, dimana ia ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 9 April 2001 sampai dengan tanggal 28 April 2001 (diberlakukan surat).
  • Marsekal Madya (Purn) Ginanjar Kartasasmita dan Penasehat Hukumnya, berpendirian bahwa Surat Perintah Penahanan  yang diterbitkan dan diberlakukan surut oleh Kejaksaan Agung RI tersebut adalah tidak sah. Alasannya : bahwa Tindak Pidana Korupsi yang disangkakan  kepada Ginanjar Kartasasmita terjadi pada saat yang bersangkutan masih berstatus sebagai prajurit TNI AU aktif dan menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi.
  • Menurut Undang-undang No.31/tahun 1997, pasal 9 ayat (1) tentang “Peradilan Militer”, secara tegas ditentukan bahwa seorang Prajurit tunduk pada Peradilan Milite, bila disangka melakukan Tindak Pidana.
  • Demikian pula menurut pasal 10 huruf “a angka (1) S.K Panglima ABRI No. Kep.102/II/1987,yang isinya antara lain: bahwa tersangka anggota ABRI yang telah diberhentikan dari dinas aktif dan perkaranya belum dilimpahkan, maka yang bertindak sebagai “Papera” adalah Kesatuan Terakhir atau “Papera lain”yang ditunjuk oleh Panglima ABRI. Dengan demikian maka kewenangan penahanan seorang Prajurit yang disangka melakukan tindak pidana ada pada “ANKUM” atau PAPERA (vide pasal 78 UU No.31/1997), dan bukan pada Kejaksaan Agung RI.
  • Tidak ada satu ketentuan pun dalam UU No.3/tahun 1971 Bab IV pasal 24 s/d 27 yang memberi kewenangan kepada Kejaksaan Agung untuk secara langsung melakukan penahanan terhadap Marsekal Madya (Purn) Ginanjar Kartasasmita.
  • Menurut pasal 26 UU No.3/tahun 1971 hanya menetapkan bahwa KejaksaanAgung cq Jaksa Agung bertindak sebagai coordinator dalam penyidikan perkara korupsi, tetapi tidak harus diartikan bahwa kewenangan “ANKUM” menjadi beralih kepada “Jaksa Agung” untuk penahanan terhadap prajurit TNI pada tempus delicti harus tetap tunduk pada Undang – undang No. 31/tahun 1997 tentang Peradilan Militer berdasar atas Hukum Acara Pidana Militer yang berlaku.
  • Berdasar atas pendirian tersebut diatas, maka tersangka Marsekal Madya (Purn) Ginanjar Kartasasmita melalui penasehat Hukumnya mengajukan permohonan sebagai pemohon untuk pra Peradilan dipengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Termohon : Jaksa Agung RI qq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
  • Dalam Pra Peradilan tersebut oleh Pemohon diajukan tuntutan agar Hakim memeriksa dan mengadili dengan memberi putusan sebagai berikut:
  1. Mengabulkan permohonan pemohon.
  2. Menyatakan Termohon (Jaksa Agung RI) tidak berwenang dan tidak sah dalam melakukan penahanan atas diri pemohon (Marsekal Madya (Purn) Ginanjar Kartasasmita) berdasar atas Surat Perintah Penahanan No. Prin – 052/FJP/04/2001 tanggal 17 April 2001 dan Berita Acara Pelaksanaan Penahanan tanggal 18 April 2001 dan karenanya, Surat – surat tersebut harus dinyatakan tidak sah.
  3. Memerintahkan Termohon untuk membebaskan, memerdekakan, mengeluarkan Pemohon dari rumah tahanan Kejaksaan Agung
  4. Memerintahkan Termohon untuk mengumumkan putusan ini dalam semua media atau : apabila Hakim berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya.

PENGADILAN NEGERI :

  • Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara “Pra Peradilan” yang di ajukan oleh Penasehat Hukum Pemohon, setelah memeriksa perkara ini, telah memberi putusan yang amarnya pada pokoknya sebagai berikutnya :
  1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk Sebagian.
  2. Menyatakan Termohon (Jaksa Agung RI) tidak berwenang dan tidak sah melakukan penahanan atas diri pemohon berdasar atas Surat perintah penahanan No. Prin 052/F/F.JP/04/2001 tanggal 17 April 2001
  3. Menyatakan perpanjangan penahanan oleh Pejabat lain atas permohonan dan perintah Termohon terhadap Pemohon, dinyatakan tidak sah
  4. Memerintahkan Termohon (Jaksa Agung RI) untuk segera membebaskan, memerdekakan, dan mengeluarkan Pemohon (Marsekal Madya Purn Ginanjar Kartasasmita) dari Rumah Tahanan Negara Kejaksaan Agung RI Jakarta dan/atau dari Rumah Tahanan Negara lainnya.
  5. Menghukum Termohon untuk membayar uang ganti rugi kepada Pemohonan sejumlah Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
  6. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
  7. Menolaknya permohonan Pemohon selebihnya.

MAHKAMAH AGUNG RI :

  • Kejaksaan Agung RI sebagai Termohon dalam persidangan “Pra Peradilan” telah menolak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 2 Mei 2001 tersebut diatas dan pada 14 Mei 2001 mengajukan permohonan kasasi atas putusan “Pra Peradilan” tersebut dengan mengemukakan beberapa keberatan kasasi dalam Memori Kasasinya tanggal 25 Mei 2001, yang pada pokoknya sebagai berikut :
  1. Hakim Judex facti telah melampaui batas wewenangnya.

Hakim telah membatalkan putusan Hakim lain pada Pengadilan Negeri yang sama.Hal yang demikian ini tidak mempunyai kekuatan hukum, karena kewenangan membatalkan putusan Hakim ada pada wewenang Hakim yang lebih tinggi yaitu : Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.

  1. Cara mengadili dan menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya – ex pasal 253 (1) huruf “a” KUHAP. Suatu penerapan yang keliru bahwa hukum yang berlaku untuk Pengadilan perkara pidana ditentukan oleh siapa tersangkanya Militer diterapkan UU No.31/1997, sedangkan bila pelakunya sipil yang diterapkan adalah KUHAP. Hal yang demikian ini merupakan Lex Specialis yang tercantum dalam pasal 24 – 25 – 26 UU No.3/1971, Lex Generalis tersebut ditiadakan oleh Lex Specialis, yaitu adanya pasal 24 (2) UU No.3/1971 pada anak kalimat : “Kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang”. Sehingga untuk anggota ABRI yang disangka melakukan Tindak Pidana Korupsi tidak disidik dan dituntut dalam Peradilan Militer, melainkan dilakukan secara “Khusus” yang diatur dalam pasal 26 jo 27 UU No.3/1971 tentang “ Tim Penyidik Koneksitas dibawah Koordinasi Jaksa Agung”.
  2. Judex Facti tidak menerapkan hukum Pembuktian sebagai mestinya.

Beberapa Surat bukti berupa, Surat Perintah Panglima TNI No. Sprint/388/IV/2001 tanggal 9 April 2001 dan Surat Keputusan Jaksa Agung N0. Kep.141/A/FA/04/2001 tanggal 9 April 2001 tentang pembentukan “Tim Penyidik Koneksitas” untuk melakukan penyidikan perkara tersangka Marsekal Muda (Purn) Ginanjar Kartasasmita. Bila surat-surat ini diperhatikan dan dikaitkan dengan pasal 26 UU No.3/tahun 1971, maka Hakim akan berpendapat bahwa penyidikan dan penahanan atas tersangka yang dilakukan oleh Tim Penyidik Koneksitas, adalah sah menurut hukum.

  • Majelis Mahkamah Agung yang mengadili perkara permohonan kasasi perkara Pra Peradilan ini, dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum yang intisarinya sebagai berikut :
  • Mahkamah Agung terlebih dulu akan mempertimbangkan apakah putusan “Pra Peradilan” dapat diajukan permohonan kasasi ?
  • Menurut pasal 88 dan 244 KUHAP terhadap putusan pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan selain dari pada Mahkamah Agung, dapat diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung, Kecuali terhadap putusan bebas.
  • Dengan demikian, maka Mahkamah Agung berpendapat bahwa kasasi terhadap putusan “Pra Peradilan” a’quo dapat diterima.
  • Pemohon Kasasi dalam Memori Kasasinya mengajukan alasan bahwa Putusan “Pra Peradilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 2 Mei 2001 No.11/Pid. Prad/2001/PN.JakSel. tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya, yang diatur dalam pasal 253 (1) huruf “a” KUHAP. Alasan ini dapat diterima oleh Mahkamah Agung.
  • Marsekal Madya (Purn) Ginanjar Kartasasmita disangka melakukan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan pada tahun 1992-1993 yang saat itu ia, masih berstatus Prajurit TNI aktif.
  • Pasal 24 ayat (2) UU No.3/tahun 1971 telah mengecualikan pasal 24 ayat (1) nya : “Penyidikan, penuntutan, pemeriksaan disidang Pengadilan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Anggota ABRI yang ada dibawah kekuasaan Peradilan Militer, dilakukan oleh petugas dalam aturan acara pidana masing-masing menurut ayat (2), kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
  • Pengertian “Pengecualian” yang dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) UU No.3/tahun 1971,ditentukan dan diatur dalam pasal 26 nya yang berbunyi antara lain sebagai berikut : “Jaksa Agung selaku Penegak Hukum dan Penuntut Umum Tertinggi memimpin/mengkoordinir tugas Kepolisian Represif/atau Justisial dalam penyidikan perkara korupsi yang diduga telah dilakukan oleh “ seorang” yang harus diadili oleh Pengadilan Militer maupun oleh seorang yang harus diadili oleh Peradilan Umum.
  • Materi yang ditentukan dan diatur dalam pasal 24 ayat (1) UU No.3/tahun 1971 adalah Tindak Pidana Korupsi yang pelakunya hanya “anggota TNI”, tidak/bukan dilakukan secara bersama-sama dengan “Pejabat Sipil”, sehingga menurut ketentuan ini, petugas yang melaksanakan tugas Kepolisian represif (Justisial) adalah petugas yang ditentukan dalam aturan acara pidananya masing-masing, yang menurut pasal 69 Undang-Undang N0.31/tahun 1997 tentang Peradilan Militer, dilakukan oleh :
  1. Atasan yang berhak Menghukum (ANKUM)
  2. Polisi Militer
  3. Oditur
  • Sedangkan menurut pasal 26 UU No.3/tahun 1971 adalah Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh “Anggota TNI” bersama-sama dengan “Pejabat Sipil”, maka tugas Kepolisian Represif (Justisial) nya dilakukan oleh “Tim Penyidik Koneksitas” yang keanggotaan “TIM” ini terdiri dari Penyidik Militer dan Penyidik Sipil yang dipimpin/atau di koordinir oleh Jaksa Agung selaku Penegak Hukum dan Penuntut Umum Tertinggi dengan segala kewenangannya, sebagai layaknya seorang Pejabat yang Memimpin tugas Kepolisian Represif (Justisial).
  • Ketentuan pasal 26 tersebut diatas dipertegas lagi dengan pasal 27 UU No.3/tahun 1971 yang berbunyi : “Bila Jaksa Agung berpendapat bahwa cukup alasan untuk mengajukan perkara korupsi dimuka Pengadilan, maka ketentuan dalam pasal 10 dari UU No.1-Drt-tahun 1958 jo UU No.6/tahun 1950 yang mengatur Hukum Acara Pidana pada Pengadilan Ketentaraan, tidak dipergunakan.
  • Ketentuan ini mengandung arti, bahwa “bukan” Pejabat ABRI, melainkan, Jaksa Agung yang menentukan untuk mengajukan ke Pengadilan perkara korupsi yang dilakukan oleh “anggota TNI” bersama-sama dengan “Pejabat Sipil”.
  • Dengan demikian maka pengertian Juridis : “Jaksa Agung memimpin atau mengkoordinir”, yang tercantum dalam pasal 26 UU No.3/tahun 1971, haruslah dibaca dalam satu nafas, berlaku bagi “Anggota TNI” dan Pejabat Sipil” yang bersama-sama disangka melakukan kejahatan Korupsi.
  • Dengan alasan dan pertimbangan hukum tersebut diatas, maka tindak Jaksa Agung RI selaku Penuntut Umum Tertinggi yang telah :
  • Membentuk : Tim Koneksitas Penyidikan tehadap tersangka Marsekal Madya (Purn) Prof.DR.IR. Ginanjar Kartasasmita berdasar SK No.141/A/JA/04/2001 yang keanggotaannya terdiri dari Penyidik Militer yang ditunjuk oleh Panglima ABRI berdasar Surat Perintah tanggal 9 April 2001 No. SPRINT/388/IV/2001.
  • Memerintahkan Tim tersebut untuk melakukan penyidikan terhadap tersangka tersebut dalam Surat Perintah tanggal 9 April 2001 No.051/F/FJP/04/2001.
  • Memerintahkan Tim tersebut untuk melakukan penahanan tersangka dalam Surat Perintah tanggal 17 April 2001 No.052/F/FJP/04/2001 dan dilaksanakan sesuai dengan Berita Acara Penahanan tanggal 18 April 2001. Maka, semua rangkaian Tindakan Hukum yang dilakukan oleh Jaksa Agung RI tersebut diatas adalah sah menurut hukum.
  • Dengan pendirian diatas, maka alasan kasasi yang lainnya, tidak perlu dipertimbangkan lagi oleh Mahkamah Agung.
  • Berdasar atas pertimbangan hukum yang intisarinya disebutkan diatas, maka Mahkamah Agung berpendapat bahwa Putusan Pra Peradilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 11/Pid/Prad/2001/PN.Jak.Sel harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini.
  • Akhirnya Mahkamah Agung memberi putusan yang amarnya sebagai berikut :

Mengadili :

  • Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon kasasi Jaksa Agung RI.
  • Membatalkan Putusan Pra Peradilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.11/Pid.Prad/2001/PN.Jak.Sel.

Mengadili Sendiri :

  1. Menyatakan Penahanan atas diri Termohon Kasasi : Marsekal Madya (Purn) Prof.DR.IR. Ginanjar Kartasasmita, yang dilakukan oleh “Tim Penyidik Koneksitas” yang dibentuk berdasarkan SK Jaksa Agung RI No.141/A/JA/04/2001 tanggal 9 April 2001 tentang pembentukan “Tim Penyidik Koneksitas” atas perkara tersangka Marsekal Madya (Purn) Ginanjar Kartasasmita d.k.k tersebut, adalah sah menurut hukum.
  2. Menghukum Termohon Kasasi untuk membayar ongkos perkara dalam dua tingkat pengadilan, yang untuk tingkat kasasi Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

CATATAN :

  • Kaidah Hukum yang dapat diangkat dari putusan Mahkamah Agung tersebut diatas adalah sebagai berikut : Ketentuan dalam pasal 26 dan pasal 27 UU No.3/tahun 1971 diartikan : bahwa Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh anggota TNI bersama-sama dengan Pejabat Sipil, maka tugas Kepolisian represif (Justisial) dilakukan oleh “Tim Penyididk Konesksitas “ yang anggotanya terdiri dari Penyidik Militer dan PenyidikSipil yang dipimpin atau dikoordinir Jaksa Agung RI selaku Penegak Hukum dan penuntut Umum Tertinggi dengan segala kewenangannya sebagai seorang Pejabat yang memimpin tugas Kepolisian represif (Justisiil). Bilamana Jaksa Agung berpendapat bahwa cukup alasan perkaranya untuk diajukan ke Pengadilan, maka ketentuan dalam pasal 10 dari Undang-Undang No.1-Drt-1958 jo UU No.6/tahun 1950 yang mengatur tentang Hukum Acara Pidana pada Pengadilan Ketentaraan, tidak dipergunakan. Dengan demikian maka “bukan” Pejabat ABRI, melainkan Jaksa Agung yang menentukan untuk mengajukan ke Pengadilan perkara korupsi, dilakukan oleh “anggota ABRI” bersama-sama dengan Pejabat Sipil.
  • Pengertian Juridis Jaksa Agung yang memimpin atau mengkoordinir yang tercantum dalam pasal 26 harus diartikan berlaku bagi Tindak Pidana Korupsi yang disangkakan dilakukan oleh anggota TNI bersama-sama dengan Pejabat Sipil.
  • Konsekwensi Juridisnya penahanan atas diri anggota TNI yang dilakukan oleh “Tim Penyidik Koneksitas” yang dipimpin/dikoordinir oleh Jaksa Agung tersebut diatas adalah sah menurut hukum.
  • Demikian catatan atas putusan diatas.

                                                                                                                                                                                                                                                                                     Ali Boediarto

  • Pengadilan Negeri Jakarta Selatan :

No. 11/Pid.Prap/2001/PN.Jak.sel. tanggal 2 Mei 2001.

  • Mahkamah Agung RI :

No. 35.K/Pid/2002, tanggal 6 Maret 2002.

Majelis terdiri dari : H. Toton Suprapto, SH. Ketua Muda Mahkamah Agung sebagai Ketua Sidang dengan Hakim -Hakim Anggota : 1. Iskandar Kamil, SH. 2. H. Parman Soeparman, SH. 3. H Soenardi Padang, SH. Dan Prof. DR.H. Muchsin, SH serta Panitera Pengganti Poltak Sitorus, SH.

Recent Posts

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Send this to a friend